Headlines
Loading...
Oleh. Maya Rohmah 

Dua anak perempuan saya bersekolah di luar kota. Mereka tinggal di sebuah pondok pesantren. Setiap hari Ahad, kami para orang tua, mendapatkan kesempatan untuk menelepon putra-putri kami di pesantren. 

Dalam salah satu percakapan telepon, salah satu dari anak perempuan saya bercerita bahwa selama beberapa hari terakhir dia merasa malas belajar. Padahal sebelumnya dia sangat rajin dan bersemangat menuntut ilmu.

"Mungkin Kakak sedang futur, Kak," saya merespon ceritanya. Lalu saya berbicara beberapa menit tentang itu.

Arti dari futur dalam kamus Lisanul Arab adalah diam setelah intensitas tinggi, stagnan  setelah melakukan usaha keras.

Para pelajar maupun pengemban dakwah hendaknya keluar secepatnya dari kondisi futur. Dapat dibayangkan, jika para pelajar terutama para aktivis dakwah enggan belajar (menuntut ilmu agama) karena dilanda rasa futur, bagaimana solusinya? Seorang ulama pernah mengatakan, “Banyak penuntut ilmu agama yang lemah tekadnya dan futur menuntut ilmu. Dha’ful himmah (tekad yang lemah) jika menerpa para aktivis dakwah dalam menuntut ilmu agama merupakan salah satu musibah besar.”

Untuk menghindari hal tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para aktivis dakwah agar istikamah menuntut ilmu. Pertama, mengikhlaskan niat menuntut ilmu hanya untuk Allah Taala. Ia harus memahami bahwa menuntut ilmu akan diganjar pahala dan diberi nikmat oleh-Nya.

Ini sesuai firman-Nya, “Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi, shidiqin, dan orang-orang yang mati syahid.” (QS An-Nisa: 69).

Kedua, selalu bersama dengan teman-teman yang bersemangat menuntut ilmu. Mereka akan membantu dengan berdiskusi dan menelaah bersama masalah agama. Teruslah bersama mereka selama mereka senantiasa membantumu dalam menuntut ilmu.

Nabi saw. bersabda, “Seseorang itu sesuai dengan kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad).

Ketiga, bersabar ketika jiwa mengajak berpaling dari ilmu. Allah Swt. berfirman, “Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini.” (QS Al-Kahfi: 28).

Bersabarlah dalam menuntut ilmu. Merasa terbiasa dan nyaman saat melakukan aktivitas menuntut ilmu memang butuh upaya keras agar menjadi suatu kebiasaan (habits). Saat kita sudah terbiasa, hari-hari yang terlewat tanpa menuntut ilmu akan terasa sebagai hari penuh nestapa. 

Ketika jiwa menginginkan “bebas” sebentar dari kewajiban menuntut ilmu, jangan dibiarkan. Jiwa seperti itu mengajak kepada keburukan. Setan kerap kali menghasut manusia untuk malas dan tidak mau menuntut ilmu. (Kitabul ‘Ilmi, hlm. 97).

Menuntut ilmu agama merupakan bagian dari perjalanan seumur hidup. Usia tidak mencegah kita mencarinya, karena menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, terlebih bagi aktivis dakwah.

Nabi saw. bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR Ibnu Majah).

Duhai aktivis dakwah, menuntut ilmu merupakan ibadah yang paling afdal. Seluruh ibadah hanya bisa ditunaikan dengan ilmu yang diajarkan oleh Allah Swt. melalu para nabi. Allah pasti memberikan pahala kepada hamba-Nya yang mau bersusah payah menuntut ilmu.

Allah Swt. berfirman, “Maka ilmuilah (ketahui)! Bahwasanya, tiada sesembahan yang berhak disembah, selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19). 

Pada ayat ini, Allah memulai dengan “ilmuilah”, lalu mengatakan “mohonlah ampun.” Ilmuilah yang dimaksudkan ialah perintah untuk berilmu terlebih dahulu. Sedangkan “mohonlah ampun” adalah amalan. Hal ini pertanda bahwa harus berilmu lebih dahulu sebelum beramal.

Al-Muhallah rahimahullah mengatakan, “Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan (karena tidak didahului dengan ilmu). Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang gila yang pena diangkat dari dirinya.” (Syarh Al Bukhari Ibni Baththol, hlm. 144).

Tidak memiliki ilmu, menyebabkan seseorang akan membuat-buat ibadah tanpa tuntunan. Contohnya, seorang pedagang akan melakukan pelanggaran syariat karena tidak memahami fikih muamalah. Akhirnya ia bisa terjerumus dalam transaksi riba. 

Maka, camkan ini , wahai engkau siapa pun yang dengan mempelajari berbagai ilmu. Umar bin ‘Abdul Aziz pernah berkata, “Barang siapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, ia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.” (Al Amru bil Ma’ruf, hlm.15). Inilah bahaya kebodohan. Astagfirullah. 

Wallahualam bissawab.

Baca juga:

0 Comments: