OPINI
Bangun Rumah Sendiri, Kena Pajak Lebih Tinggi
Oleh. Hany Handayani Primantara, SP
(Aktivis Muslimah)
Memiliki rumah sendiri adalah dambaan bagi seluruh rakyat. Demi meraih rumah idaman dengan dana yang dapat ditekan, tak sedikit akhirnya rakyat membangun rumah sendiri atau tanpa jasa kontraktor. Namun, tampaknya keinginan untuk membangun rumah sendiri saat ini harus dipertimbangkan kembali mengingat pemerintah dalam waktu dekat akan mengeluarkan kebijakan baru terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) membangun rumah sendiri.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) membangun rumah sendiri saat PPN masih 11 persen yang berlaku saat ini adalah 2,2 persen dan saat PPN naik menjadi 12 persen mulai tahun depan adalah 2,4 persen. Selambat-lambatnya kebijakan tersebut akan berlaku pada 1 Januari tahun 2025. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. (Kompas.com, 15/09/24)
Meskipun kenaikan pajak terlihat sedikit namun dampaknya ternyata sangat besar menurut pakar ekonom Dr. Yuono Tri Utomo, S.E.I., M.Si. karena yang naik bukan hanya PPN membangun rumah, tetapi tarif PPN secara keseluruhan. Beliau pun tak menampik bahwa kenaikan pajak ini dari sisi fiskal memang bisa jadi meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak properti, tetapi dari sisi sosial jelas ini pasti membebani masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
Susahnya Membangun Rumah di Sistem Kapitalis
Hidup dalam penerapan sistem ekonomi kapitalis membuat rakyat susah memiliki rumah sendiri. Pekerjaan yang tersedia tidak memungkinkan rakyat bisa membangun rumah yang memadai. Sementara rakyat yang mampu membangun rumah memadai atau layak huni justru dikenai pajak yang makin tinggi. Tampak tidak ada upaya negara untuk meringankan beban rakyat, apalagi adanya penetapan pajak rumah.
Besaran pajak rumah berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dibayarkan untuk membangun bangunan dalam setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah sesuai dengan ketetapan negara. Hal ini memberatkan rakyat. Sangat nyata lepas tangan negara dalam menjamin kebutuhan papan atau perumahan masyarakat.
Penetapan pajak adalah satu keniscayaan karena sumber pendapatan negara kapitalis berasal dari pajak. Pembangunan negara dalam kapitalisme semua bertumpu pada pajak. Seolah-olah negara tak bisa melakukan pembangunan apapun tanpa pajak. Slogan "orang bijak bayar pajak" seakan menyindir mereka yang tak mau bayar pajak. Sungguh pandangan yang sempit, padahal negara kita kaya akan sumber daya namun negara lebih rela menjadikan rakyat jadi sapi perah melalui pajak.
Problem pajak ini hanya bisa diselesaikan dengan solusi sistemik. Sebab masalahnya bukan di sektor besaran pajak semata, melainkan dasar serta tolak ukur pemerintah dalam membangun negara ini. Ketika patokan sistem ekonomi yang digunakan adalah kapitalisme maka apapun kebijakan barunya pasti tak akan jauh dari beban pajak di berbagai sektor dan semacamnya. Tampak tak ada ujungnya seperti lari dalam lingkaran setan.
Jaminan Papan dalam Sistem Islam
Islam memberikan tanggung jawab penuh bagi negara untuk bisa mengayomi rakyatnya. Bukan hanya dari sisi sandang, pangan dan papan melainkan pendidikan, kesehatan serta keamanan pun jadi bagian yang harus diperhatikan negara. Penerapan sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyat dengan gaji yang sesuai dengan kontribusinya.
Dengan terpenuhinya gaji yang layak maka rakyat secara otomatis mampu membangun rumah sendiri. Jika pun belum mampu, negara akan membuat kebijakan yang memudahkan ketika rakyat ingin membangun rumah. Mulai dari kepemilikan tanahnya hingga operasional pembangunan rumah pun dipermudah agar kebutuhan papan dapat dipenuhi dengan baik. Terbukti dengan adanya kebijakan penarikan tanah-tanah kosong yang ditelantarkan pemiliknya selama 3 tahun lebih. Itu bagian dari pemanfaatan tanah agar tidak nganggur dan dapat dimanfaatkan bagi mereka yang membutuhkan.
Selain itu, Islam pun melarang negara memungut pajak dari rakyatnya. Sebab rakyat layaknya gembalaan yang harus dilindungi, bukan dijadikan sapi perah. Lantas darimana sumber pendapatan pemerintah dalam membangun negara dan membantu rakyatnya? Islam menetapkan sumber keuangan melalui kepemilikan umum. Sehingga tak butuh pajak untuk memenuhi kebutuhan negara.
Negara akan mengelola kepemilikan umum ini sedemikian rupa baik dari sumber daya alam maupun pemasukan lainnya. Dengan begitu rakyat tidak terbebani dengan adanya pajak. Pajak layaknya pintu darurat yang hanya dilakukan pada kondisi tertentu dan terbatas pada rakyat yang kaya saja, bukan rakyat secara keseluruhan.
Wallahualam bishawab. [Rn]
Baca juga:

0 Comments: