Headlines
Loading...
Oleh. Noviya Dwi

Berdasarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2019, sejak masa krisis pandemi covid-19, masyarakat kelas menengah di Indonesia turun kasta, jumlah kelas menengah di Indonesia sebanyak 57,33 juta orang setara dengan 21,45 persen dari total keseluruhan penduduk di Indonesia. Lalu pada tahun 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang setara dengan 17,13 persen dari total keseluruhan penduduk di Indonesia. Artinya penduduk di Indonesia ada 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. 

Demikian pula angka kelompok masyarakat rentan miskin ikut naik pada tahun 2019 sebanyak 54,97 juta orang setara dengan 20,56 persen, naik menjadi 67,69 juta orang setara dengan 24,23 persen dari total penduduk pada tahun 2024. Dari angka di atas terlihat bahwa penduduk kelas menengah lebih cenderung di kelompok menengah rentan, bahkan rentan miskin (31/08/2024).

Permasalahan kemiskinan tidak kunjung selesai di negeri ini. Pemerintah senantiasa berkilah menggunakan berbagai alasan, efek pandemi covid-19 salah satunya. Pemerintah menetapkan kategori standar miskin hingga kelas menengah ke atas dengan angka yang tidak masuk akal, di tengah harga bahan pokok yang kian melonjak dan beban pajak yang bertambah.

Dampak dari pandemi covid-19 ikut andil dalam turunnya perekonomian, tetapi perlu dipahami bahwa sebelum pandemi terjadi, kemiskinan sudah melanda dunia global. Kemiskinan terjadi karena distribusi kekayaan tidak merata, hal ini mutlak terjadi karena sistem kapitalisme memperbolehkan kebebasan kepemilikan.

Kebebasan kepemilikan ini berbahaya karena harta kepemilikan umum atau SDA bisa dikuasai oleh pemilik modal. Padahal SDA adalah harta rakyat yang seharusnya digunakan untuk mengurus keperluan rakyat, seperti membiayai pendidikan, kesehatan, dan keamanan rakyat sehingga rakyat bisa menikmatinya dengan gratis. Akibat SDA tidak dikelola dengan benar, keuntungan kekayaan yang melimpah ruah masuk ke kantong-kantong kapital. 

Rakyat hanya bisa pasrah karena pengelolaan SDA oleh para pemilik modal dilegalkan oleh undang-undang, maka wajar rakyat hidup dalam kemiskinan, sebab harta mereka dirampas oleh para pemilik modal yang bersekongkol oleh penguasa. Tak heran jika kelas menengah ke bawah masuk ke dalam kelompok miskin. Pasalnya beban hidup saat ini sungguh berat.

Solusi paripurna dalam sistem Islam memandang kesejahteraan adalah hak setiap individu. Standar kesejahteraan dalam sistem Islam adalah setiap orang terpenuhi kebutuhan pokoknya dan terpenuhi kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. 

Negara wajib menjamin kebutuhan pokok masyarakat dengan memudahkan kepada setiap laki-laki untuk bekerja, membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dalam industri, SDA, perdagangan, dan ekonomi riil lainnya. Negara wajib menjamin secara langsung biaya kebutuhan dasar publik, berasal dari pos kepemilikan umum baitulmal. Jaminan ini akan membuat masyarakat, muslim maupun nonmuslim, kaya maupun miskin bisa menikmatinya secara gratis. 

Negara wajib mengatur dengan tegas aturan kepemilikan, SDA tidak boleh dikelola oleh swasta. Kepemilikan umum harus dikelola negara, hasilnya dikembalikan kepada rakyat secara langsung dalam bentuk subsidi dan secara tidak langsung dalam bentuk jaminan kebutuhan publik. 

Negara wajib memastikan distribusi kekayaan oleh individu, masyarakat, dan negara. Dalam syariat Islam ada tiga cara bentuk distribusi kekayaan, salah satunya zakat, negara memberikan sebidang tanah untuk dikelola kepada orang yang mampu mengelolanya dan penetapan aturan terkait pembagian harta waris di antara para ahli waris. Mekanisme dalam Islam seperti ini sangat realistis dalam mengentaskan kemiskinan di tengah masyarakat. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: