Surat Pembaca
Oleh. Esti Dwi
Suramnya kondisi ekonomi dunia akhir-akhir ini turut serta dirasakan oleh Indonesia. Berbagai dampak kesulitan ekonomi terus menggulung perekonomian rakyat. Salah satunya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus menerjang di berbagai bidang usaha, utamanya industri padat karya seperti tekstil, makanan dan minuman. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, menyebut total 5.000 pekerja di berbagai sektor industri yang melakukan PHK karyawan sejak Januari 2024. (kgnow.com, 16/6/2024).
Hal ini tentulah membawa efek domino terhadap perekonomian di sekitar lokasi industri. PHK massal menyebabkan ambruknya usaha kontrakan, katering, _laundry_ , dan usaha lain.
Selain itu, hilangnya pendapatan pekerja akan membuat perekonomian lesu dan permintaan terhadap barang akan turun karena ketidakmampuan membeli barang. Pada akhirnya, ini akan berdampak secara nasional.
*Negara Gagal Melindungi Pekerja*
Masalah ketenagakerjaan ini sebenarnya telah banyak dibuatkan aturannya oleh pemerintah. Terbaru, pemerintah mengetuk palu UU Ciptaker yang katanya akan memberikan kesejahteraan kepada pekerja maupun pelaku usaha. UU ini juga digadang-gadang akan membuka banyak lapangan kerja bagi rakyat. Banyak tenaga kerja yang akan terserap.
Namun, semua itu hanyalah angan kosong. Fakta yang terjadi berbanding terbalik dengan keinginan rakyat. Rakyat terus dibuat gigit jari dengan setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Bahkan, banyak kebijakan pemerintah yang justru terkesan makin memberatkan, seperti halnya mekanisme kerja _outsourcing_ yang diterapkan saat ini. Tak ada jaminan pekerja bisa terus dipekerjakan karena pemilik usaha bisa dengan mudah memutus kontrak kerja yang ada. Inilah bukti bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah hanya menguntungkan para kapital besar dengan mengorbankan rakyatnya sendiri.
*Kebobrokan Kapitalisme*
Gagalnya negara dalam menyejahterakan rakyat selama ini sesungguhnya bersumber dari penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, bukan sebagai pelayan rakyat. Negara berlepas tanggung jawab dari mengurusi hajat hidup rakyat dan sekedar membuat regulasi bagi agenda korporasi.
Dalam sistem demokrasi kapitalis saat ini, penguasa merupakan perpanjangan tangan dari korporasi karena terpilihnya mereka menjadi penguasa tak bisa dilepaskan dari modal korporat yang mengucur untuk merebut suara rakyat. Wajar bila dalam pelaksanaan pemerintahannya, penguasa lebih mementingkan kepentingan oligarki daripada rakyatnya sendiri.
*Islam Menyejahterakan Rakyat*
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memandang penguasa merupakan pelayan bagi rakyatnya. Negara wajib hadir untuk memberikan solusi terbaik terhadap permasalahan rakyat dengan standard hukum terbaik, yaitu Islam. Islam menjamin kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme yang diterapkan di seluruh aspek kehidupan. Politik, hukum, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan pergaulan, semua saling menopang untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Negara wajib menjaga iklim usaha yang kondusif dengan berbagai kebijakannya. SDA yang memenuhi hajat hidup orang banyak wajib dikelola seutuhnya oleh negara dan digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, negara akan mampu untuk membuka lapangan kerja yang luas. Negara menjadi berdaulat secara ekonomi dan politik tanpa harus tunduk terhadap kepentingan swasta.
Semua itu hanya bisa terwujud jika negara menerapkan Islam di seluruh aspek kehidupan. Untuk itu, harus ada institusi negara yang menjadikan Islam sebagai dasarnya, yaitu Daulah Khil4f4h Islamiah. Dengan adanya Khil4f4h, kesejahteraan hakiki dapat tercipta bagi seluruh manusia. [YS]
0 Comments: