Headlines
Loading...
Oleh. Muflihah 

 Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur'an surah Ali-Imran ayat 110 dan 104, yang artinya:
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlul kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."

Dakwah adalah menyeru, mengingatkan untuk hal-hal kebaikan dan apabila ada kemungkaran maka cegahlah kemungkaran itu semampu kita. Rasulullah saw. menyuruh umatnya untuk tidak tinggal diam bila menyaksikan kemungkaran.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Jika kita tidak suka dengan kemaksiatan, kezaliman, dan kejahatan, tetapi tidak berupaya untuk mencegahnya, itu menandakan selemah-lemahnya iman. 

Lantas bagaimana dengan orang-orang yang ketika melihat kemungkaran tetapi hatinya biasa-biasa saja? Bahkan, bersikap acuh seolah-olah itu bukan urusannya, mau berbuat apa pun tidak tahu caranya, sehingga memilih diam saja tanpa ada perlawanan.

Lebih mirisnya lagi yang mengaku beriman tetapi malah justru menjadi pelaku kemungkaran itu. Karena di zaman sekarang ini, pelaku maksiat justru bangga
 Bahkan ada orang tua yang senang anaknya ditonton orang, berjoget-joget tanpa malu. Orang tua rela tidak sadar bahwa dia kehilangan kehormatannya sebagai orang tua.
Dan anehnya lagi dirinya mengaku masih beriman dan percaya akan adanya Allah Sang Pencipta manusia.

Di sinilah pentingnya untuk saling mengingatkan. Di sini saatnya juga kita mengambil peran. Mungkin kita bukan penguasa yang memiliki tahta sehingga dengan tangan kita, kita bisa mengubahnya.
Kita juga bukanlah kyai yang fatwanya selalu dipatuhi dan diikuti. Tetapi kita juga bukanlah orang yang rela melihat kemungkaran. Setidaknya kita masih memiliki iman di dalam hati. Takut dengan hari perhitungan, takut dengan azab dan ancaman Allah. Cukupkah kita hanya mengingkari kemungkaran itu dengan hati saja, yang menandakan betapa lemahnya keimanan?

Maka menulis adalah jalan alternatif untuk mencegah kemungkaran. Karena menulis bisa menjadi wasilah untuk dakwah.

Saya masih teringat pesan dari para guru bahwa dakwah itu tidak harus di mimbar.  Dakwah itu tidak harus jadi santri dulu, tidak harus menunggu ilmunya menyundul langit.
Dakwah itu adalah aktivitas yang sangat mulia, terlebih kalau dakwahnya itu untuk menyeru kebaikan, untuk menolong agama Allah.

Semoga saya bisa ikut menorehkan jejak dakwah lewat tulisan, dakwah bil qalam, menulis kebaikan yang diawali tilawah Al-Qur'an. Sembari belajar semoga Allah memberikan saya pemahaman, sehingga bisa membedakan mana yang hak dan mana yang batil.

Alhamdulillah saya bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang salihah pejuang pena, yang setiap hari mempertajamkan tulisannya, menggoreskan aksara, menyebarkan indahnya ajaran Islam.

Semoga Allah mampukan saya, berlatih menggoreskan pena sebagai jejak karya, 
Menulis sesuatu hal yang ada manfaatnya semoga kelak tulisan itu bisa membuat saya tersenyum di hari perhitungan.
Karena dakwah adalah pekerjaan yang mulia.
Terus belajar dan berusaha melakukan kebaikan semampu bisa. Menjadi orang-orang yang tangguh di era penuh tipu daya.

Bersama sahabat-sahabat surga kita bersama-sama mentadabburi ayat-ayat cinta-Nya, mengamalkan isinya dan menyebarkannya lewat aksara.
Ya Allah, teguhkanlah hati kami, kuatkanlah keimanan kami, berilah kami kesabaran melewati hidup di fase penuh dengan tipuan.
Semoga kabar gembira (bisyarah) dari Rasulullah itu segera datang. Aamiin aamiin ya rabbal alamiin.

Baca juga:

0 Comments: