OPINI
Lahan Diambil Paksa, Bagaimana Peran Negara?
Oleh. Audina Putri
(Aktivis Dakwah Muslimah)
Negara adalah perisai dan pelindung masyarakat dari berbagai ancaman dan kecaman yang membahayakan. Negara adalah penjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat agar kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan damai. Namun, bagaimana jika negara tak mampu melindungi dan menjaga hak serta keamanan rakyat? Bagaimanakah nasib rakyatnya?
Dikutip dari llaman media Pekanbaru.tribunnews.com, 05/09/2024, Rosmidah Daulay seorang ibu yang masuk ke parit galian sebagai aksi untuk mempertahankan tanahnya yang terkena jalur tol ini viral. Awalnya, ketika mendapat kabar bahwa tanahnya masuk jalur pembangunan tol ia merasa senang karena berharap uang ganti ruginya bisa ia pergunakan untuk mengobati anaknya yang terkena kanker getah bening. Anak bungsunya, Indra Kurniawan terkena kanker saat kelas 2 sekolah dasar dan saat ini usianya telah 25 tahun, namun mengalami kelumpuhan.
Dulu dokter mengatakan Indra harus menjalani 18 kali kemoterapi, namun pada saat kemoterapi yang ke-16 Indra tidak bisa berdiri hingga saat ini. Indra yang kini menjadi mahasiswa semester 7 Universitas Muhammadiyah Riau tiba-tiba mendapatkan kabar bahwa harus keluar dari kampus, alasannya karena dia tidak bisa mengikuti perkuliahan di laboratorium, sehingga tidak mendapat nilai.
Tekanan yang bertubi-tubi ini membuat Rosmidah meminta bantuan pihak berwenang, tanah yang ia beli dengan cara mencicil dari Gabungan Koperasi Pegawai Negeri (GKPN) tahun 1980-an kini di klaim oleh pihak lain yang mengatakan bahwa itu adalah tanah ulayat masyarakat adat. Ia merasa kecewa sebab alat berat sudah didatangkan untuk mulai bekerja sementara uang ganti ruginya belum juga ia terima.
Kejamnya Sistem Kapitalis
Jalan tol yang katanya akan sangat menguntungkan masyarakat, baik dalam segi perekonomian, untuk mempermudah jalur transportasi dan jasa distribusi. Tapi sayangnya harapan tak semanis kenyataan, buktinya rakyat justru menderita akibat pembangunan ini, tanah mereka belum jelas bagaimana ganti ruginya namun pembangunan sudah dijalankan. Jadi rakyat yang mana yang diuntungkan?
Tentu saja keuntungan besar akan diraup oleh para oligarki dan pemilik modal, mereka akan mendapatkan keuntungan selama puluhan tahun masa kontrak, juga bebas menentukan tarif tol tanpa memperhatikan rakyat. Sudah jelas pembangunan ini sebenarnya bukanlah untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kaum menengah ke atas, sebab tol hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda empat, rakyat kecil hanya akan menjadi korban penggusuran dengan iming-iming uang gantian, dan hanya bisa gigit jari melihat tanah mereka telah beralih fungsi.
Terkadang mata pencaharian mereka pun ikut terusir dengan diambilnya tanah tadi, uang yang didapat hanya bisa membuat mereka membeli rumah di tempat yang kurang strategis, bahkan tak bisa membuka usaha lain lagi. Belum ada upaya penyelesaian yang adil dari pemerintah, yang ada hanya kebijakan yang berat sebelah, yang tentu saja berpihak kepada para oligarki, seperti keadaan yang sudah-sudah, sistem kapitalis hanya akan memandang uang dan peluang.
Akibatnya, kepentingan rakyat terabaikan. Sistem ini menekan hidup rakyat, dan akan sangat terasa pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Kebebasan ekonomi yang membuat para pengusaha menguasai lahan sebanyak-banyaknya dan memonopoli kepentingan umum. Dan pemerintah di sini berdiri untuk memuluskan jalan mereka, bukan menjaga hak masyarakatnya.
Pembangunan Infrastruktur dalam Islam
Islam membuat setiap kebijakan dengan memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan umat, bukan untuk keuntungan pribadi apalagi oligarki. Pembangunan dan pengelolaan akan dilaksanakan oleh negara. Investor terutama asing tidak akan diperbolehkan, sehingga fasilitas ini dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat dengan biaya yang murah bahkan gratis.
Negara berfungsi sebagai ra'in dan junnah, yakni pelayan dan pelindung umat. Pemerintah bukanlah penguasa, jadi tidak akan memberikan aturan atau kebijakan yang akan merugikan masyarakat. Dalam Islam, kepemilikan terbagi 3, yakni kepemilikan negara, umum, dan individu. Jalan dalam Islam adalah milik umum, sehingga sangat tidak diperbolehkan untuk dimiliki atau dikuasai oleh individu maupun swasta.
Semua kepemilikan umum, dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh masyarakat. Berdasarkan hal ini, adanya tol maupun proyek lainnya sangat dilarang. Hukum kepemilikan ini sangat dijaga oleh negara, sehingga tidak akan mungkin terjadi perampasan lahan ataupun penggusuran apabila masyarakat keberatan.
Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang mengambil sesuatu (sebidang tanah) yang bukan haknya maka pada hari kiamat nanti akan dibenamkan sampai 7 bumi." (HR. Bukhari).
Pembangunan infrastruktur dalam Islam harus sesuai dengan kaidah-kaidah Islam secara menyeluruh. Negara harus meminta kerelaan masyarakat, juga dengan ganti rugi yang setimpal dan tidak akan menzalimi rakyat. Pernah di zaman Khalifah Umar bin Khattab, Amr bin Ash sebagai gubernur Mesir akan mendirikan sebuah masjid, sehingga harus menggusur gubuk milik seorang kakek yahudi. Kakek yahudi itu keberatan dan mengadukan nasibnya kepada Khalifah Umar, Umar lalu menitipkan pesan melalui tulang yang ketika dibaca oleh Amr ia lalu merobohkan masjid yang sedang dibangun dan membuat kembali rumah untuk kakek yahudi tersebut.
Ternyata, Umar memberikan peringatan kepada Amr untuk berlaku adil, dan sanksi tegas yang akan dia dapatkan jika melalaikan kewajibannya tersebut. Begitulah Islam mengatur keadilan untuk setiap warga negara. Meskipun bukan muslim, namun mereka yang terikat perjanjian memiliki hak yang sama dengan muslim lainnya sehingga mereka juga berhak mendapatkan hak-haknya sebab Islam tidak pernah membeda-bedakan. Seluruh konflik lahan dan infrastruktur akan sangat mudah diselesaikan apabila negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh.
Wallahualam bissawab. [An]
0 Comments: