Headlines
Loading...
Oleh. Radiyah Ummu Ar-Rafa

Islam dan kaum muslimin pernah berada pada puncak kejayaannya. Selama lebih kurang 13 abad (1.300 tahun) Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Islam sebagai agama yang sempurna berasal dari zat yang Maha Sempurna mampu menguasai ⅔ bagian dunia.

Tidak hanya umat Islam yang hidup sejahtera dalam naungan Islam, umat Nasrani dan Yahudi yang menjadi bagian dari naungan yang menerapkan aturan Allah secara kafah juga turut serta merasakan kesejahteraannya.

Mereka disebut sebagai kafir zimi (orang kafir yang tunduk pada aturan Islam). Dilindungi, dihormati, difasilitasi, dan dijaga kehormatannya. Bahkan darah mereka haram untuk ditumpahkan. Perlindungan dan penjagaan yang luar biasa diberikan oleh Islam terhadap masyarakatnya.

Pendidikan gratis dengan kurikulum yang mencerdaskan dan membangkitkan pemikiran serta pemahaman semua guru dan peserta didik. Generasi yang dihasilkan berkualitas, mampu menguasai ilmu agama, sains, dan teknologi. Perpustakaan gratis dengan buku-buku yang lengkap dan berkualitas.

Banyak ilmuwan-ilmuwan yang dihasilkan dengan karya gemilang. Seperti Al-Khawarizmi penemu angka 0 dan ilmu matematika. Ibnu Sina sebagai bapak kedokteran, Ibnu Hayyan, dan masih banyak lagi ilmuwan Islam lainnya yang menghasilkan banyak karya untuk umat dan kegemilangan Islam. Bahkan di tempat-tempat umum, seperti masjid, pasar, perkantoran banyak buku, makanan, dan minuman yang disediakan secara gratis. 

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka konsep dasar ekonomi dalam Islam adalah tanpa riba. Pendistribusian harta dilakukan secara merata tidak bertumpu pada orang kaya saja. Sedekah disuburkan. Masjid dimakmurkan. Lapangan pekerjaan terbuka lebar dan disediakan oleh negara.

Kesehatan gratis menjadi hal yang nyata ketika Islam diterapkan. Dokter keliling mencari pasien. Semua bentuk pengobatan negara yang memfasilitasi. Mengonsumsi makanan yang halal dan baik adalah aturan dari Allah. Maka itulah yang disediakan oleh negara. Tidak beredar di pasar makanan yang haram dan berbahaya untuk kesehatan.

Semua fasilitas disediakan secara gratis ataupun dengan biaya yang sangat murah. Karena memang merupakan kewajiban bagi negara untuk melayani masyarakat, bukan sebaliknya, masyarakat yang melayani para penguasa seperti saat ini yang terjadi di dalam sistem kapitalisme sekularisme.

Tidak dipungkiri, melihat realitas yang ada selama lebih kurang 13 abad (1.300 tahun) Islam diterapkan. Betapa sejahtera dan bahagianya masyarakat hidup dalam naungan Islam sehingga mereka berbondong-bondong masuk ke dalam Islam tanpa paksaan.

Maha Benar Allah yang telah berfirman dalam QS. An-Nasr ayat 1-2:

اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ. وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ
Artinya:
(1). Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.
(2). Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah.

Sungguh luar biasa keagungan dan kegemilangan Islam. Sesuatu yang sangat kita rindukan bisa merasakan hidup sejahtera, makmur, damai, sentosa, tentunya dengan keberkahan dan rida dari Allah Swt..

Namun, setelah 3 Maret 1924 M hingga saat ini Islam tidak lagi diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Islam hanya diterapkan dalam ranah individu saja dan hanya sebagian-sebagian. Padahal Islam tidak hanya sekedar mengatur ibadah spiritual tetapi mengatur seluruh aspek kehidupan.

Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia yang lainnya. Islam adalah agama yang sempurna dan penyempurna agama-agama sebelumnya.

Inilah yang menjadi tugas dan kewajiban kita bersama. Mengembalikan kegemilangan Islam yang pernah ada, sesuai dengan metode yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah Muhammad saw..

Tetaplah dalam semangat dan terus jaga istikamah agar kerinduan kita terhadap Islam bisa segera terwujud. Kerinduan hidup dalam kegemilangan Islam bisa segera terlaksana atas izin Allah, aamiin allahumma aamiin. [Ni]

Tanjung Morawa, 29 Agustus 2024

Baca juga:

0 Comments: