Headlines
Loading...
Oleh. Rina Herlina 

Sore ini, saat memperhatikan anak bontotku secara seksama, ada rasa yang tak biasa di dalam dada. Menyaksikannya tumbuh sedari kecil hingga saat ini sudah duduk di bangku kelas VI sekolah dasar, membawaku pada kenangan masa lalu. Putri kecilku itu, kini telah beranjak remaja. Waktu terasa begitu cepat, tak terasa aku semakin menua dan putri kecil ku tumbuh besar dengan segala keunikannya.

Aku bersyukur dengan keadaan sekarang, meski dari segi ekonomi kehidupan keluargaku sangat minimalis, namun mendampingi anak-anak tumbuh adalah momen yang paling berharga yang tidak bisa dibeli dengan sejumlah uang.

Apalagi setelah aku mulai hijrah dan memperbaiki pemahaman agamaku, sungguh ada banyak kesalahan dalam pola asuhku yang jika dibiarkan terus menerus pasti berdampak buruk terhadap kondisi dan tumbuh kembang buah hati. Syukurnya Allah maha baik, saat itu aku putuskan berhenti dari pekerjaan, meski aku belum tahu setelahnya akan kerja apa. Awal-awal hijrah tentu saja tidak mudah. Ada banyak ujian yang harus ku lalui.

Salah satunya dari anak bujangku (si sulung). Dia yang saat itu duduk di bangku MTs kelas 1, benar-benar menguji kesabaran. Sampai 3x aku  dapat surat panggilan dari pihak sekolah, bahkan harus membawa materai. Klimaksnya adalah saat anak bujangku harus mencari sekolah baru, sebab pihak sekolah sudah tidak bisa mentolerir kenakalannya. Allahu Akbar, saat itu aku hanya bisa menangis. Selain malu, aku merasa gagal menjadi orang tua dan seorang ibu.

Namun, lagi-lagi aku bersyukur karena memiliki banyak sahabat yang menguatkan. Akupun berusaha iklas dengan semua ketetapan Allah atas diriku termasuk ujian yang datang dari si sulung. Aku rangkul dia, aku coba ajak bicara dari hati ke hati. Aku juga minta maaf kepadanya karena tidak hadir dalam masa tumbuh kembangnya. Saat dia membutuhkan pendampinganku, aku justru sibuk bekerja berangkat pagi pulang sore. Aku tidak hadir saat dia butuh kehadiranku. Aku sungguh menyesal saat itu. Aku memohon ampun kepada Allah, dan meminta kepadaNya untuk memudahkan segala urusan termasuk dalam mendidik kedua buah hatiku.

Kemudian aku teringat perkataan Rasul tentang: "Barangsiapa memperbaiki hubungannya dengan Allah maka Allah akan memperbaiki hubungannya dengan manusia (sesamanya)." 

Lalu aku mulai memperbaiki semuanya terutama hubunganku denganNya. Maka, saat mulai mendekat kepadaNya, segala urusan dimudahkannya. Allah perbaiki segala urusan yang tampak, seperti urusan keduniawian, harta, pekerjaan dan urusan keluarga. 

Akan tetapi sebaliknya, saat kita jauh dari Allah, maka Allah akan mempersulit segala urusan, tidak diberi ketenangan, meski hidup bergelimang harta. Semua terasa hampa, jenuh, bahkan merasa sia-sia, sampai akhirnya mengalami kebingungan dan berpikir hidupnya untuk apa. Hidup yang dijalani seolah tidak ada artinya. Demikianlah, keadaan orang yang jauh dari Allah, meski memiliki dunia dan seisinya, namun hidupnya tetap dalam kehampaan.

Alhamdulillah, saat ini kedua buah hatiku tumbuh baik dan menjadi lebih penurut. Bahkan hubungan dengan suami menjadi lebih harmonis. Berbeda dengan dulu, aku yang keras kepala, tidak pernah mau mengalah, selalu merasa benar, dan tidak pernah mau meminta maaf. Namun, sekarang Alhamdulillah aku mulai belajar mengamalkan setiap ilmu yang ku pelajari. Aku terus memperbaiki diri dan memohon kepada Allah, selalu dimudahkan dalam melakukan ketaatan. Aku juga bermohon kepadaNya agar mengistikamahkanku di jalan dakwah sampai akhir hayat.

Demikianlah, pengalaman hidup yang pernah ku jalani. Semoga kedepannya diri ini semakin baik dalam segala hal. Penting melibatkan Allah dalam segala hal, karena sejatinya kita tidak akan mampu berbuat apapun tanpa seizinNya. Maka, dalam melakukan segala aktivitas jangan lupa selalu meminta kemudahan kepada Allah Swt.. Wallahu a'lam. [ry].

Payakumbuh, 26 Oktober 2024

Baca juga:

0 Comments: