OPINI
Harapan dalam Demokrasi, Masihkah Ada?
Oleh. Ummu Shafia
Sebuah lembaga pemantau pilkada di Jombang, Generasi Muda Hebat (GeNah) melaporkan bahwasannya terdapat dugaan politik uang di Desa Plosogenuk, Perak, Jombang kepada Bawaslu setempat.
Dugaan aktifitas politik uang tersebut jatuh pada paslon nomor urut 1 Mundjidah Wahab dan Sumrambah. Ketua Lembaga Pemantau Pilkada Jombang GeNaH, Hendro Suprasetyo mengatakan bahwa terdapat aktifitas politik uang yang dilakukan paslon 1 dengan bukti foto kampanye paslon Mundjidah dan Sumrambah (MuRah) di Dusun Ngaren, Desa Plosogenuk, serta video kampanye MuRah di lokasi yang sama saat terjadi dugaan pembagian uang.
Di dalam video tersebut menampilkan aktifitas pembagian amplop berstempel 'Sumrambah Jombang' yang berisi uang Rp 50 ribu. Menurut Hendro, amplop tersebut diduga dibagikan kepada warga yang hadir di lokasi kampanye (detik.com, 10-10-2024).
Disisi lain, Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei mengenai pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Jakarta 2024. Ditemukan bahwasannya sebagian besar warga Jakarta masih menganggap bahwa politik uang adalah sebuah hal yang wajar dilakukan oleh calon kepala daerah. Survei tersebut melaporkan bahwa sebanyak 24 persen warga Jakarta akan memilih pasangan calon yang memberikan uang, 43 persen tidak memilih, 27 persen memilih yang lain, dan sisanya menjawab tidak tahu.
Sedangkan untuk cara kampanye pasangan calon, sejumlah 29,7 persen responden penelitian menyampaikan mereka akan memilih kandidat yang melaksanakan aktifitas bagi-bagi uang. 28,4 persen responden yang lain cenderung akan memilih paslon yang memberikan sembako. 11,5 persen yang lain akan memilih paslon apabila paslon tersebut memberikan alat-alat pertanian. 48 persen masyarakat akan memilih paslon yang akan memberikan barang apapun saat melakukan kampanye, sedangkan sebanyak 32 persen yang lainnya memilih untuk menolak (tempo.co, 12-10-2024).
Keinginan dan harapan umat untuk mendapatkan kepala daerah yang islami, bersih, dan tidak terlibat kasus hukum, ternyata masih jauh panggang dari api. Disatu sisi, pemilu yang terjadi masih menerapkan sistem culas untuk mendapatkan suara. Pada masyarakatnya masih banyak yang abai dan tidak peduli dengan dampak negatif yang akan didapatkan oleh masyarakat kedepannya nanti.
Masih banyak pula masyarakat yang bahkan masih menganggap bahwasannya demokrasi masih mampu untuk menjadi pemecah berbagai masalah yang ada di tengah-tengah masyarakat. Meskipun umat merasakan adanya kecurangan, bahkan terjadi nepotisme, akan tetapi mereka masih beranggapan bahwa demokrasi sebagai sistem yang bisa diandalkan.
Padahal masalah yang sebenarnya adalah berasal dari demokrasi itu sendiri, akan tetapi masih banyak masyarakat kita yang belum memahami akan hal tersebut.
Pemikiran masyarakat kita yang masih terkungkung dengan pemikiran kapitalis-liberal menjadikan masyarakat abai dan acuh terhadap kondisi kerusakan yang ada. Malah masyarakat merasa nyaman dengan kondisi yang ada saat ini. Masyarakat kita masih banyak yang berada dalam kondisi ter "nina bobokan" oleh keadaan.
Sulitnya ujian hidup seorang muslim yang hidup di negara yang masih menerapkan kapitalis-liberal adalah mayoritasnya jumlah mereka tapi belum mampu membedakan secara jelas mana perkara yang haq dan mana perkara yang batil. Mana hal yang harus dilaksanakan dan mana hal yang seharusnya dihindari. Minimnya pengetahuan masyarakat kita mengenai islam kafah menjadikan masyarakat kita pasif dan abai dengan keadaan yang ada sekarang.
Masyarakat yang masih memiliki kepercayaan bahwa dengan demokrasi mereka akan hidup lebih baik, sebenarnya mencerminkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang Islam kafah. Masyarakat masih menganggap bahwasannya Islam hanyalah agama ritual semata, padahal islam merupakan ideologi yang mampu untuk mensejahterakan masyarakat.
Bila dibandingkan dengan sistem demokrasi yang sebenarnya demokrasi ini merupakan sumber dari kerusakan yang ada di tengah-tengah masyarakat kita saat ini.
Di dalam Islam, peraturan yang di berlakukan pada tataran sistem negara berlandaskan hanya pada sumber yang pasti, yaitu hukum syara’ yang bersumber dari Al-Qur'an, Sunah, Ijmak’ dan Qiyas shahabat.
Dalam Islam, pembuat dan pemutus hukum yang mutlak hanyalah wewenang Allah SWT. Hakikat nya seorang manusia tidak mampu untuk membuat sistem pemerintahan yang adil bagi seluruh umat manusia karena lemah dan terbatasnya akal manusia. Dalam sistem demokrasi, harapan bahwa kedamaian dan keadilan akan tercipta merupakan sebuah janji yang palsu dan omong kosong belaka.
Kembali kepada Islam merupakan satu-satunya harapan bagi umat untuk dapat menciptakan keadilan yang seasil-adilnya karena pengaturan pemerintahan dikembalikan kepada Sang Pencipta alam semesta, yaitu Allah SWT.
Maka penting sekali mnengembalikan sistem islam di tengah-tengah umat, mengganti sistem kapitalisme-sekular yang merusak dengan sistem islam yang terbukti telah mensejahterakan umat manusia hingga berabad-abad lamanya. Wallahua’lam bis shawwab. [ry]
Baca juga:

0 Comments: