Headlines
Loading...
Harapan Semu, UU KIA Sejahterakan Ibu dan Anak

Harapan Semu, UU KIA Sejahterakan Ibu dan Anak

Opini

Oleh. Q. Rosa (Guru dan Pemerhati Keluarga)

Selama ini perempuan  bekerja mengalami tekanan secara psikologis, ketika harus meninggalkan anaknya yang baru lahir untuk aktif kembali bekerja. Kondisi ini membuat perempuan tidak nyaman dan merasa was-was saat harus meninggalkan anaknya,  serta persoalan lain yang muncul sebagai dampak pasca melahirkan. Termasuk masalah tidak tercukupinya ASI, yang bisa jadi berpengaruh pada tumbuh kembang anak balita dan lain sebagainya.

Untuk mengakomodir berbagai problematika yang dihadapi  ibu pekerja dan anak, pemerintah menetapkan UU KIA, dengan harapan ibu bisa bekerja dengan tenang dan produktifitas meningkat, serta tercapailah kesejahteraan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, pada rapat pengambilan keputusan tingkat I RUU KIA di ruang sidang Komisi VIII di Komplek Gedung Parlemen, Senin (25/03/2024), mengatakan bahwa diharapkan RUU ini adalah wujud cita-cita dan komitmen DPR dan pemerintah dalam mengatur kesejahteraan ibu dan anak pada fase 1000 hari pertama kehidupan secara komprehensif (hukumonline.com, 25/03/2024).

Pengesahan RUU KIA menjadi UU dianggap akan membawa angin segar bagi perempuan untuk dapat tetap berkarir karena mendapat cuti dan tetap bisa tenang bekerja, sehingga menguatkan pemberdayaan ekonomi perempuan.

Menurut UU No 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya (peraturan.bpk.go.id).

Dalam sistem kapitalisme, faktanya kekayaan hanya berputar di kalangan kaum oligarki, sehingga kesejahteraan sulit terwujud di kalangan rakyat. Untuk menutupi ketimpangan tersebut, konsep pemberdayaan perempuan dianggap sebagai salah satu solusi menyelamatkan ekonomi keluarga menuju sejahtera.

Gaung feminisme yang berusaha menyetarakan posisi antara perempuan dengan laki-laki juga merupakan salah satu gerakan yang massif mengangkat isu kesetaraan gender dan pemberdayaan ekonomi perempuan, dengan mendorong kaum perempuan terjun ke ranah publik. 

Dalam era modern ini, sebagian perempuan berupaya memiliki kedudukan sejajar dengan laki-laki. Atas nama kesetaraan gender, tidak sedikit perempuan yang berlomba-lomba untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan kaum laki-laki. Termasuk terjun beramai-ramai di dunia kerja, karena anggapan pemberdayaan perempuan mampu membangkitkan ekonomi keluarga, masyarakat, dan negara.

*Mekanisme Islam Mensejahterakan Rakyat*

Islam mampu mensejahterakan rakyatnya dengan berbagai mekanisme. Kesejahteraan dalam Islam akan diukur dari sisi terpenuhinya seluruh kebutuhan individu rakyat, _person to person_ mulai dari sandang, pangan dan papan. Juga terpenuhinya kebutuhan rakyat secara umum yakni akses pendidikan, kesehatan,  untuk seluruh lapisan masyarakat, jaminan keamanan dan infrastruktur yang memadahi. Jika kebutuhan individu dan masyarakat tersebut telah terpenuhi sungguh akan terwujud masyarakat yang sejahtera secara fisik maupun psikologis.

*Pertama*, dalam ranah keluarga. Islam mengatur kewajiban memenuhi nafkah keluarga adalah di pundak suami, bukan istri. Suami yang bertanggung jawab atas seluruh kebutuhan pokok seluruh anggota keluarganya. Dalam hal ini negara juga bisa memaksa seorang suami memberikan nafkah pada istrinya di samping negara juga akan menyediakan lapangan pekerjaan yang bisa menggerakkan ekonomi masyarakat.

Pada lapisan kedua, jika suami tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarganya, tugas berikutnya dilimpahkan pada kerabat dekat yang mampu. Jika tidak mampu, maka beban pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan dibebankan pada negara dengan menggunakan kas Baitulmal.

*Kedua*, negara berkewajiban menyediakan pendidikan  dan kesehatan berkualitas yang bisa di akses oleh seluruh warga negara. Disamping itu, masyarakat akan mendapatkan jaminan keamanan dari seluruh aktivitas kriminal yang bisa merugikan individu dan masyarakat secara keseluruhan, hingga muncul di tengah-tengah masyarakat rasa aman.

*Ketiga*, untuk menopang semua belanja negara dalam rangka menyediakan kebutuhan pokok individu dan rakyat, negara memberlakukan sistem  ekonomi Islam. Negara akan menjadikan mekanisme sumber pendapatan dan pengeluaran pada Baitul Mal sesuai syariat Islam, tanpa perlu berhutang dan memberlakukan pajak untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat yang menjadi tanggungannya. 

Seluruh mekanisme di atas akan di jalankan oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara total. Maka negara tidak membutuhkan pemberdayaan perempuan ataupun UU KIA untuk mendapatkan kesejahteraan. Karena tugas perempuan justru terletak pada penyiapan generasi yang berkualitas. Bukan bekerja mencari nafkah keluarga ataupun menopang ekonomi negara.[ry]

Baca juga:

0 Comments: