#opini
Lagi, Penistaan Agama Berulang dalam Sistem Demokrasi
Opini
Oleh. Nurma Safitri
Baru-baru ini kita digegerkan dengan Mama Ghufron yang mengaku sebagai seorang wali dan mengarang 500 kitab berbahasa Suryani serta bisa berbahasa semut. Ia telah menyebarkan kesesatan yang meresahkan masyarakat. Hal ini viral di media sosial karena ide kesesatannya tentang penulisan 500 kitab berbahasa Suryani, namun ia tidak pernah menunjukkan tulisan kitab bahasa Suryani tersebut. Hal ini menyebabkan rakyat menjadi geram dan marah akibat penyesatan agama akidah Islam.
Mama Ghufron dan pengikutnya terus menyebarkan kesesatan di media sosial, di antaranya berdakwah dengan bahasa semut, bisa merubah air biasa menjadi air zamzam, hingga salat bisa ditebus dengan sedekah (www.detik.com, 19/6/2024).
Seorang aktivis Islam, Faris Idris menyatakan bahwa ajaran Mama Ghufron telah meresahkan masyarakat, dan pihak pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama (Kemenag) harus bertindak karena masyarakat yang pemahaman Islamnya masih lemah bisa terpengaruh ajaran sesat dari Mama Ghufron, ungkapnya. Faris menyarankan bahwa MUI Banten harus memanggil Mama Ghufron untuk mengklarifikasi ajaran sesatnya dan harus diadakan konferensi terbuka agar mengetahui kapasitas ilmu agama Islam yang dimiliki Mama Ghufron (www.suaranasional.com, 19/6/2024).
Penistaan agama Islam kembali terjadi bukan tanpa sebab. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya sanksi tegas dan menjerakan sehingga tidak mampu mencegah kejadian serupa. Umat terancam bahaya yang dapat merusak akidahnya. Di sisi lain, kemudahan sebagian orang untuk menyesatkan umat didukung oleh adanya jaminan kebebasan berpendapat yang diakui dalam sistem hidup sekarang yaitu sistem demokrasi - sekuler.
Sekularisme adalah paham yang memisahkan urusan agama dari kehidupan. Paham ini telah meletakkan urusan kehidupan untuk diatur oleh akal manusia, padahal akal manusia bersifat terbatas dan lemah. Maka dari itu manusia diberi bahkan dijamin kebebasannya dalam mengatur kehidupan oleh negara.
Salah satu kebebasan tersebut adalah berpendapat dan berekspresi, meski negara ini menggolongkan penistaan agama sebagai tindak pidana hukum, namun tidak ada sanksi tegas yang membuat pelaku jera. Dalam pasal 156a KUHP, tindak pidana penistaan agama hanya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun penjara, artinya hukumannya bisa jadi lebih ringan lagi dari penjara 5 tahun. Maka dari itu penistaan agama berulang terjadi dan tumbuh subur dalam negara demokrasi sekuler saat ini yang mengabaikan perannya sebagai penjaga akidah umat. Hal ini tampak pada penistaan agama yang melukai dan mendiskriminasi kaum muslimin, sangat bisa ditolerir. Tak ayal lagi bahwa nilai HAM demokrasi dan toleransi yang dijunjung sistem demokrasi saat ini seolah omong kosong ketika dihubungkan dengan Islam dan kehormatan kaum muslimin.
Berbeda dengan negara yang berlandaskan pada sistem Islam, Islam menjadikan negara sebagai penjaga akidah umat dan menetapkan semua perbuatan wajib terikat hukum syariat. Islam tidak mengakui adanya kebebasan berbuat dan berbicara, sebab seluruh anggota tubuh manusia mutlak adalah milik Allah, sehingga hanya Allah-lah yang berhak menetapkan aturan bagi manusia termasuk cara bertindak dan berbicara. Penistaan terhadap Islam termasuk pelanggaran hukum syariat (kemaksiatan). Negara Islam (Khil4f4h) wajib hadir sebagai penjaga kemuliaan agama dengan menerapkan mekanisme berlandaskan syariat untuk menindak pelaku maksiat atau pembuat jahat.
Sebagai sebuah ideologi, syariat Islam memiliki mekanisme untuk membuat jera penista agama dengan tetap berpegang pada prinsip toleransi yang ada padanya. Bahkan dalam sejarah Khil4f4h, tidak pernah ditemukan penguasa yang lemah menghadapi penista agama. Sebab Khil4f4h adalah institusi yang menerapkan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) dalam kehidupan dan mengemban dakwah ke seluruh dunia, melindungi kaum muslimin, serta mengurus kemaslahatan mereka. Khil4f4h juga yang akan menjadi ‘junnah’ (perisai) bagi kaum muslimin dari setiap teror dan serangan musuh-musuh Islam. Di belakang kh4lif4h, kaum muslimin akan berperang melawan setiap pihak yang merusak kehormatan Islam dan kaum muslimin.
Khil4f4h tidak akan pernah membiarkan siapa pun menista agama Islam, negara justru akan menggencarkan dakwah agama Islam untuk menciptakan kondisi kondusif agar umat terpelihara fitrahnya sebagai seorang muslim yang tunduk pada penciptanya. Hal ini didukung dengan sistem pendidikan yang mampu membangun keimanan yang kuat pada generasi, melahirkan generasi yang berkepribadian Islam dan turut serta menjaga kemuliaan Islam dan umatnya.
Khil4f4h juga mengantisipasi dan menutup semua celah dan penyimpangan melalui penerapan sanksi yang tegas sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah. Rasulullah pernah menerapkan sanksi bunuh terhadap pelaku penistaan agama dan di masa Khil4f4h Ustmaniyah negara bersikap tegas dengan menyiapkan pasukan perang untuk menyerang negara Perancis ketika diketahui akan mengadakan pertunjukan opera yang isinya menghina nabi Muhammad saw..
Demikianlah hanya Khil4f4h yang mampu menghentikan dan menuntaskan segala bentuk penistaan agama khususnya agama Islam yang menggejala dalam sistem demokrasi sekuler saat ini.
Wallahualam bissawab. [Ni]
0 Comments: