Headlines
Loading...
Waspada Liberalisasi Perilaku di Balik Regulasi PP Kesehatan

Waspada Liberalisasi Perilaku di Balik Regulasi PP Kesehatan

Opini

Oleh. Artatiah Achmad

Agenda kesehatan reproduksi telah lama diaruskan pemerintah.  Penerbitan peraturan kesehatan dianggap menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi. Namun, fakta di lapangan menunjukkan justru permasalahan kesehatan reproduksi ini kian mengkhawatirkan. Pertanyaannya, benarkah penerbitan peraturan pemerintah ini menjadi solusi atau justru menuai petaka bagi generasi?
 
Dilansir dari Kompas.com (5/8/2024), Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17/2023 tentang Kesehatan. Pada PP tersebut ada  pasal yang menuai perdebatan di tengah masyarakat, yakni pasal 103 ayat 4. Dalam pasal itu disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Di ayat 4 tertulis bahwa pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud paling sedikit meliputi: deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.

Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin menyambut baik terbitnya PP tersebut karena dengan peraturan tersebut dianggap sebagai pijakan untuk mereformasi serta membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok (kemkes.go.id, 30/7/2024).

Sungguh miris, bagaimana bisa suatu peraturan yang akan merusak generasi disambut baik bahkan dianggap mampu menjadi penguat bagi pemerintah untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia? Alih-alih menjadi solusi, yang ada justru menambah ruwet problem kesehatan reproduksi remaja.

Berbagai kritikan dilayangkan atas ditekennya PP tersebut. Di antaranya dari Sekretaris Umum MUI Jawa Barat, KH Rafani Akhyar. Beliau menuturkan bahwa pergaulan anak-anak saat ini cenderung bebas serta berpotensi terjadi seks bebas/zina. Dengan disediakan alat kontrasepsi tersebut justru berpotensi menimbulkan perilaku seks bebas yang lebih parah (republika.co.id, 6/7/2024).

Menanggapi desakan revisi maupun penolakan PP No. 28/2004, Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril menyatakan bahwa "Penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja. Melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan” (kompas.com, 7/8/2024).

Pengaruh Kapitalisme Liberal Munculkan Masalah Baru

Inilah salah satu contoh akibat penerapan sistem kapitalisme liberal di dalam kehidupan. Kebijakan berupa PP ini jelas bertentangan dengan agama dan moral. Kampanye seks aman tanpa dasar agama justru akan melahirkan petaka baru. Di antaranya, maraknya seks bebas di kalangan pelajar. Kasus prostitusi offline maupun online yang pelakunya ternyata dari kalangan remaja juga kian subur. Dari perilaku seks bebas ini timbul penyakit menular seksual, bahkan mengakibatkan kehamilan di luar nikah yang berujung  tindakan aborsi. 

Kebebasan mendapatkan alat kontrasepsi karena landasan PP tersebut tentu mempermudah akses pergaulan bebas/zina di kalangan remaja usia sekolah. Sebelum terbit PP No. 28/2024, kasus seks bebas di kalangan remaja sudah marak. Apa jadinya kalau kebijakan tersebut sudah benar-benar direalisasikan di lapangan? Dampaknya sungguh mengerikan. Legalisasi kebijakan _absurd_ ini akan menormalkan kemaksiatan di tengah masyarakat dan menuai petaka bagi generasi bangsa.

Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan, bahwa terjadi peningkatan hubungan seks di luar nikah pada remaja 15-19 tahun. Tercatat 59% kasus pada perempuan usia 15-19 tahun, dan 74% pada laki-laki (cnbcindonesia.com, 18/8/2024).

Dampak penerapan sistem kapitalisme liberal ini semakin terasa ketika negara saat ini menerapkan sistem pendidikan sekuler yang menitikberatkan keberhasilan pendidikan dari capaian nilai akademik, serta  materi tanpa peduli halal haram. Tuntutan materi dan gaya hidup menjadikan segala sesuatu dipandang sah demi uang. Sebagai contoh dalam kasus prostitusi online di kalangan remaja  yang baru-baru ini terjadi. Pada kasus tersebut ternyata diketahui oleh orang tua mereka. Dan mirisnya orang tua justru membiarkan anak mereka tetap terjerumus dalam kubangan dosa. Standar halal  haram, baik dan buruk bukan lagi diambil dari nilai agama, faktor ekonomi justru menjadi alasan utama. 

Islam sebagai Solusi

Mengkritisi fakta di atas, tampak jelas bahwa PP No. 28/2024 kental aroma pengaruh liberalisme yang berpotensi menormalisasi zina di tengah masyarakat, khususnya di kalangan remaja usia sekolah. Jelas PP ini harus ditolak karena bertentangan dengan Islam. Kita tahu bahwa mendekati zina itu dilarang, apalagi melakukannya, jelas Allah sangat membenci perilaku tersebut. Allah Swt. berfirman:

"Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk." (TQS al-Isra’ [17]: 32)

Rasulullah saw. mengingatkan bahwa meluasnya perzinaan akan mendatangkan azab Allah Swt.. "Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sungguh mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri." (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabarani).

Dampak dari perbuatan zina sangat besar bagi kehidupan seorang manusia, di antaranya akan mendorong aborsi dan pembuangan bayi, merusak nasab, hukum waris, menyebarkan penyakit kelamin, serta menghancurkan keluarga.

Islam memiliki sistem aturan komprehensif yang dapat mencegah perilaku seks bebas di kalangan remaja dan masyarakat. Sistem pendidikan berbasis akidah Islam bertujuan untuk menghasilkan pelajar yang  berkepribadian Islam, sehingga dihasilkan pribadi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Selain di sekolah, orang tua juga sejak dini mengenalkan batasan aurat kepada anak. Ada pengenalan waktu khusus larangan anak memasuki kamar orang tua. Ada pengenalan mahram, termasuk pemisahan interaksi antar lawan jenis selain di tempat umum, dan sebagainya. 

Masyarakat dan negara pun tidak boleh abai. Alhasil, di dalam Islam segala sarana yang berpotensi menyuburkan perilaku seks bebas tentu tidak akan difasilitasi. Dari sini, sejatinya kita menyadari bahwa kerusakan sosial hari ini akibat penerapan ideologi sekularisme liberalisme. Wahai kaum muslimin, janganlah diam. Mari kita tolak regulasi yang bertentangan dengan Islam karena sejatinya bukan menjadi solusi atas permasalahan yang ada. Kerusakan sosial seperti perzinaan hanya bisa dicegah dengan penerapan hukum-hukum Allah Swt. secara menyeluruh dalam naungan Khil4f4h. Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: