Headlines
Loading...
Oleh. Ratty S. Leman

Apa yang kau inginkan dalam hidupmu? Tentu kebahagiaan. Bahagia yang bagaimana? Bahagia dunia akhirat tentunya. Seperti doa yang selalu kita panjatkan:

"Rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil-akhirati hasanah, wa qinaa adzabannaari."

"Ya Tuhan kami, berilah kepada kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Serta peliharalah kami dari siksa neraka." (QS Al Baqarah 201).

Siapa pun kita pasti ingin bahagia. Namun, untuk mencapai kebahagiaan tak semudah mengucapkannya. Ada yang bilang bahwa bahagia itu sederhana. Sederhana saja, bisa tersenyum di pagi hari itu sudah menandakan kebahagiaan. Bisa menghirup udara pagi itu juga bisa menimbulkan kebahagiaan. Melihat anak-anak bangun sebelum Subuh lalu tahajud dan berlanjut shalat subuh berjamaah membuat hati kita bahagia. Bahagia itu mudah dan sederhana jika kita mau bersyukur atas setiap keadaan. 

Anak-anak di Gaza masih bisa tersenyum manis meski keadaan mereka luluh lantak. Tak punya keluarga, tak punya harta, tak punya rumah, tak punya makanan, tak punya apa-apa. Tapi mengapa mereka masih bisa tersenyum merekah? Itulah tanda keimanan mereka yang sangat berbeda dengan yang lainnya. Mereka bahagia jika Allah masih bersama mereka. Cukup bersama Allah maka mereka akan bahagia.

Bandingkan keadaan mereka dengan di belahan bumi yang lain. Banyak orang yang mabuk, narkotika, bunuh diri karena merasa tak mampu menanggung beban kehidupan. Naudzubillah mindzalik, apa saja persoalannya? Cuma remeh temeh semacam putus pacar, tak punya uang, dan alasan remeh lainnya. 

Bahagia menjadi sederhana atau rumit itu tergantung cara pandang kita. Mau dibuat sederhana bisa mau dibuat susah juga bisa. Semua dilihat dari sudut pandangnya. Untuk mencapai hidup bahagia di dunia harus melalui beberapa persyaratan, di antaranya harus sabar dalam berusaha, patuh kepada peraturan dan disiplin, pandai bergaul dan dipercaya serta mempunyai maksud baik dalam usahanya. 

Untuk mencapai hidup bahagia di akhirat haruslah mempunyai iman yang murni dan kuat, serta mengerjakan amal yang saleh dan mempunyai akhlak yang mulia. Maka, untuk terlepas dari siksa neraka hendaklah selalu meninggalkan pekerjaan-pekerjaan maksiat, menjauhkan diri dari yang keji serta memelihara diri jangan sampai berbuat hal-hal yang diharamkan Allah karena pengaruh syahwat dan hawa nafsu.

Nah, jika penjabarannya seperti di atas, apakah kita bisa bilang bahagia itu sederhana? Bahagia itu menjadi sederhana jika kita pandai bersyukur atas segala nikmat yang Allah curahkan. Jika tak pandai bersyukur pasti tak bisa bahagia. 

Bahagia bisa tak sederhana karena untuk bisa bahagia dunia dan akhirat kita harus memakai standar baku dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Kematian seseorang bisa jadi kesedihan, tapi kematian syahid seperti di Gaza bisa jadi kebahagiaan karena wajah-wajah mereka yang syahid tersenyum bahagia seolah-olah telah melihat surga Firdaus. Bau tubuh mereka pun wangi kasturi semerbak di seluruh kota. Kebagiaan yang tak sederhana karena harus merelakan jiwa dan raganya untuk mengabdi hanya kepada Allah semata. 

Kebahagiaan tak harus rumah mewah, harta banyak, sehat, keluarga utuh, makanan berlimpah, dan hal-hal yang serba duniawi lainnya. Kebahagiaan bisa diraih meski mereka miskin, sakit atau cacat, tak ada makanan, tak punya keluarga, dan lainnya. Bahagia itu ada karena mereka rida dengan semua ketetapan-Nya, perintah-Nya dan larangan-Nya. Itulah bahagia yang sesungguhnya. Kebahagiaan yang hakiki. [My]

Baca juga:

0 Comments: