Headlines
Loading...
Oleh. Ratty S Leman

Nasib pilu dialami seorang remaja perempuan di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Dia dicabuli kepala sekolahnya berinisial J (41) yang juga seorang PNS. Mirisnya, pencabulan ini disetujui dan diketahui ibu kandungnya yang juga seorang PNS berinisial E. (Kumparan News, 1-09-2024).

Ibu yang seharusnya menjadi pendidik utama dan pertama justru melakukan kekejian dan kezaliman yang luar biasa. Tak bisa dinalar oleh akal dan tak bisa diterima oleh hati. Tetapi ini nyata dalam sebuah sistem yang sekuleristik dan kapitalistik. Apakah kehidupan saat ini bisa disebut sebuah peradaban? Tentu saja tidak. Alih-alih peradaban mulia seperti yang tercipta jika kita melaksanakan aturan Islam. Kehidupan saat ini tak pantas disebut sebagai sebuah peradaban. 

Ibu guru mengantarkan anak kandungnya sendiri ke kepala sekolah yang menjadi selingkuhannya untuk diperkosa sebanyak 5 kali demi sebuah kepercayaan melaksanakan ritual suci. Astaghfirullah, naudzubillah mindzalik. Setan apa yang sudah merasukinya? Ibu guru yang seharusnya dapat diandalkan dalam mendidik anak malah melakukan perselingkuhan dengan kepala sekolah sebagai rekan kerjanya di kantor. 

Anak yang seharusnya dia jaga dan dia rawat dengan baik malah dikorbankan untuk memuaskan hawa nafsu setannya yakni diberikan kesuciannya kepada kepala sekolah teman selingkuhannya. 

Kesalahan berikutnya dia percaya ritual syirik yakni ritual yang tidak senonoh yang tak bisa dinalar oleh akal dan ditolak oleh hati nurani. Ajaran sesat macam apa yang telah merasuki seorang Ibu sekaligus seorang pendidik. Bagaimana dia bisa mendidik orang lain? Mendidik dirinya sendiri dia tak bisa dan mendidik anak pun dia tak sanggup. 

Peristiwa ini menunjukkan matinya naluri keibuan nyata adanya, dan menambah panjang deretan potret buram rusaknya pribadi ibu, rusaknya masyarakat, rusaknya negara, rusaknya peradaban. 
Fenomena ini menunjukkan adanya persoalan sistemis dan bukti kegagalan sistem yang diterapkan, khususnya sistem pendidikan juga sistem sanksi.

Sang Bapak pun punya peran yakni fungsi pengawasannya yang lemah. Pasti dia merasa gagal dalam mendidik istri dan menjaga anak gadisnya. Sungguh pukulan yang hebat yang bisa membuat harga dirinya runtuh. 

Sang anak pun bisa menjadi stress dan depresi akibat ulah mental rusak sang ibu kandung yang guru dan kepala sekolahnya. Sistemnya sudah rusak sehingga merusak generasi. 

Islam menetapkan peran dan fungsi ibu, yaitu sebagai pendidik yang pertama dan utama. Islam juga menyediakan adanya supporting system di tempat kerja. Di dalam Islam tempat kerja diatur sedemikian rupa sehingga pria dan wanita tidak bercampur baur. 

Di dalam Islam kehidupan pria dan wanita terpisah. Jadi tidak memungkinkan antar guru dan antar murid bercampur baur. Interaksi yang sering dan intens akan menyebabkan terjadinya aktivitas mendekati perzinaan. Zina mata adalah melihat, zina mulut adalah ngobrol, zina telinga adalah mendengar, zina kulit adalah bersentuhan, dan zina hati adalah perasaan bergolak pada lawan jenis yang dituruti. 

Kesempurnaan sistem Islam tampak dari sistem pergaulan yang Islami. Sistem pendidikan yang membentuk kepribadian Islam, sistem sanksi dan juga sistem lain yang mampu menjaga setiap individu dalam kebaikan, ketaatan dan keberkahan  Allah Swt. Islam juga mewajibkan negara agar mampu menjaga fitrah ibu, fitrah anak, dan juga fitrah manusia semuanya di muka bumi.

Maka negara wajib mengatur sistem pergaulan, sistem pendidikan, dan sistem sanksi terhadap pelanggaran aturan syariat Islam. Dengan ketatnya aturan ini menjadikan kehidupan yang sesuai fitrah insaniyah akan terwujud. Hidup akan tenang, tentram, bahagia, dan sejahtera dalam naungan Islam. Tak inginkah kita merasakannya? Yuk, mari kita berusaha bersama untuk mewujudkannya. Bisyarah kedua munculnya Daulah khilafah ala minhaji nubuwwah semoga segera terwujud. [ry].

Baca juga:

0 Comments: