OPINI
Harga MinyaKita Melambung, Keseriusan Negara Dipertanyakan
Oleh. Fitri Maya
Dikutip dari ekonomi.bisnis.com, harga minyak goreng dengan merk dagang MinyaKita mengalami kenaikan. Kenaikan harga minyak goreng MinyaKita di disoroti oleh Kedeputian III bidang Perekonomian kantor Staf Presiden (KSP), Edy Priyono. Edy menyayangkan harga MinyaKita yang ikut melambung tinggi di pasaran di tengah makin mahalnya harga minyak goreng curah. Pemerintah pada mulanya mengupayakan untuk mendorong dan menggeser masyarakat dari mengkonsumsi minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan, termasuk minyak goreng merk MinyaKita. (ekonomi.bisnis.com, 9/9/2024)
Di sisi lain, ekonom dan pakar kebijakan publik, Ahmad Nur Hidayat, bingung atas aturan Kemendag yang menyatakan bahwa minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, langkah pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi minyak kita merupakan keputusan yang tidak masuk akal. Pasalnya, dia menyebut Indonesia merupakan eksportir minyak sawit mentah (CPO) bahan baku minyak goreng. Merujuk dari laporan hub pengusaha kelapa sawit Indonesia (GAPKI) stok awal CPO pada Januari 2024 sebesar 146 juta ton, sementara laporan jumlah ekspor mencapai 2,802 juta ton minyak goreng.
Menurut Tulus, telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat karena itu negara seharusnya mengintervensi keadaan melalui kebijakan agar harga bisa turun. Salah satunya dia menyarankan dengan membereskan jalur distribusi sehingga pasokan lancar dan tidak ada kenaikan harga karena faktor jalur distribusi yang rumit dan “High Lost” kata dia. Ketua YLKI tulus abadi berpendapat dengan naiknya harga minyak kita akan menggerus daya beli masyarakat, banyak masyarakat mengeluhkan kenaikan harga minyak mulai dari pedagang, konsumen dan pelaku UMKM. Bagi konsumen pengeluaran rumah tangga mereka akan bertambah, untuk membeli kebutuhan sehari-hari semakin sulit, masih banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi bagi pedagang dan pelaku UMKM dapat kehilangan konsumen, pendapatan menurun akibat makin tingginya modal dagang untuk biaya produksi. Keadaan ini perlu dievaluasi. Betapa susahnya rakyat menjangkau harga minyak goreng padahal Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar didunia. (Liputan6.com, 20/7/2024).
Tak bisa dimungkiri bahwa terdapat kesalahan yang terjadi pada negeri ini. Negeri ini masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme dalam mengatur urusan negara dan rakyat. Segala kebijakan pangan yang dikeluarkan penguasa pada saat ini seluruhnya lahir dari sistem kapitalisme. Negara menyerahkan pengurusannya dari sektor hulu hingga sektor hilir atau distribusi pada pihak korporasi, sementara negara hanya bertindak sebagai regulator yang menjadi bisnis kondusif bagi para pemilik modal. Ketika negara sudah tidak berperan dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, pihak swasta menjadi lebih leluasa dalam menguasai rantai produksi hingga distribusi. Buktinya, sebagian besar lahan sawit dikuasai oleh pihak swasta dengan izin pengelolaan yang semakin dipermudah oleh negara. Begitu pula dengan minyak goreng, alhasil negara sangat bergantung pada pihak swasta dalam hal pemenuhan stok minyak goreng dalam negeri. Kondisi ini dimanfaatkan pihak swasta untuk menyetir harga pasar demi mendapatkan keuntungan. Negara gagal memberantas pelaku kartel hingga penimbun di rantai distribusi sehingga harga minyak menjadi tidak stabil. Sungguh kestabilan harga minyak yang terjangkau oleh masyarakat tidak akan terwujud dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.
Berbeda dengan sistem Islam. Prinsip kepemimpinan dalam Islam adalah pengaturan hajat hidup rakyat dibawah kendali pemerintah, sebab pemimpin adalah pihak yang mengatur urusan rakyat dan akan dimintai pertanggung jawaban atas nasib rakyat yang ia urus. Paradigma dalam mengurus rakyat adalah pelayanan, bukan bisnis yang menguntungkan. Islam dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat menjadi tanggung jawab negara dengan berbagai mekanisme sesuai syariat Islam. Oleh karena itu, minyak goreng sebagai kebutuhan pangan rakyat akan dipenuhi negara secara maksimal dan menyeluruh.
Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan minyak goreng pada pihak swasta. Ada beberapa langkah yang dilakukan negara, yaitu pertama, negara akan menjaga pasokan produksi dalam negeri dengan memberi dukungan bagi para petani sawit dalam mengelola lahan. Negara akan memudahkan petani sawit mendapat lahan, selain itu negara menunjang sarana dan infrastruktur pertanian. Bahkan negara menjadikan sektor pertanian produktif dengan kemudahan petani mengakses modal untuk bertani.
Kedua, negara akan menciptakan pasar yang sehat hingga terwujud kestabilan harga. Negara akan mengawasi rantai distribusi dan akan menghilangkan segala penyebab distorsi pasar. Dalam Islam penimbunan minyak goreng akan mendapat sanksi tegas dari negara.
Ketiga, negara tidak menetapkan HET untuk produk pangan apapun tetapi menyerahkan harga pada mekanisme pasar namun tetap dalam pengawasan negara.
Keempat, negara membolehkan pihak swasta mendirikan perusahaan produksi minyak goreng namun tidak membiarkan perusahaan menguasai rantai produksi pangan rakyat untuk mencapai keuntungan. Oleh karena itu, penerapan sistem ekonomi Islam dalam pengolahan sawit akan mudah diperoleh oleh rakyat dengan harga murah.
Sungguh, penerapan Islam secara keseluruhan di bawah institusi Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan rakyat karena negara benar-benar diposisikan sebagai pengurus dan pelayan rakyat (raa’in). Mari bersama-sama memperjuangkan agar sistem Islam tegak kembali di kehidupan. Wallahualam bissawab.
0 Comments: