Headlines
Loading...
Oleh. Anik Purwo

Pendidikan adalah faktor penting membentuk karakter generasi. Akan tetapi, jika yang dipakai adalah konsep pendidikan sekuler malah akan menghancurkan generasi. Tentunya kita masih ingat beberapa minggu yang lalu kita digemparkan dengan kasus bunuh diri mahasiswa IPB University di sebuah hotel OYO di Bogor (9 Agustus 2024).  Sebelumnya juga kita digemparkan dengan kasus bunuh diri seorang mahasiswi Anestesi PPDS Undip, Semarang. (radarsemarang.com,12/08/2024). 

Dua kasus tersebut adalah kasus yang  kesekian di antara deretan kasus bunuh diri lainnya selama kurun waktu 2023-2024. Menurut pengakuan para saksi, orang  terdekat dengan pelaku bunuh diri tersebut. Mereka tertekan dengan tugas kuliah yang sangat berat dan sering menjadi korban perundungan oleh para seniornya.

Apapun faktor pemicunya, kasus bunuh diri adalah buah dari pendidikan yang sekuler. Pendidikan yang menjauhkan generasi jauh dari pemahaman agamanya sendiri. Generasi yang tumbuh dengan kemudahan instan dari kemajuan teknologi. Atau yang biasa disebut dengan generasi stroberi, generasi yang lunak, dan tidak tahan banting. Ini adalah gambaran generasi kita saat ini. Generasi yang mudah menyerah, tertekan dan gampang sakit hati, tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Akhirnya mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. 

Begitu tampak jelas bahwa sekulerisme membentuk masyarakat yang penuh dengan tekanan hidup, sulit mendapatkan kebutuhan dan memenuhi keinginan hingga mengakhiri dengan bunuh diri. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga manusia tidak lagi meyakini sang pencipta dengan seperangkat aturan-Nya yang bisa menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Pendidikan karakter sekuler sungguh telah merusak kepribadian generasi.

Generasi muda pun mengidap  penyakit overthinking, mengalami perasaan khawatir yang berlebih serta kebingungan menentukan tujuan hidupnya. Mereka yang merasa mental health-nya terganggu ketika mendapat tekanan sedikit. Seperti dalam mengerjakan tugas sekolah atau kuliah. Mereka tidak mau berjuang untuk keluar dari kesulitan. Dan dengan mudahnya mengatakan butuh healing dan yang paling miris adalah keputusan bunuh diri.

Hal ini sangat berbahaya jika terus kita abaikan. Akan membuat individu menjadi lemah iman, gampang stres dan membuat keputusan serampangan. Sebenarnya penyebab utamanya adalah melepaskan Islam dari aturan kehidupannya. Hal ini tidak bisa dibiarkan berlanjut karena kasus kasus serupa akan terus muncul kembali. Bagaimana jika terjadi pada anak anak kita?. Anak anak adalah generasi penerus bangsa, aset bangsa yang sangat berharga. Bagi kita sebagai orang tua, anak adalah amanah yang harus kita jaga fisiknya dan akidahnya. 

Masyarakat juga harus segera sadar akan bahaya sekularisme yang menjadi landasan dalam kehidupan saat ini. Kehidupan sekuler menjauhkan generasi muda  dari rasa kemanusiaan, cenderung hedonis, dan tidak takut dosa, apalagi terhadap Tuhan. Pendidikan sekuler berhasil membuat para generasi muda  lembek, lemas tidak berdaya karena pengaruh racun liberalisme yang disebarkan dari berbagai sisi dan pendidikan niragama. Kemajuan teknologi juga menjadi salah satu pemicunya. 

Inilah petaka sistem pendidikan sekuler. Semua berawal dari penerapan sekularisme di lingkup pendidikan yang meminggirkan Islam sebagai aturan kehidupan. Agama sebatas pelajaran formal yang diajarkan di sekolah dengan jam minim. Agama (Islam) hanya dikenal pada peringatan hari besar. Islam tidak menjadi dasar dan acuan dalam pendidikan.

Orang tua juga tidak berperan baik dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai agama pada anak. Akhirnya, anak-anak tumbuh dengan jiwa antisosial, pemarah, tidak mau kalah, miskin empati, dan bermental lemah.  

Negara juga gagal dalam menghadapi lingkungan sosial generasi muda yang hedonis. Negara malah menakut-nakuti remaja dan orang tua dengan isu radikalisme dan moderasi, hingga merangkul mereka untuk melawan radikalisme di sekolah, kampus dan masyarakat. Namun, negara tidak membangun kepedulian untuk mencegah tawuran, pergaulan bebas, kekerasan, dan meningkatnya kasus bunuh diri pada pelajar mahasiswa.

Akhirnya, kerusakan pada generasi juga terus terjadi secara sistemis. Hal ini karena sistem yang ada. Pendidikan, pergaulan, hukum, maupun informasi tidak mendukung untuk penjagaan remaja dari kerusakan.

Satu-satunya cara menyelamatkan generasi bangsa adalah dengan menerapkan sistem Islam dalam institusi negara. Sistem ini terbukti berhasil membentuk generasi berkepribadian Islam, bermental tangguh, dan memiliki pemikiran cemerlang. 

Islam memberikan perhatian besar kepada generasi, bahkan sejak dini. Pada masa Islam berjaya, keluarga kaum muslim menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Sejak sebelum lahir dan saat balita, orang tua mereka telah membiasakan putra-putrinya yang masih kecil untuk menghafal Al-Qur’an dengan cara memperdengarkan bacaannya.

Negara juga menjamin akses pendidikan pada semua warga negara secara cuma-cuma, tetapi tetap berkualitas, hingga akhirnya menghasilkan masyarakat yang kokoh serta sejahtera. Hal ini bukan cerita dongeng melainkan telah terbukti pada masa kegemilangan Islam.

Wallahualam bissawab. [My].

Baca juga:

0 Comments: