Headlines
Loading...
Oleh. Rina Yosida

Miris, seorang  anak laki-laki (NAA) berusia 6 tahun ditemukan meninggal, terbungkus karung, di rumahnya yang terletak di Pontianak, Kalimantan Barat. NAA, sering mengalami kekerasan dari ibu tirinya, hingga
 puncaknya terjadi pada Senin, 19 Agustus 2024, yang mengakibatkan ia meninggal dunia. (Kompas.com, 24 Agustus 2024)

Lain lagi kejadian yang tak kalah membuat geger warga Jl. Sepakat RT 46 Kelurahan Baru Tengah, Kecamatan Balikpapan Barat. Bu Hj RK yang menderita stroke selama setahun belakangan ini, dibunuh anak kandungnya, RK (31 tahun) dengan cara digorok lehernya menggunakan parang. Warga pun was-was karena pelaku yang diduga mengalami gangguan jiwa itu, melarikan diri sambil membawa parang. (Procal.co, Sabtu, 24 Agustus 2024)

Sementara itu, di Cirebon, K (22 tahun) tega membunuh ayah kandungnya, Jana (52 tahun), dan menganiaya adik perempuannya, Aam. Kejadian bermula ketika K menganiaya Aam, kemudian ayahnya berusaha untuk menengahi, tetapi K justru menusuk ayahnya di bagian dada sebelah kiri sebanyak tiga kali. (24 Agustus 2024).

Hilangnya Nilai Sebuah Keluarga

Sangat memprihatinkan jika terbersit keinginan untuk menganiaya orang tua atau saudara sendiri, apalagi sampai membunuh. 

Tak sesuai lagi dengan sebuah pepatah Jawa kuno  "Tego larane, ora tego patine", yang artinya tega melihat sakitnya, tapi tak tega melihat kematiannya. Seharusnya, pepatah tersebut menunjukkan betapa kuatnya ikatan sebuah keluarga.

Begitu mudahnya menyakiti tanpa ada rasa empati atau welas asih menyaksikan seorang ayah yang kesakitan, anak kecil yang lemah, serta ibu kandung yang tak berdaya.

Bukan lagi akal yang mengendalikan perbuatannya, tapi lebih pada hawa nafsu yang telah dikuasai bisikan setan. Naudzubillah min dzalik.

Fenomena makin masifnya upaya menjauhkan umat dari akidah Islam yang sebenar-benarnya, ditambah lagi dengan berbagai fasilitas menuju kemaksiatan, makin nyata efek dari semua kerusakan ini adalah umat Islam tak mengenal lagi baik buruknya segala sesuatu wajib terikat dengan hukum syara'.

Nilai sebuah keluarga telah hilang akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme dalam kehidupan. Segala sesuatunya hanya dinilai berdasarkan keinginan sendiri.  Tak melibatkan peran Allah sebagai pengatur kehidupannya.

Halal atau haram, dosa atau pahala, perintah atau larangan Allah, tak menjadi standar dalam berbuat dan berpikir. Sehingga manusia  selalu diliputi rasa ingin  memuaskan emosinya, tanpa memperdulikan ada ikatan dalam sebuah keluarga yang harus dijaga dan dimuliakan.

Saatnya Kembali pada Aturan Islam

Pendidikan dalam sistem sekuler telah gagal membentuk pribadi yang mampu melihat segala sesuatunya dari sudut pandang agama sebagai panduan hidup.

Islam akan menjadi solusi tuntas jika diterapkan secara kaffah. Karena dengan Islam, negara benar-benar sebagai raa'in atau pengurus umat. Dimana seorang pemimpin atau khalifah sangat menyadari bahwa kebijakannya kelak akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.  Maka ia akan menerapkan apa-apa yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang Allah Swt.

Tidak hanya dalam bidang ekonomi dan politik, tapi negara juga akan fokus pada pendidikan yang berasaskan akidah Islam.  Sehingga umat manusia begitu menghargai nilai sebuah keluarga dan merasa berkewajiban menjaga kemuliaannya. 

Dengan pendidikan Islam sejak dini, seorang ayah, ibu, anak-anak dan anggota keluarga yang lain, masing-masing berperan sesuai fitrahnya, sehingga terciptalah keluarga yang harmonis dan memiliki tujuan semata-mata berharap rida Allah.

Ayah, sebagai kepala keluarga akan membimbing dan melindungi keluarga dari segala bentuk kemaksiatan. Sedangkan peran ibu mendidik anak-anak, serta mengurus dan merawat keluarga sesuai yang ditetapkan syariat. Dalam lingkungan yang harmonis dan selalu dalam suasana keimanan, anak-anak akan tumbuh dengan sehat secara mental dan nyaman. Dari sinilah terlahir generasi tangguh sebagai tonggak peradaban cemerlang, yaitu kembalinya kejayaan peradaban Islam.

Selain itu, dengan menyadari sepenuhnya ada Allah yang Maha Mengawasi, maka segala perbuatan dan pemikiran akan selalu berada dalam koridor syara', dan tercipta keinginan berkumpul kembali dengan keluarga kelak di  surganya Allah. Indah sekali bukan? [My]

Baca juga:

0 Comments: