Headlines
Loading...
Oleh. Teti Rostika

Sahabat, tentu dalam menjalani hidup yang penuh dengan perjuangan akan selalu ada pengorbanan. Ingin sukses harus berkorban waktu dan tenaga bahkan keluarga. 

Ketika seorang suami ingin bisa menafkahi anak dan istri, maka dia akan selalu berkorban walau lelah, walau jarak jauh, walau harus menerima kritikan dari atasan bahkan dimarahi atasan hanya karena salah, suami akan rela. 

Begitu juga seorang wanita. Ketika dia sudah berumah tangga, agar tetap bisa membahagiakan orang tua yang sudah memberikan pendidikan sampai sarjana, agar kebutuhan rumah tangga bisa stabil, agar gelar dan impian bisa diambil, ada pengorbanan yang dilakukan. Yaitu harus rela menitipkan anak dan rela bekerja dua kali lipat. Walaupun pekerjaan membereskan rumah dan masak bisa diambil alih oleh ART, tapi kasih sayang pengasuhan orang tua tidak akan bisa diganti oleh orang lain. Sekalipun kerabat sendiri atau orang tua sendiri yang mengasuh.

Sehingga pengorbanan akan selalu ada selama hidup masih berjalan. Berbicara pengorbanan, aku mendapat teladan pertama, bisa tahu arti pengorbanan itu apa dari orang tua. Baik dari Emak ataupun Bapak. 

Saat itu usiaku 9 tahun, Emak melahirkan adik saat aku duduk di bangku kelas 3 SD. Aku melihat pengorbanan emak yang usianya di atas kepala 40 harus melahirkan lagi. Aku melihat pengorbanan emak yang memberikan ASI. Emak selalu sabar pada kami. Tidak pernah ada satu anak yang telah merasakan dipukul Emak. Padahal anak Emak banyak.  Bahkan karena tidak memakai KB, tiap dua tahun sekali Emak melahirkan. Tapi Emak selalu sabar menyuapi kami, mendahulukan makan kami, menjaga kami. Bahkan saking khawatirnya Emak pada kami, saat kami SD, hanya dibolehkan bermain di rumah dan halaman rumah saja. Kami tidak diizinkan bermain di rumah teman. Sampai saat ini pun, urusan makan selalu nomor satu. Jika aku berkunjung ke rumah Emak, maka pertama yang Emak tanyakan  adalah apa aku sehat.  Lalu kami disuruh cepat makan.

Begitupun dengan Bapak. Aku mengerti arti pengorbanan saat melihat bagaimana  Bapak bersikap dalam urusan makan. Karena anak Emak dari pertama sampai aku kelima hanya berselang 2 tahun saja. Kaka pertama lahir 1980, Kaka kedua lahir tahun 1982, Kakak ketiga lahir tahun 1984 san kakak ke empat lahir tahun 1986. Dan aku lahir tahun 1988.

 Bapak menyadari bagaimana pengasuhan Emak pada kami yang masih kecil. Sehingga Bapak rela membantu pekerjaan rumah. Walau lelah sehabis berjualan dari pasar. Emak selalu cerita bahwa yang mencuci baju, memasak nasi, dan mengukus oyek juga. Bahkan saat ada makanan, Bapak tidak berani makan teman nasi yang bapak sediakan hasil beli di pasar sambil pulang ke rumah.

Baik teman nasi berupa ikan, ayam dll, bapak selalu mendahulukan makanan untuk anak.
Walau sebetulnya cukup ada jatah buat Bapak, tapi Bapak tetap tidak mau memakan makanan yang disediakan untuk anak. Bapak memilih makan dengan cabe, kencur disiram air lalu pakai nasi. Hal itu bapak lakukan juga sampai saat ini. 

Bapak dan emak, saya doakan semoga selalu sehat dan berkah usianya. 

Bandung, 8 Agustus 2024

Baca juga:

0 Comments: