Headlines
Loading...
Oleh. Hana Salsabila A.R.

Baru-baru ini kita digemparkan dengan beredarnya video berisi adanya produk yang mengandung nama "tuyul, tuak, beer, dan wine" yang mendapat sertifikat halal.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan di antaranya adalah:
- Persoalan tersebut berkaitan dengan penamaan produk, dan bukan soal kehalalan produknya. 
- Penamaan produk halal sebetulnya sudah diatur oleh regulasi melalui SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal (3/10/2024).

Singkatnya, penamaan nama produk miras tersebut tidak ada korelasinya dengan kehalalan bahan isinya, sebab sudah melewati tes kehalalan. Namun tentu saja hal ini mengundang polemik di antara masyarakat, terutama muslim. Seolah digambarkan pada kita bahwa produk dengan nama jenis miras tersebut adalah "halal". Padahal salah satu syarat barang yang boleh dikonsumsi dalam Islam adalah halal dan tayib (baik). Lantas bagaimana dengan penamaan haram pada produk halal? 

Tidak jauh dari kasus miras. Pelaku industri pariwisata di DIY melalui Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY, mendukung penguatan aturan legalisasi penjualan minuman keras (miras) untuk memperkuat kontrol pemerintah (3/10/2024).

Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan pariwisata. “Miras sangat dibutuhkan oleh wisatawan asing, karena di negara mereka miras itu seperti kita meminum air mineral, terutama bir,” begitu ujar Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono.

Lagi-lagi pertimbangan untung rugi, begitulah jika menggunakan standar kapitalisme. Walau katanya harus diperketat, buktinya tak sedikit miras yang masih dikonsumsi di tengah masyarakat kita yang notabene muslim. Lalu "diperketat" seperti apa yang dimaksudkan?

Kapitalisme benar-benar mencuci otak kaum muslim, di mana standar halal pun masih saja diotak-atik. Padahal Allah sudah menegaskan: 
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi ...." (QS. Al-Baqarah: 168)

Maka jelas tidak seharusnya pemerintah membiarkan apalagi melegalkan miras maupun minuman yang dilabeli sebagai miras. Sebab sekali lagi, makanan dan minuman selain dipastikan halal, juga harus tayib. Dan kelak dari konsumsi itu pula yang akan membentuk kepribadian kita. Konsumsi buruk/haram akan menjerumuskan kita pada yang buruk pula, pun sebaliknya. Wallahualam. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: