Headlines
Loading...
Oleh. Neni Arini 

Situasi di negeri kita tercinta Indonesia, sedang tidak baik-baik saja. Setelah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menolak atas keputusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung, banyak reaksi keras yang datang dari berbagai macam kalangan masyarakat. Hal ini memicu terjadinya demostrasi di berbagai kota hingga berhari-hari.

Dari Sidoarjo, kami menyaksikan saudara-saudara kami dari Jakarta, Bandung, Semarang, Medan dan berbagai kota lainnya menjadi korban kebrutalan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Aparat kepolisian ini bertugas menangani unjuk rasa dalam mengawal putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak dinasti politik Bapak Presiden Joko Widodo. Hampir semua media sosial meliput kejadian demostrasi tersebut. Namun anehnya, media televisi justru sepi akan pemberitaan seputar itu (1/9/2024).

Gemas dan marah menjadi satu karena presiden beserta wakilnya tetap diam dalam kondisi ini. Bapak Jokowi tidak mau bertemu dengan rakyat yang sedang mencoba menyampaikan segala aspirasinya. Sikap yang sama ditunjukkan oleh wakil presiden. Apakah tugas presiden dan wakilnya itu hanya untuk hadir di perhelatan acara resmi saja? sementara kondisi negeri yang menunggu kehadiran para pemimpin bangsa, tidak digubrisnya.

Lalu siapakah yang harus kita salahkan atas aksi demonstrasi yang terjadi ini? Apakah Bapak Joko Widodo yang sangat ingin anak bungsunya lolos pilkada? Atau mungkin para anggota terhormat kita, para politikus DPR yang dengan sengaja menjegal tokoh-tokoh yang berpotensi menang dalam Pilkada?

Sudah terlalu lama negeri ini dikerubuti oleh tikus-tikus berdasi. Terlalu banyak kebijakan zalim yang menyakiti sanubari. Terlalu bosan rasanya melihat semrawutnya implementasi dari kebijakan setengah hati.
Adabya demonstrasi mahasiswa dan masyarakat dari berbagai elemen di tengah peliknya persoalan bangsa ini, bak angin segar di siang hari.

Semua yang terjadi hari ini karena semua pemimpin terpilih, lahir dari sistem demokrasi. Sistem yang telah menjadikan pemimpin enggan untuk menerapkan syariat Islam, sebab demokrasi lahir dari sekularisme, yaitu cara pandang tentang kehidupan yang memisahkan agama dan negara.

Sudah saatnya masyarakat dan para mahasiswa menyerukan perubahan yang mendasar, yaitu menolak penerapan demokrasi lebih lama lagi. Karena demokrasilah penyebab utama penguasa terus melanggengkan keinginan untuk berkuasa.

Masyarakat sebagai bagian dari umat negeri ini harus menuntut penerapan ideologi Islam beserta sistem pemerintahannya, yaitu Khil4fah. Karena hanya ideologi Islamlah, satu-satunya ideologi yang sahih dan terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya.

Jika hanya berganti rezim tanpa berganti sistemnya, ibarat keluar dari mulut harimau dan masuk mulut buaya, sama-sama menderita. Untuk itu, tolak demokrasi dan ganti dengan sistem Islam agar kehidupan kembali berkah.


Sidoarjo, 5 September 2024

Baca juga:

0 Comments: