#kisahinspiratif
Allah Tidak Membebani di Luar Kesanggupan Hamba-Nya
Kisah Inspiratif
Oleh. Dewi Khoirul
Bagiku Ramadan penuh cerita, di setiap tahunnya selalu saja meninggalkan kesan yang sangat indah. Namun, tak mungkin aku tuliskan semuanya, hanya satu kisah yang bisa aku ceritakan di antara kisah terindah lainnya. Semoga dengan kisah ini, aku selalu teringat akan kasih sayang Allah yang luar biasa dicurahkan untuk hamba-Nya.
Salah satu yang ingin aku bagikan kisahnya di sini, tepatnya Ramadan tahun 2022 atau 1443 Hijriah.
Beberapa hari sebelumnya aku merasakan ada yang aneh pada tubuhku, kepala sering pusing, kadang gemetar padahal sudah makan, jika malam sering merasakan dingin yang sangat kadang sampai menggigil.
Aku sudah mencoba minum suplemen untuk menambah stamina dan makan makanan sehat yang tidak banyak mengandung pengawet, perasa, penyedap dan seterusnya yang tidak baik dikonsumsi oleh tubuh. Namun, makin hari makin bertambah rasa tidak enak itu, sampai akhirnya diketahui ternyata aku terlambat datang bulan dan hamil lagi.
Ya Allah, seakan tersambar petir tatkala mengetahui hal tersebut. Banyak rasa bercampur jadi satu. Rasa takut, haru, ll sedih, dan masih banyak lagi yang aku sendiri bingung 'tuk mengungkapkannya.
Dalam sendiri aku merenung, mengadu pada Allah.
"Ya Allah apakah aku bisa jika Engkau beri amanah lagi? Aku merasa belum layak jadi ibu yang terbaik untuk anak-anakku, mereka saja—keenam anakku—masih butuh perhatian, walaupun ada yang sudah bisa mandiri tetapi tetap saja masih butuh perhatian."
Repot. Ya bayangan khawatir akan kerepotan nantinya menjadi salah satu jadi bebanku.
"Apa aku sanggup, ya Allah, menghadapi kerepotan mengasuh bayi lagi? sedangkan usiaku sudah tidak muda lagi. Untuk kerja berat sedikit sudah capek semua rasanya tulang-belulang ini." Sambil sesenggukan dan air mata terus meleleh di pipi aku terus menyampaikan curhatanku pada Allah.
"Mana aku kuat, ya Allah. Capek, ya Allah." Aku sudah membayangkan di saat perutku membesar aku tetap mengerjakan aktivitas rumah tangga, sementara anak-anak semua sibuk dengan aktivitas sekolah dan belajarnya masing-masing. Aku tidak mungkin mengganggu dengan menambah pekerjaan rumah untuk mereka.
Rasa sesak di dada bertambah kuat ketika aku mengingat bahwa generasi tangguh dan memiliki kepribadian Islam yang kuat akan terlahir dari ibu yang tangguh pula.
"Ya Allah, ya Allah. Betapa hinanya diri ini andaikan Engkau berikan amanah anak yang banyak, tetapi tak mampu menjadikan mereka generasi yang tangguh. Betapa celakanya aku kelak, ya Rabb."
Sementara perekonomian tambah hari tambah sulit. Ada kekhawatiran setelah tambah momongan nanti, aku akan semakin terlena dengan kesibukan hari-hari mengurus mereka, sementara pikiranku akan membenarkan hal itu, jika suatu saat tidak bisa aktif kajian atau menunaikan amanah yang lain karena kesibukan menjadi ibu yang beranak banyak.
Lalu aku teringat ayat yang menerangkan bahwa manusia tidak akan dibebani kecuali sesuai batas kesanggupannya. Allah Swt. berfirman:
"Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya".( QS. Al Baqarah: 285)
Ya Allah, sungguh tubuh ini lunglai tak berdaya. Di sisi lain aku sangat yakin akan ayat tersebut, di sisi yang lain lagi aku masih meragukan diriku sendiri.
Benarkah aku sanggup menghadap hal ini?, jika terus berkeluh kesah apakah bisa dikatakan aku sanggup menerima amanah lagi?
Dalam posisi yang sudah berada di puncak kesedihan itu, Allah berikan jalan terang, antara lain dari suami. Setelah mengetahui kehamilanku justru dia memberikan semangat dan berharap nanti anak yang ketujuh laki-laki sehingga kami punya anak laki-laki tiga orang, begitu hibur suami.
Sementara putri keenamku yang saat itu tujuh tahun usianya, mengatakan padaku, "Kok aku belum punya adik, padahal kakak-kakakku semua punya adik?"
"Kalau kamu anak yang terakhir, jadi ya tidak punya adik," ujarku. Saat itu aku masih menyembunyikan perihal kehamilanku kepada anak-anak.
Namun, dengan berjalanya waktu, Ramadan telah usai dan berganti bulan Syawal. Anak-anak bergantian menanyakan kenapa uminya sering lemas dan muntah-muntah. Mereka sangat menghawatirkan kesehatan uminya. Akhirnya hal itu tidak bisa aku sembunyikan lagi dari mereka bahwa aku telah hamil lagi.
Sungguh di luar dugaan, respon mereka senang sekali. Anak pertama sampai yang keempat langsung sok sibuk menyiapkan daftar nama untuk adiknya nanti jika perempuan atau laki-laki. Sedangkan anak yang kelima merasa senang saja. Dua berharap adiknya nanti laki-laki agar bisa diajak main bola.
Sementara putri kecilku dengan bangga menghadiahkan padaku hafalan surah Al-An'am. Dia merasa mendapat hadiah besar yang bertahun-tahun dia tunggu yaitu memiliki seorang adik. Padahal aku tahu tidak muda komitmen itu tidak mudah karena semenjak dia keluar dari sekolah tahfiz, proses menghafal jadi makin berat.
Namun, dengan tekadnya yang begitu kuat, alhamdulillah dia benar-benar mampu menyelesaikan hafalannya satu surat penuh dengan kategori mumtaz pada setiap halamannya.
Luluh sudah hatiku, senyumku mulai merekah menyaksikan buah hatiku yang begitu senang akan menerima kehadiran seorang adik.
Ya Allah, ampuni dosa-dosaku. Engkau telah memberikan yang terbaik untukku, kasih sayang yang tiada putus untukku. Namun, aku terlalu bodoh tidak bisa memahami segala peristiwa yang terjadi.
Ya Allah, ampuni hamba-Mu ini, betapa banyak nikmat yang kau berikan tetapi tidak aku sadari, betapa banyak peringatan-Mu tapi tidak menjadi pelajaran bagiku.
Setelah kejadian itu do'a-do'a yang kupanjatkan berubah, bukan lagi rengekan untuk menolak ketetapan-Nya. Namun, menjadi sebuah harapan agar kelak bayiku terlahir menjadi pejuang Islam yang tangguh. Demikian pula keenam kakaknya, semoga menjadi pejuang Islam yang tangguh pula.
Si kecil aku beri nama Kholid Muharir Ayyubi. Harapanku, semoga kelak menjadi pemimpin pasukan yang tangguh, setangguh Kholid bin Walid. Aamiin ya Rabbal alamin.
0 Comments: