Headlines
Loading...
Oleh. Q. Rosa

Kasus kejahatan anak, makin hari makin menjadi, mulai dari kasus bullying yang hingga kini belum teratasi, kini potret generasi dicoreng kembali dengan kasus pemerkosa dan pembunuhan yang dilakukan oleh sekelompok anak berusia sekitar 13 tahun, atas siswi SMP di Palembang.

Dari hasil penelusuran pihak keamanan Kapolrestabes Palembang, pelaku tega melakukan pemerkosaan dan pembunuhan karena terpapar pornografi. Para pelaku mengaku kelakuan bejat mereka lakukan setelah menonton video porno, dan dari hasil penyitaan HP pelaku juga terdapat beberapa video porno di dalamnya.

Bumerang Pornografi

Jika di bulan Juli PPATK, melaporkan ada lebih dari 24 000 anak usia 10 tahun hingga 18 tahun, melakukan transaksi prostitusi dan pornografi anak. Bisa jadi ini salah satu dampak mereka yang terpapar pornografi karena telah mengaksesnya.

Perkembangan teknologi yang tak terbendung, menjadikan berbagai aktivitas / konten pornografi termasuk video, bunyi, suara, gambar, animasi hingga gerak tubuh, bisa diakses oleh anak-anak. Orang tua yang terpapar saja bisa rusak sistem sarafnya pada otak, dan melakukan kejahatan. Apalagi ini anak, sungguh menjadi bumerang yang sangat berbahaya bagi generasi. 

Kerusakan otak akibat terpapar pornografi seperti kerusakan otak akibat parah hingga mobil ringsek. Bagian otak yang diserang adalah Pre Frontal Korteks (PFC), merupakan bagian otak manusia yang terpenting yang tidak dimiliki oleh binatang. Bagian ini menjadikan manusia memiliki etika, yang berfungsi untuk memusatkan konsentrasi, berfikir kritis dan menata masa depan, menata emosi, berprilaku sosial dan membentuk kepribadian.

Jika kita kaitkan dengan kasus sekelompok remaja yang melakukan pemerkosaan dan pembunuhan, apalagi dari hasil investasi aparat kepolisian siswi SMP tersebut sempat diperkosa lagi saat sudah meninggal. Sungguh ini menunjukkan pelaku sudah kehilangan kontrol atas dirinya. Maka perlu ada penelaahan kasus tersebut, apakah Si pelaku terpapar pornografi, sejauh mana dia mengakses video porno, intensitas melihat video dan yang lainya berkaitan dengan kemungkinan rusaknya otak bagian PFC. Jika ternyata kasus tersebut berkaitan dengan  paparan pornografi, mestinya ini menjadi kewaspadaan tinggi bagi orang tua dan negara.

Kapitalis Sekuler Petaka Bagi Generasi

Dalam sistem kapitalisme, kebebasan berperilaku selalu diagungkan. Bagi yang menginginkan cuan mereka bisa membuat konten apapun asal bisa menghasilkan entah berdampak baik maupun buruk bagi generasi, yang penting cuan didapat dan bisa berekspresi mengumbar kebebasan. Di sinilah tidak ada perlindungan bagi generasi, konten yang berbau cabul, konten kekerasan dan nirfaedah lainnya berseliweran di sosial media, dapat mudah diakses anak-anak sejak usia dini. Ditambah kontrol orang tua yang tidak ada, maka konten-konten tersebut mengisi pikiran anak-anak hingga berpengaruh pada prilaku generasi.

Sisi lain kontrol negara atas  konten- konten tersebut tidak ada. Tidak ada filter dan kemanan yang bisa membatasi anak untuk mengaksesnya, anak-anak bisa masuk dan melihat konten tak pantas dengan bebas. Menjadi wajar akhirnya persoalan mental pada generasi makin menjadi, kriminalitas yang pelakunya anak kian marak.

Makin parah lagi, dalam sistem kapitalisme hukum tak bisa menyentuh anak-anak. Karena alasan masih anak-anak pelaku kriminal, tak bisa diberikan sanksi, dan hukuman yang tegas. Yang ada hanya proses pembinaan, dan pembinaan inipun perlu dipertanyakan keberhasilannya berdampak pada efek jera atau tidak?. Karena fakta menunjukkan pelaku kriminal anak-anak  justru makin banyak.

Lantas masihkah kita terus berharap kerusakan generasi bisa diperbaiki, dengan bertahan dalam sistem kapitalis sekuler yang mengagungkan kebebasan dan menjauhkan agama dari kehidupan?

Islam Menyelamatkan Generasi

Islam adalah agama yang memiliki seperangkat aturan lengkap, dengan syariatnya mampu menghadirkan kehidupan bermartabat penuh dengan keberkahan dan kebaikan bagi generasi.

Pembentukan generasi bermartabat dimulai sejak dini dari keluarga. Penanaman aqidah yang kuat, bahwa mereka hidup untuk beribadah pada Tuhannya, bukan sebatas menuruti hawa nafsu demi kebebasan dan kepuasan.

Penanaman aqidah yang  kuat, menjadikan anak-anak senantiasa terikat dengan syariat Islam, setiap perbuatan mereka akan disandarkan konsep halal dan haram.  Bagi mereka keharaman akan dijauhi, termasuk menonton dan melihat situs pornografi apalagi pemerkosaan dan pembunuhan.

Peran edukasi berikutnya, ada di sekolah, kurikulumnya yang berbasis Islam akan mewujudkan anak-anak yang berkepribadian Islam, pemikirannya dipenuhi dengan konsep- konsep Islam yang rahmatan lil 'alamin, dan tingkah lakunya dihiasi dengan akhlak mulia, yang jauh dari menuruti hawa nafsu.

Sisi lain negara akan memberikan kontrol yang kuat atas konten-konten unfaidah yang bisa merusak pemikiran untuk melindungi mental generasi. Islam tidak menafikan perkembangan teknologi, tetapi bukan teknologi yang menyetir kehidupan kita. Teknologi harus ditaklukkan untuk kebaikan generasi dan kemajuan sebuah bangsa.

Di bidang hukum, syariat Islam memiliki sistem sanksi, yang dapat berdampak pada efek jera. Hukuman yang berat bagi pelaku kriminal dan pemerkosaan, membuat individu masyarakat tak akan berani melakukan perbuatan yang serupa. Tak terlepas dengan anak-anak usia berapapun asal mereka sudah baligh hukum tetap diberlakukan dengan tegas.

Dengan demikian hanya kepada Islam kita berharap berbagai persoalan generasi dan masyarakat bisa terselesaikan dengan baik. Karena aturan dan hukum-hukumnya bersumber dari Sang Maha Agung, yaitu Allah Swt Sang pencipta manusia, alam dan segala isinya. [Rn]

Baca juga:

0 Comments: