Headlines
Loading...
UU KIA Disahkan, Benarkah Membuat Ibu dan Anak Sejahtera?

UU KIA Disahkan, Benarkah Membuat Ibu dan Anak Sejahtera?

Surat Pembaca

Oleh. Dela

DPR mengesahkan RUU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi Undang-Undang, Selasa (4/6/2024). Hal ini turut mengatur tentang kewajiban pemerintah memberikan bantuan hukum untuk ibu yang tidak mendapatkan haknya yaitu upah atau gaji oleh perusahaan tempat bekerja selama cuti melahirkan. Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri menyebutkan UU KIA diyakini akan semakin meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja atau buruh khususnya perempuan (detiknews.com, 7/6/24).

"Dalam hal Ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberhentikan dari pekerjaannya dan/atau tidak memperoleh haknya, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi ayat 3 Pasal 5 dikutip Tirto, Rabu (5/6/2024).

Pada Pasal 5 Ayat 1 dijelaskan setiap ibu yang melaksanakan cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Kemudian, pada Ayat 2 diatur juga setiap ibu yang melakukan cuti melahirkan berhak mendapatkan upah secara penuh untuk tiga bulan pertama dan secara penuh untuk bulan keempat. Kemudian, pada 75% dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam.

Pengesahan RUU KIA menjadi UU dianggap akan membawa angin segar bagi perempuan untuk dapat tetap berkarir karena mendapat cuti dan tetap bisa tenang bekerja, sehingga menguatkan pemberdayaan ekonomi.

Pemberdayaan dan pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang  erat kaitannya dengan kemiskinan. Peran perempuan dalam rumah tangga miskin di Indonesia dinilai  sangat penting karena mereka merupakan aset ekonomi  yang dapat menghidupi keluarganya. Mungkin terdapat perbedaan pendapatan antara keluarga yang dikepalai  perempuan dan keluarga yang dikepalai laki-laki. Selain upah yang rendah, perempuan  juga kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang baik. 

Oleh karena itu, dukungan dan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan sangat penting dalam ratifikasi Undang-Undang Kesehatan Ibu dan Anak. Ibu yang bekerja memiliki dampak yang kompleks terhadap mengasuh anaknya. Di sisi lain, cuti 6 bulan tidak cukup untuk mendampingi anak karena anak membutuhkan pengasuhan terbaik dari ibu hingga mumayyiz. Pentingnya pendampingan ibu pada anak hingga mumayyiz dalam Islam berfokus pada peran ibu sebagai pengasuh yang wajib dan berkontribusi pada pertumbuhan anak. Pengasuhan ibu secara utuh juga berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Anak yang diberikan pendampingan ibu hingga mumayyiz lebih mungkin memiliki kesadaran dan kebiasaan yang baik, serta lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hanya Islam yang tulus memperhatikan kesejahteraan ibu dan anak demi berjalannya fungsi strategis dan politis peran keibuan dan membangun profil generasi cemerlang. 

Pengesahan RUU ini hanya solusi yang tidak akan pernah bisa mencapai akar permasalahan. Karena problem kesejahteraan ibu dan anak nyatanya tak sekadar problem teknis soal seberapa banyak jumlah cuti melahirkan. Problem kesejahteraan anak dan ibu sejatinya menyangkut soal paradigma kepemimpinan dan penerapan sistem aturan yang diterapkan. Negara harusnya mampu menjamin kebutuhan mendasar secara adil seperti sandang, pangan, dan papan hingga kebutuhan lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. 

Sistem ekonomi Islam menjamin tercapainya kesejahteraan rakyat termasuk perempuan tanpa meletakkan kewajiban mencari nafkah pada perempuan. Islam memuliakan perempuan dengan semua peran fitrahnya, bukan dari berapa banyak uang yang dihasilkan. 

Dalam Islam, perempuan memiliki peran yang berbeda dan strategis dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Perempuan dianggap memiliki potensi untuk mengandung dan menyusui anak-anak, serta memiliki berbagai sifat lain yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Islam menekankan pentingnya peran ibu dalam mencetak generasi dan mengembangkan anak-anak, sehingga perempuan tidak harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. [YS]

Baca juga:

0 Comments: