Headlines
Loading...
Oleh. Sri Suratni  

Sahabat, dalam sebuah hadis Rasulullah saw. mengabarkan bahwa kelak di masa yang akan datang umat Islam berada dalam keadaan yang sedemikian buruknya sehingga diumpamakan laksana makanan yang diperebutkan sekumpulan pemangsanya. 

Selengkapnya hadis tersebut sebagai berikut

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: «بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهْنَ»، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الْوَهْنُ؟ قَالَ: «حُبُّ الدُّنْيَا، وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

Artinya : Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya. Maka seseorang bertanya : ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” (Bahkan kalian banyak, akan tetapi kalian seperti buih mengapung). Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menimpakan dalam hati kalian penyakit Al-Wahn. Seseorang bertanya : ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahn itu?” Nabi shallallahu ’alaih wa sallam bersabda : ”Cinta dunia dan takut akan kematian. (HR. Abu Dawud, hadist no. 4297).

Dari penuturan Rasulullah tersebut dapat kita ketahui bahwa Nabi saw. pernah memprediksi bahwa akan tiba suatu masa yang mana orang-orang beriman akan menjadi kumpulan manusia yang menjadi perebutan umat lainnya, mereka mengalami keadaan yang sedemikian memprihatinkan sehingga diumpamakan seperti suatu porsi makanan yang diperebutkan oleh sekumpulan pemangsa. Itu artinya bahwa pada saat itu kaum muslimin menjadi bulan-bulanan kaum lainnya, hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki kemuliaan sebagaimana di masa lalu. Mereka telah diliputi kehinaan. Pada masa itu muslimin tertipu dengan banyaknya jumlah mereka padahal tidak bermutu. Sahabat menyangka bahwa keadaan hina yang mereka alami disebabkan jumlah mereka yang sedikit lalu Nabi saw. menyangkal dengan mengatakan bahwa jumlah muslimin pada waktu itu banyak namun berkualitas rendah. 

Hal ini juga dapat berarti bahwa pada masa itu umat Islam hanya peduli dengan kuantitas atau jumlah namun lalai memperhatikan aspek kualitas. Yang penting banyak pendukung tidak peduli apakah mereka berkualitas atau tidak. Sehingga kaum muslimin menggunakan tolak ukur mirip kaum kuffar, yang mana mereka menganggap bahwa yang banyak pasti mampu mengalahkan yang sedikit.

Mereka gemar menggunakan prinsip "mayoritas lah yang berkuasa", yaitu prinsip yang menjiwai falsafah demokrasi. Padahal Allah Swt. menegaskan di dalam Al-Qur'an bahwa pasukan berjumlah sedikit dapat mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya lebih besar dengan izin Allah. 

"... Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS. Al-Baqarah : 249)

Pada masa kaum muslimin terhina, maka kuantitas mereka yang besar tidak dapat menutupi kelemahan kualitas. Sehingga Nabi saw.  mengumpamakan seperti buih mengapung

Sahabat, coba kita perhatikan tabiat buih di tepi pantai. Kita lihat bahwa buih merupakan sesuatu yang paling terlihat,  paling indah dan berjumlah sangat banyak saat ombak sedang bergulung. Namun buih pulalah yang paling pertama menghilang saat angin berhembus lalu menghempaskannya ke udara. 

Nabi Muhammad saw. mengisyaratkan bahwa jika umat Islam dalam keadaan terhina maka salah satu indikator utamanya adalah rasa gentar menghilang di dalam dada musuh menghadapi umat Islam. Artinya, sesungguhnya Nabi saw. lebih menyukai umat Islam senantiasa berwibawa sehingga disegani dan ditakuti oleh musuh 

Dewasa ini kita melihat bahwa para pemimpin berbagai negeri yang penduduknya mayoritas muslim justru memiliki rasa segan dan rasa takut menghadapi para pemimpin kalangan kaum kufar Barat. 

Nabi saw. kemudian menjelaskan apa sesungguhnya yang melatarbelakangi umat Islam di masa itu menjadi terhina dan hilang kemuliaannya. Tidak lain adalah umat Islam diselimuti penyakit cinta dunia dan takut mati. 

Saat itu sistem dan konsep hidup kaum kuffar yang mewarnai kehidupan kaum muslim. Kaum kuffar tidak mengenal dan meyakini adanya kehidupan selain dari kehidupan dunia yang fana ini. Mereka sangat peduli dengan kemenangan, keberhasilan, kebahagiaan dan kekuasaan di dunia ini. 

Mereka menyangka bahwa dunia adalah kehidupan yang final. Sehingga mati-matian berjuang untuk meraih segala target keberhasilan duniawi. 
Mengapa demikian? Karena sesungguhnya mereka tidak pernah meyakini adanya kehidupan akhirat. 

Umat Islam yang lemah dan kehilangan giliran memimpin umat manusia, akhirnya menjadi lemah pula dalam hal keyakinan dan sikap hidup. Mereka mulai ketularan penyakit kaum kuffar, mencintai dunia lalu mulai melupakan bahwa kehidupan akhirat itulah sesungguhnya kehidupan yang hakiki. Lupa bahwa dunia ini hanya fatamorgana dan sementara. 

Allah berfirman 

وَمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَهْوٌ وَّلَعِبٌۗ وَاِنَّ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

Artinya : Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.

Karena kecintaan kepada dunia sedemikian dominan, maka secara otomatis hilangnya kerinduan bahkan kesiapan menghadapi alam berikutnya yakni alam akhirat. Muslim yang lemah mental dan tidak teguh dalam memegang keyakinan akan kehilangan kesiapan dan keberanian menghadapi kematian. Nauzubillah minzalik. 

Sahabat, semoga kita tidak termasuk bagian dari kaum muslimin yang mencintai dunia dan takut menghadapi kematian. Sungguh gemerlap dunia dengan segala kenikmatannya akan segera sirna dan kita tinggalkan untuk selamanya. Kebahagiaan dan kenikmatan yang abadi hanya ada di Surga-Nya Allah. Jangan sampai tergadai keimanan dan keyakinan kepada Allah dan hari akhirat hanya karena terbuai kenikmatan dan keindahan dunia yang sesaat. 

Wallahualam bissawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: