Challenge Motivasi
Oleh. Sri Suratni
Sahabat, saat ini kita memasuki awal Agustus 2024. Memasuki bulan Agustus yang terbayang adalah seremonial peringatan 17 Agustus sebagai peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia tercinta. Pemuka dan tokoh-tokoh pejuang Indonesia terdahulu menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia adalah pemberian Allah, sebagaimana yang dinyatakan di dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 bahwa diraihnya kemerdekaan Indonesia atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa.
Biasanya masyarakat Indonesia meluahkan rasa bahagia dan ungkapan rasa syukurnya kepada Allah yang telah menganugerahkan kemerdekaan untuk negeri ini adalah dengan melakukan beragam acara dan kegiatan. Berbagai perlombaan diselenggarakan seperti balap karung, panjat pinang, dan beragam cabang olahraga yang dipertandingkan. Sebagian lagi menggelar acara zikir bersama, doa dan istigasah untuk bangsa serta acara-acara seremonial lainnya. Semua itu dilaksanakan konon dalam rangka mensyukuri nikmat kemerdekaan. Pertanyaannya, benarkah kita sudah merdeka?
Sungguh, sangat disayangkan sebagian besar penduduk negeri ini yang notabene muslim tidak menyadari bahwa sesungguhnya negeri Indonesia tercinta belumlah merdeka. Memang benar bahwa secara fisik rakyat Indonesia tidak diperangi dan dijajah lagi. Namun, secara pemikiran, ideologi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan keamanan, dan politik, kita masih terjajah dengan pemikiran, tsaqafah, budaya, perjanjian politik luar negeri, dan undang-undang barat. Itu artinya bahwa bangsa Indonesia belum bisa dikatakan merdeka secara hakiki.
Lantas apa yang dimaksud dengan kemerdekaan yang hakiki?
Memaknai kemerdekaan secara hakiki adalah mengambil makna kemerdekaan sesuai perspektif Al-Qur'an, yaitu makna secara syar'i. Berikut ayat Al-Quran yang menyinggung hal tersebut secara gamblang.
Allah Swt. berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّٰغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ ٱلضَّلَٰلَةُ ۚ فَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلْمُكَذِّبِينَ
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tagut [Tagut ialah setan dan apa saja yang disembah selain dari Allah Swt.] itu. Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (QS An Nahl [16]: 36).
Nah, berdasarkan firman Allah tersebut, kita memiliki gambaran bahwa yang dikatakan merdeka itu adalah ketika kita hanya menyembah Allah semata dan tidak ada sesembahan yang lain. Artinya murni hanya menyembah Allah saja, tidak menyembah selain Allah yaitu tagut.
Saat ini kebanyakan dari kaum muslimin, disadari atau tidak sudah beralih dari menyembah Allah kepada menyembah tagut. Bangsa kita yang berideologi kapitalis demokrasi telah melahirkan akidah sekularisme yaitu suatu paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan dan berikutnya memisahkan antara agama dan negara. Agama tidak lagi dijadikan panduan dan landasan dalam menjalani kehidupan. Agama juga tidak dipakai sebagai pedoman dan landasan dalam mengatur negara, seluruh perangkatnya dan juga penduduknya.
Padahal kita pahami bahwa tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang mampu menjalani kehidupannya tanpa adanya suatu aturan atau seperangkat hukum. Manusia mustahil akan sukses dan selamat menjalani kehidupan baik di dunia maupun di akhirat nanti tanpa adanya pedoman dan petunjuk berupa hukum dan aturan-aturan dari Allah Swt. Begitu juga suatu bangsa atau negara, tidak akan memperoleh keberkahan, keadilan, dan kemakmuran ketika mengingkari dan tidak menjalankan seluruh aturan yang sudah digariskan oleh Allah Swt. di dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an inilah yang menjadi pedoman dan landasan bagi kaum muslimin dalam menjalankan kehidupannya, baik kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Jadi, ketika Al-Qur'an tidak lagi dijadikan sebagai pedoman bagi kaum muslimin dan bangsa ini dalam menjalankan kehidupannya, maka bisa dikatakan bahwa saat itulah kaum muslimin dan bangsa tadi telah menjalankan aturan-aturan dan hukum-hukum buatan manusia.
Hukum dan aturan buatan manusia itulah yang akhirnya dikultuskan dan dijadikan sebagai solusi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia. Mereka melupakan dan mencampakkan hukum dan aturan yang Allah berikan berupa Al-Quran. Al-Quran hanya dijadikan sebagai pajangan dan benda keramat yang biasa tersimpan rapi dan tanpa pernah disentuh di lemari-lemari hias. Jangankan untuk mengamalkan isinya, membaca dan mengkajinya saja enggan.
Nah, ketika sebagian kaum muslimin tidak lagi menggunakan Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidupnya, maka sejatinya mereka telah berpaling dari Al-Quran. Mereka menjadikan aturan dan hukum yang lahir dari akidah sekularisme. Aturan itulah yang menjadi panduan hidupnya. Itu artinya sama saja mereka menyembah dan mengagungkan tagut sebagai tandingan Allah.
Dengan demikian, agar terwujud kemerdekaan yang hakiki dan layak untuk dirayakan tentunya tidak lain dengan memurnikan penghambaan manusia hanya kepada Allah, Tuhan semesta alam.
Wallahualam bissawab. [An]
Baca juga:

0 Comments: