Headlines
Loading...
Kisah Inspiratif 


Oleh. Sri Ratna Puri

Bagi keluarga kecil saya, momen Ramadan itu selalu spesial. Dari mulai sahur sampai buka, dari berburu takjil sampai tarawih keliling, alhamdulillah, semua istimewa. Semua menjadikan hidup lebih berwarna. 

Dan di Ramadan tahun ini, warnanya sedikit berbeda. Si sulung meminta izin untuk berjualan selama liburan. Mau jualan es, katanya. Nanti dititipkan di warung-warung. Saya hanya mengiyakan meski dalam hati mempertanyakan keseriusannya. Mengingat rencana sebelumnya, katanya libur lebaran mau main ke kampung halaman saya, ke Labuan, Banten. Mau membuat acara dengan sepupu-sepupunya. Maklum, memasuki masa remaja, ada saja idenya. 

Kembali ke soal jualan es. Saya dan suami terkejut, saat melihat si sulung bisa mengikat plastik es mambo dengan tepat. Kencang dan pas. Padahal setahu kami, sebelum ke pondok, dari segi kemampuan motoriknya dia kurang begitu gesit. Ada cerita di balik itu semua, tetapi saya belum mau membaginya sekarang. Sungguh, Ramadan telah membawa warna baru.

Singkat kata, perjalanan Solo-Bogor yang memakan dua belas jam perjalanan, seperti tak menurunkan niat awalnya untuk belajar berbisnis. Dia berangkat dari Solo pukul tujuh pagi, sampai di rumah bakda Maghrib. Selepas amalan-amalan nafilah Ramadan, paginya dia berangkat sendiri ke pasar. Berbelanja bahan-bahan. Ada satu boks agar-agar jelly berbagai rasa, susu kaleng, dan lain-lain. Ya Allah, ini pun membuat saya tak percaya, tapi nyata. Tampaknya dia telah memiliki visi dan misi yang telah dirancang secara matang. 

Saat eksekusi, saya sarankan untuk menunggu malam saja. Supaya bisa mengoreksi rasa, terang saya. Maklum, edisi perdana. Kalau kurang pas, bisa berbahaya. Bisa-bisa ..., konsumen kecewa. Si sulung pun setuju. 

Sepulang salat tarawih, proses pun dimulai. Pertama-tama, memasak agar-agar jelly. Tunggu sampai dingin dan padat. Dilanjut saat waktu sahur, yaitu membuat adonan susunya. Hampir semua dia lakukan sendiri. Saya hanya memantau (tapi tak seperti zaman dahulu, yang harus bergaya bak mandor). Saya mencoba memenuhi tangki kepercayaannya, sambil berdoa agar Allah memberi kesuksesan baik di dunia dan akhiratnya. Amin. 

Tak berapa lama, puluhan plastik es mambo yang berisi es susu jelly siap, lalu dia memasukkan ke freezer kulkas. Setelah beku, sorenya dia bawa sepuluh bungkus untuk dititip di warung uwaknya (paman). Kabar gembiranya, di rumah Uwak akan ada acara buka puasa bersama. Uwak meminta sepuluh bungkus lagi untuk tambahan jamuan takjil. 

Azan Maghrib terdengar, tanda waktu berbuka datang. Alhamdulillah, es susu jelly banyak peminat. Yang tadinya hanya mencicipi, memesan lagi. Es susu jelly pun habis dalam sekejap. Masyaallah senangnya. Menurut mereka, rasanya enak. Manisnya pas dan murah meriah. Seribuan saja. Ya jelas, tanpa pemanis buatan. Halalan dan toyyiban, plus made in anak pondok. Insyaallah berkah. 

Bismillah. Hari ini mulai produksi lagi. Varian rasa ada yang berbeda. Kalau kemarin rasa kelapa, hari ini ditambah es susu jelly rasa melon. Oh iya, uang yang terkumpul sudah ada untung. Alhamdulillah. Walau belum seberapa, tapi harga untuk rasa bahagia yang didapatkan, rasa percaya diri dan pengalaman yang jadi bahan pembelajaran, tidak ternilai dengan uang, benar? Apalagi hal ini terjadi di bulan Ramadan. 

Sungguh, Ramadan tahun ini membawa warna yang berbeda. Pembawa suka cita dan terselip harapan untuk masa depan umat Islam. Generasi yang produktif, kuat iman dan kuat mental, bervisi misi Islam kafah, penebar rahmat bagi seluruh alam. 

Ya Allah, semoga tidak hanya keluarga kecil saya yang merasakan warna Ramadan, tetapi oleh semua keluarga muslim yang ada di dunia, apa pun keadaannya. Amin. 

Kota Hujan, 01 April 2024/22 Ramadan 1445 H

Baca juga:

0 Comments: