Headlines
Loading...
Oleh. Anindya Vierdiana

Anak sejatinya adalah amanah dan tanggung jawab bagi orang tua, bukan sekadar di dunia namun juga akhirat. Maka mendidik anak dan mencurahkan kasih sayang adalah merupakan kewajiban karena kelak pertanggungjawaban di akhirat itu pasti, apalagi ayah bertindak sebagai qawwam.

Baru-baru ini jagat maya dihebohkan dengan berita, seorang ayah yang tega menjual anak kandung demi Judol. Dilansir dari Jakarta, CNN Indonesia — Adalah seorang ayah RA (36) tega menjual bayinya yang baru berusia sebelas bulan kepada sepasang suami istri MON (30) dan HK (32). Kejadian bermula dari HK dan MON yang mengunggah informasi tentang permintaan pembelian anak balita di jejaring media sosial facebook. Yang kemudian ditanggapi oleh RA dan berakhir dengan terjadinya transaksi penjualan anak tersebut di pinggir kali Cisadane, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Tangerang Kota pada tanggal 20/7/2024.

RA menjual anaknya dengan nominal 15 juta rupiah, tanpa sepengetahuan istrinya yang bekerja di luar kota. Oleh RA, uang hasil penjualan anak kandungnya kemudian ia gunakan untuk judol dan membeli sebuah gadget.

Ayah yang seharusnya menjadi teladan dan pengayom di dalam keluarga justru melakukan kezaliman. Sementara istri lelah bekerja di luar kota, sang ayah justru dengan tega menjual bayi mereka demi judol. Istri yang bekerja dan suami menjadi bapak rumah tangga adalah peran yang tertukar. Kondisi ini memperlihatkan rumah tangga tersebut tidaklah sehat, apalagi sang suami gemar judol yang pada akhirnya membuatnya gelap mata dan tega menjual darah dagingnya sendiri.

Laki-laki atau suami sesuai kodrati merupakan pencari nafkah, namun ketika seorang suami tidak memiliki pekerjaan tentunya akan terbebani secara mental. Sayangnya untuk kasus ini sang ayah tidak menggunakan akal sehatnya untuk berpikir dan justru menjerumuskan dirinya pada tindakan haram. Tak ada rasa berdosa, tak ada rasa sayang terhadap istri dan anak, tak ada kesadaran untuk bertanggung jawab sebagai qawwam dan tak takut akan dimintai pertanggungan jawab di yaumil hisab.

Yang sang ayah lakukan ini adalah perbuatan dosa, menjual darah daging demi judol. Kondisi ini dipengaruhi banyak faktor, namun yang paling mendasar adalah rapuhnya iman, selaras dengan cobaan kehidupan termasuk ekonomi. Rapuhnya iman menyebabkan manusia mudah terjerumus, mengutamakan dunia bahkan sampai tidak peduli halal-haram. Kala ini terjadi pada sosok ayah sebagai qawwam, lalu bagaimana nasib anak dan istrinya? Padahal ia punya tanggung jawab untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka sebagaimana firman Allah Swt.:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَكُمۡ وَاَهۡلِيۡكُمۡ نَارًا وَّقُوۡدُهَا النَّاسُ وَالۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعۡصُوۡنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُوۡنَ مَا يُؤۡمَرُوۡنَ

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah kamu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang di perintahkan.” (QS. At-Tahrim ayat 6)

Korban Kapitalisme

Selain karena problem mendasar yaitu rapuhnya keimanan, ternyata sistem yang dijadikan pedoman hari ini oleh negara juga memiliki peran dan bertanggung jawab dalam menghancurkan kodrat suami atau ayah. Kenapa demikian? Sebab seharusnya negara mengurus rakyatnya. Menyediakan lapangan pekerjaan bagi para laki-laki sebagai tulang punggung keluarga dan memberikan santunan bagi rakyat yang lemah dan yang memiliki kendala atau keterbatasan dalam mencari nafkah.

Namun, sistem kapitalisme ini justru membuat negara tidak mencampuri urusan rakyat, dengan kata lain berlepas diri dari tanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya. Yang mana memberi celah pada pihak-pihak berkepentingan untuk bebas melakukan tindakan keharaman sebab tidak ada hukuman yang mampu memberi efek jera. Sistem kapitalisme ini pun juga membuat rakyat harus bisa bersaing secara tidak sehat, adanya eksploitasi ekonomi oleh yang kuat kepada yang lemah, dikuasai oleh pemilik modal (pengusaha). Hasilnya yang kaya akan semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Sistem kapitalisme ini membuat rakyat yang sulit semakin sulit dengan minimnya lowongan pekerjaan dengan kriteria-kriteria tertentu yang menyebabkan tidak semua dapat lolos seleksi dalam penerimaan pegawai. Maka tidak heran jika ada saja ayah atau suami tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai qawwam dengan benar.

Solusi yang Dibutuhkan

Sistem kapitalisme ini terbukti menyengsarakan rakyat, seolah menjadi solusi tetapi justru menumbuhkan masalah baru dari terciptanya jalan keluar yang dipromosikan. Berbeda halnya jika sistem Islam yang dijadikan landasan untuk mengelola negara, sebab sistem Islam yang  diterapkan secara kafah mampu menjamin terwujudnya kehidupan yang aman, sejahtera,  dan penuh keberkahan. Inilah yang dibutuhkan rakyat, bukan sekadar janji manis atau solusi yang tidak solutif.

Dengan demikian kasus penjualan anak oleh ayah kandung atau kasus serupa lainnya tidak akan ada, karena sistem Islam tidak hanya memberikan jaminan namun juga memberikan aturan serta sanksi yang mampu memberikan efek jera yang memungkinkan seseorang akan berpikir dua kali untuk melakukannya. Maka menerapkan sistem Islam secara kafah adalah satu-satunya solusi. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: