Headlines
Loading...
Oleh. Anik Purwaningsih

Bertepatan 5 Oktober kemarin, kita memperingati hari guru sedunia. Guru adalah profesi yang mulia dan penting. Banyak anak yang bercita-cita menjadi guru, karena mereka sering terinspirasi oleh guru mereka sendiri dan ingin mengajarkan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain. Sosok guru adalah seoerang yang digugu dan ditiru.

Sudah sepatutnya guru harus mencontohkan karakater dan perilaku yang baik. Bersinergi dengan orang tua untuk memberikan pemahaman yang baik kepada para muridnya untuk bisa membedakan perbuatan yang hak dan batil. Guru bukan hanya berperan sebagai orang yang mentransfer ilmu pengetahuan bidang ilmu yang dimilikinya tapi juga berperan sebagai pengajar, pembimbing, motivator, dan teladan bagi siswanya (news.detik.com, 5/10/2024).

Maka banyak orang tua yang mengarahkan anak  mereka untuk menjadi guru, akan tetapi ada juga diantara mereka menyatakan “Aku tidak ingin menjadi guru” seperti judul tulisan ini. Menurut mereka menjadi guru adalah hal yang sulit, harus mengajarkan pelajaran, harus memberikan pendidikan yang baik dan hii berkualitas dan yang lebih menyedihkan masih banyak guru yang belum terpenuhi kesejahteraannya. Kesejahteraan  melingkupi keadaan keuangan, kestabilan emosi, serta lingkungan kerja yang supportif. Memperhatikan kesejahteraan guru merupakan hal yang penting untuk menghasilkan sistem pendidikan yang efektif dan berkesinambungan. 

Di Indonesia profesi guru masih belum bisa mendatangkan materi yang menjanjikan seperti profesi lain di negeri ini. Sebut saja youtuber yang kini menjadi cita-cita instan generasi muda. Kemaslahatan tenaga pendidikan merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Walaupun perbaikan harus terus menerus dilakukan, sampai saat ini kesejahteraan guru di beberapa wilayah masih mengalami ketimpangan, terutama pada guru non-ASN. Tidak dapat dipungkiri apabila sebagian besar tenaga pendidik memiliki pekerjaan sampingan. 

Survei Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa yang dirilis pada Mei 2024 menemukan bahwa 55,8 persen guru memiliki penghasilan tambahan dari pekerjaan lain. Namun, penghasilan tambahan ini jumlahnya tidak signifikan (ideas.or.id, 8/8/2024).

Selain masalah kesejahteraan, masih banyak tantangan yang dihadapi guru saat ini seperti kurikulum yang selalu berubah. 

Kurikulum adalah bagian penting dalam proses belajar mengajar. Di Indonesia kurikulum selalu berubah seiring dengan pergantian menteri pendidikan. Saat ini kurikulum seperti dijadikan bahan untuk percobaan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Padahal pada faktanya guru mengalami kebingungan dalam proses belajar dan mengajar. Banyak bagian materi pelajaran yang tidak diajarkan. Pembelajaran yang tidak tuntas sehingga membuat para pelajar tidak memahami pelajaran secara utuh. Kondisi seperti ini  membuat kualitas pendidikan di Indonesia dipertanyakan, apalagi di tambah dengan tidak adanya Ujian Nasional, sehingga tidak ada standar akademis.

Selain itu sering kita mendapatkan fakta kekerasan dalam dunia pendidikan. Baik itu dari antar pelajar. Antar guru dan pelajar ataupun sebaliknya. Kasus kasus bulliying yang seakan tidak ada habisnya, kasus bunuh diri pelajar, kasus kekerasan terhadap guru, kasus  pelecehan seksual di kalangan pelajar dan guru sekan menambah daftar panjang tantangan dan  buramnya dunia pendidikan sekuler. Ya, kasus-kasus kekerasan dalam pendidikan adalah buah sekulerime yaitu pemisahan pemahaman agama dan bidang kehidupan lainnya. Agama hanya dijadikan ilmu pengetahuan saja, dalam pelajaran agama diajarkan sebatas ritual ibadah saja. Penanaman pondasi akidah kurang ditekankan. Padahal akidah adalah hal yang utama yang perlu ditanamkan dalam pendidikan.

Banyaknya tantangan guru dalam sistem pendidikan sekuler saat ini, membuat generasi muda enggan menjadi guru. Karena berat tanggung jawabnya, ribet dalam tuntutan adminitrasi dan kesejahteran yang kurang terjamin.

Guru dalam sistem pendidikan Islam adalah sosok penting. Sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai landasannya. Adapun tujuan dari penerapan syariat islam adalah untuk memulyakan kondisi masyarakat agar memiliki pola pikir yang islami dan pola sikap yang islami pula. Khalifah akan membuat kurikulum sesuai dengan pandangan Islam, bukan berorientasi materi belaka. 

Konsep pembelajaran sistem pendidikan Islam pun jauh berbeda dengan sistem sekarang. Pembelajaran dalam Islam adalah lebih untuk diamalkan. Apa pun yang dipelajari, nantinya untuk diamalkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Pada akhirnya, generasi penerus nanti akan selalu memiliki pemikiran untuk membuat karya yang bermanfaat untuk umat, bukan hanya untuk kepuasan akal pribadinya saja.
Contohnya, pada tingkat dasar, anak-anak akan ditanamkan tentang akidah Islam agar paham mana yang benar dan salah. Pada tingkat pendidikan yang tinggi baru diberikan materi pendidikan yang mengandung hadharah. Hal ini dilakukan agar pemahaman generasi dari hadharah yang bertentangan dengan syariat islam dapat terjaga. 

Begitu pula dengan tenga pendidiknya. Reward bagi mereka tidak hanya sekadar dengan mengadakan peringatan Hari Guru saja, tetapi negara juga akan memuliakan dan memberikan gaji yang sesuai dengan kinerja guru tersebut. Bila dibandingkan dengan masa Khalifah Umar bin Khattab, pada masa tersebut gaji guru mencapai 15 dinar (1 dinar setara 4,25 gram emas). Dengan demikian guru akan berupaya semaksimal mungkin untuk menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik. Sehingga akan menghasilkan generasi yang berkualitas

Andaikan sistem Islam telah diterapkan, tidak ada lagi yang akan takut menjadi seorang guru karena sudah jelas kurikulumnya berdasarkan akidah, individunya di warnai dengan ketakwaan terhadap Allah yang maha pencipta. Selain itu negara yang menerapkan sistem islam menjamin kesejahteraan mereka. Wallahu ‘alam bishawwab. [Rn]

Baca juga:

0 Comments: