Headlines
Loading...
Oleh. Nurma Safitri

Pada kenyataannya, sekarang potret generasi makin suram. Hal ini terlihat dari perilaku remaja yang kecanduan menonton aksi pornografi dan dengan bangga melakukan kejahatan. 

Dilansir dari CNN Indonesia bahwa kasus rudapaksa (pemerkosaan) oleh pelajar dengan korban sesama pelajar kembali terjadi di Palembang, Sumatera Selatan. Empat remaja yang masih duduk di bangku SMP dan SMA melakukan pemerkosaan hingga pembunuhan terhadap korban AA (13 tahun). Pelaku tersebut adalah IS (16 tahun), AS (13 tahun), MZ (13 tahun), dan NS (12 tahun), IS ini merupakan kekasih dari AA. Menurut Anwar, keempat bocah itu terbukti merencanakan pemerkosaan hingga melakukan pembunuhan usai melihat video porno. IS juga diketahui punya sejumlah video porno di ponselnya. IS mengakui sempat menonton film porno sebelum memperkosa dan membunuh korban. (www.cnnindonesia.com, 08/09/2024)

Kasus pemerkosaan di kalangan pelajar hingga menyebabkan kematian, sudah sering terjadi di Indonesia. Hal ini menunjukkan suramnya potret generasi. Perilaku bebas membuat mereka bertindak semaunya sendiri tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya, apalagi mengaitkan dengan kehidupan akhirat. Generasi yang seharusnya untuk dapat menyibukkan diri, mengejar cita-cita, hingga membina diri menjadi pribadi bertakwa yang kelak akan dapat menjadi salah satu bagian dari pembangun peradaban mulia sudah jauh dari gambaran generasi pada saat ini. Fenomena ini sekaligus menggambarkan anak-anak yang sudah kehilangan masa kecilnya yang bahagia yaitu bermain dan belajar dengan tenang sesuai dengan fitrah seorang anak dalam berbuat kebaikan. 

Bobroknya kelakuan remaja saat ini seharusnya dapat membuka mata umat bahwa serangan pemikiran liberal sekarang terjadi begitu masif di tengah–tengah masyarakat saat ini. Dapat diketahui bahwa liberalisme ini adalah buah dari sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan.

Sekularisme adalah asas dari ideologi kapitalisme yang dimiliki oleh Barat. Artinya, hidup serba bebas dituntun oleh hawa nafsu adalah buah dari pemikiran sekuler yang mengabaikan agama dalam kehidupan. Bahkan, agama hanya dipandang sebagai formalitas saja, maka jadilah standar kebahagiaannya diletakkan pada kepuasan materi dan kesenangan jasadiah yang hanya bersifat sementara. 

Mirisnya pada saat ini sekularisme telah menjadi asas yang dipakai negara dalam membangun sumber daya manusia (SDM). Lihatlah bagaimana kondisi pada saat ini, sistem pendidikannya diarahkan hanya untuk mencetak generasi yang mampu mendongkrak perekonomian tanpa peduli kepribadian yang terbentuk pada generasi. Tak heran, banyak generasi yang pandai secara akademik namun pada kenyataannya mereka kecanduan pornografi, mental illness, narkoba, free sex, dan sebagainya. Bahkan mereka sudah ada pada level bangga dengan kejahatan dan kemaksiatan yang dilakukannya sehingga akal dan perilakunya seolah terkikis.

Visi membangun generasi yang hanya disandarkan pada materi ini menjadikan negara mengatur media dengan landasan materi pula diantaranya masih banyak konten–konten pornografi yang mudah diakses oleh generasi bahkan negara tidak serius untuk menjauhkan generasi dari pengaruh buruk pada pembentukan kepribadiannya. Pada saat ini media semakin gencar dalam menayangkan tayangan yang tidak senonoh dan generasi disuguhi dengan tayangan tersebut secara terus–menerus sehingga makin menjauhkan generasi dari jati diri seorang muslim. Berbeda halnya dengan generasi yang dicetak dalam sebuah negara di mana negara tersebut menjadikan syariat Islam sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. 

Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki aturan yang komprehensif membawa rahmat di dalam penerapannya. Islam mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui penerapan aturan Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Di antaranya, dalam pendidikan Islam, media Islam hingga sanksi yang menjerakan. Negara memiliki peran besar dalam hal ini sebagai salah satu pilar tegaknya aturan Allah Swt. Negara yang menerapkan aturan Islam akan mampu berkolaborasi dengan individu dan masyarakat untuk bersama–sama menjauhi dan menumpas aktivitas maksiat apa pun di tengah–tengah masyarakat. Termasuk pergaulan bebas seperti pacaran, rudapaksa, hingga pembunuhan. 

Individu yang dihasilkan dalam negara khilafah sangat memahami tujuan hidupnya yaitu hidup untuk beribadah kepada Allah Swt. demi meraih ridha-Nya. Mereka akan menjauhi perilaku maksiat dan selalu berusaha untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini didukung oleh sistem pendidikan Islam yang diterapkan negara beserta kurikulumnya yang berasaskan akidah Islam. 

Sistem pendidikan Islam akan memastikan generasinya akan dibentuk untuk menjadi sosok berkepribadian Islam yang tangguh, dengan itu mereka memiliki kontrol diri yang kuat. Segala bentuk kemaksiatan termasuk dalam hal pergaulan juga akan mampu dicegah dalam Khilafah dengan terbentuknya  masyarakat yang Islami yaitu masyarakat yang senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, saling menasihati dalam kebaikan dan mengingatkan agar menjauhi kemaksiatan. Mereka akan terbentuk menjadi individu yang saling peduli satu sama lain dan tidak akan rida bila ada orang di sekitarnya yang berbuat maksiat. 

Selain menerapkan sistem pendidikan Islam yang menjamin kualitas kepribadian individu warga negaranya, Khilafah juga menerapkan sistem pergaulan, media, dan sanksi sesuai syari’at Islam. Alhasil generasi akan terhindar dari perilaku maksiat dan selalu dalam suasana takwa. Media akan dipastikan tidak menyebarkan konten–konten yang merusak, sebaliknya media akan digunakan sebagai sarana dakwah untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan dan memberi informasi yang benar. Maka, dengan tegaknya 3 pilar Islam ini, secara otomatis akan mencetak generasi unggul dan bertakwa yang siap membangun peradaban dunia.

Wallahualam bissawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: