Opini
Oleh. Tamifaid (Mompreneur)
Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi negara untuk menyejahterakan rakyat, oleh karena itu pemerintah berusaha keras untuk meningkatkan pendapatan pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa untuk membangun negara yang sejahtera dan adil diperlukan dukungan penerimaan pajak yang baik (Liputan6.com, 14/7/2024).
Dalam keterangannya, Sri Mulyani mengatakan bahwa jumlah penghasilan pajak Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun 1983, saat itu Indonesia hanya mampu berada di posisi Rp13 triliun. Menurut data yang diinfokan, penerimaan pajak di Indonesia menjadi Rp400 triliun memasuki era reformasi tahun 1999. Tahun 2024 penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.988.9 triliun (Disway.id, 15/7/2024).
Apakah dengan Peningkatan Pendapatan Pajak akan Terwujud Kesejahteraan Rakyat?
Untuk meningkatkan pendapatan pajak tentunya pemerintah melakukan kenaikan pajak seperti pajak penghasilan, pajak penjualan atas barang mewah, kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan serta kenaikan PPN 11% sampai 12% memasuki tahun 2025. Kenaikan PPN akan mempengaruhi biaya produksi dan retribusi sehingga ini akan mempengaruhi kenaikan harga barang dan jasa.
Pajak dalam istilah kapitalisme adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung serta digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Peningkatan pendapatan pajak sangat membanggakan di hadapan Menteri Keuangan Sri Mulyani, namun di sisi lain masyarakat merasa terbebani akan pajak. Sesungguhnya peningkatan pendapatan pajak menunjukkan peningkatan pungutan atas rakyat.
Dampak Pajak bagi Masyarakat Bawah
Beban biaya hidup yang semakin sulit karena semua kebutuhan pokok naik mulai dari bahan pokok, kesehatan, pendidikan, BBM, listrik, dan air. Masyarakat yang berdampak pada pajak yaitu masyarakat bawah yang berpenghasilan rendah. Mereka akan mengurangi daya beli mereka agar tercukupi kebutuhan semuanya. Pajak yang tinggi juga menyebabkan rakyat tidak bisa memenuhi kebutuhan gizinya, sehingga banyak anak terkena gizi buruk, serta bertambahnya angka kemiskinan.
Rawan Korupsi
Pendapatan peningkatan pajak rawan akan kasus penyelewengan seperti korupsi, penggelapan pajak, adanya kerja sama antara wajib pajak dan aparat pajak terkait dengan manipulasi jumlah pajak yang dibayarkan. Koruptor pajak memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan untuk memperkaya diri sendiri. Seperti kasus korupsi di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara mengkonfirmasikan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Direktur PTRM berinisial IS, bos perusahaan Smelter Nikel di kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Bisnis.com, 24/7/2024).
Kapitalisme
Inilah fakta kegagalan sistem kapitalisme. Kapitalisme hanya mementingkan materi dan mencari keuntungan kesempatan dalam kesempitan. Pajak dalam sistem kapitalis membuat rakyat sengsara. Besaran pungutan pajak atas rakyat, sesungguhnya adalah bentuk kezaliman dan membuktikannya bahwa negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat dan tidak sebagai penjamin kesejahteraan rakyat. Negara hanya sebagai pemberi fasilitas dan pengatur dalam menentukan tata kelola urusan negara.
Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat seharusnya tidak mengandalkan pajak. Seharusnya memanfaatkan sumber daya alam untuk dikelola secara langsung oleh negara, bukan dikelola oleh swasta.
Solusi
Dalam sistem Islam, sumber pendapatan negara yang masuk ke baitulmal diperoleh dari fai (anfal, ganimah, khumus), jizyah, kharaj, usur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat, rikaz, harta seseorang yang tidak mempunyai ahli waris/keturunan, dan harta orang murtad. Dalam Islam pajak berbeda dengan sistem pajak hari ini, baik dilihat dari aspek subjek pajak, objek pajak, maupun tata cara pemungutan pajak.
Pajak dalam sistem Islam disebut dengan ‘dharibah’ yaitu pajak yang diambil jika baitulmal benar-benar kosong dan tidak mampu memenuhi kewajibannya. Pajak berlaku untuk kaum muslim saja. Pengenaan pajak dilakukan dari sisa nafkah setelah dikurangi kebutuhan hidup, dan harta orang-orang kaya (sisa dari pemenuhan kebutuhan pokok dan sekunder yang makruf).
Pajak diambil berdasarkan kebutuhan baitulmal dalam memenuhi kewajibannya. Pajak tidak boleh diambil melebihi kebutuhan sebagaimana mestinya. Apabila kebutuhan baitulmal sudah terpenuhi, maka pengambilan pajak harus dihentikan.
Dalam sistem ekonomi Islam, sumber pendapatan negara dari sumber daya alam dan sedekah. Sumber daya alam adalah sumber pendapatan atau penghasilan utama negara. Negara mengelola sumber daya alam secara langsung dan tidak diwakilkan ke pihak swasta. Oleh karena itu sumber daya alam tidak boleh dimiliki oleh pribadi. Rasulullah bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad) Ayat ini menunjukkan bahwa sumber daya alam milik umat, sehingga para pengusaha tidak boleh memiliki untuk kepentingan pribadi. Negara mengelola sumber daya alam untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.
Demikianlah dalam sistem Islam, untuk memperoleh sumber pendapatan negara yaitu dengan mengelola sumber daya alam secara langsung, tidak diwakilkan ke pihak swasta dan pajak rakyat, bukan sumber pendapatan utama negara.
Wallahualam bissawab. [Ni]
0 Comments: