Headlines
Loading...
Challenge Motivasi

 
Oleh. Netty al Kayyisa  
 
Setiap manusia jauh di lubuk hatinya pasti menginginkan tempat kembalinya nanti adalah surga. Maka ia akan berusaha dengan berbagai cara untuk mewujudkan keinginannya dengan berbuat baik, beribadah, bersedekah, dan sebagainya yang menurut pandangannya mampu mengantarkan pada surga.  
 
Tak jarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan luhur yang tak terpikirkan hingga mereka mendapat gelar pahlawan. Sebut saja pahlawan-pahlawan Islam. Maka akan ada dalam benak kita sosok Khalid bin Walid, Saad bin Abi Waqas, Umar bin Khaththab dan sederet pahlawaan muslim lainnya. Mereka mendapat predikat pahlawan karena jasanya menyebarkan Islam dan mengorbankan diri untuk dakwah Islam.  
 
Hari ini ada banyak yang disebut pahlawan. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi dengan sebutan ini, menjadikan para guru harus pasrah dengan gaji pas-pasan, dengan dalih memang tugas mereka mengajarkan ilmu dan tanpa tanda jasa, tanpa gaji selayaknya.  
 
Ayah adalah pahlawan bagi keluarganya. Karena bekerja membanting tulang demi bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Meski tak dapat imbalan seimbang, ayah tetap mampu berkorban untuk keluarganya. Maka layaklah predikat pahlawan keluarga untuknya. 
 
Ada juga pahlawan kemerdekaan yang rela mengorbankan nyawa untuk membela tanah airnya. Mereka berupaya membebaskan negerinya dari penjajahan. Mereka mencintai tanah airnya, tak ingin tanah airnya di jajah, maka mereka membelanya. Asal tidak didasarkan ashabiyah atau nasionalisme kebangsaan, sebenarnya sikap mereka benar.  
 
Yang lebih menggelikan ada sebutan pahlawan devisa. Siapakah mereka? Para Tenaga Kerja Indonesia atau Tenaga Kerja Wanita yang menjadi buruh di negara tetangga. Mereka diberi julukan pahlawan devisa karena  mereka dianggap berjasa dalam perekonomian bangsa.  Mereka digaji dengan mata uang negara setempat dan akhirnya mereka harus menukar dengan mata uang negaranya agar bisa dibelanjakan di negara asalnya. Di manakah letak kepahlawanannya? Ah jangan-jangan ini hanya pemanis bibir saja untuk menutupi yang sebenarnya.  
 
Wahai para perindu surga khusunya para muslimah, tak perlu bersusah payah menjadi pahlawan demi sebuah gelar. Untuk menjadi pahlawan dan perindu surga yang sebenarnya, cukup dengan dua langkah saja.  
 
Pertama, jadilah al umm warabatul bayt, ibu dan pengatur rumah tangga. Sebagai ibu yang mengurusi, mengasuh dan memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Ibu yang memastikan keluarganya terpenuhi seluruh kebutuhan baik fisik maupun kasih sayangnya. Dengan mengambil peran ini dan melaksanakannya sesuai syariah Islam, maka akan melahirkan generasi rabbani insyaallah. Selain itu surga pasti akan didapatkan sebagaimana hadis berikut:  
 
"Barang siapa yang mendapat ujian atau menderita karena mengurus anak-anaknya, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya akan menjadi penghalang baginya dari siksa neraka.” (HR Bukhari-Muslim dan Turmudzi). 
 
Kedua, menjadi pengemban dakwah. Dakwah tak hanya kewajiban laki-laki saja. Dakwah tak hanya milik para dai dan daiyah sementara ibu rumah tangga tak boleh berdakwah. Bukan seperti itu konspenya. Dakwah kewajiban bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan. Ketika ada satu orang tertunjuki hidayah karena dakwah kita, maka itu lebih baik daripada mendapat unta merah yaitu setara dengan  dunia dan seisinya. 
 
Rasulullah bersabda kepada ‘Ali bin Abi Thalib, saat akan diutus memimpin sebuah pasukan, “Sungguh, bila Allah memberi hidayah seseorang melalui tanganmu, itu lebih baik bagimu dibanding apa yang tertimpa cahaya matahari di saat terbit dan terbenamnya (yaitu: seluruh bumi).” (Riwayat Thabrani).  
 
Bayangkan hanya dengan melakukan dua aktivitas ini, kita para muslimah bisa mendapatkan dunia dan seisinya serta surga. Lalu, apalagi yang kita cari selain keduanya? Dengan melakukan dua aktivitas ini, kita tak hanya mendapat predikat pahlawan dari orang lain, tetapi sekaligus mendapatkan kedudukan yang tingi di hadapan Allah Swt.  
 
Jadi, masihkan bingung mau menjadi pahlawan yang seperti apa? Asal jangan menjadi pahlawan kesiangan saja ya? He-he-he. [Ay]

Baca juga:

0 Comments: