Headlines
Loading...
Makan Siang Gratis dan Susu Ikan, Dapatkah Menyelesaikan Masalah Stunting?

Makan Siang Gratis dan Susu Ikan, Dapatkah Menyelesaikan Masalah Stunting?

Oleh. Aqila Fahru

Pada tahun 2020, PBB mencatat angka kejadian stunting pada balita di seluruh dunia sebanyak 149 juta jiwa atau 22%, sedangkan untuk di Indonesia sendiri tercatat sebanyak 6,3 juta balita di Indonesia mengalami stunting. Menurut UNICEF, mayoritas balita di Indonesia mengalami stunting diakibatkan kurangnya gizi anak pada rentang dua tahun awal usianya, sang ibu kekurangan gizi ketika hamil, dan kondisi sanitasi yang buruk. 

Pemerintah Indonesia berharap pada tahun 2024, Indonesia dapat menurunkan angka stunting hingga 14%. KH. Ma'ruf Amin selaku wakil presiden dalam acara Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 tahun 2023, di Sumatera Selatan menyampaikan bahwa dampak stunting akan menurunkan kualitas hidup individu akibat munculnya penyakit kronis, ketertinggalan dalam kecerdasan, dan kalah dalam persaingan (paudpedia.kemdikbud.go.id,10/07/2023).

Pasangan presiden dan wakil presiden terpilih pada masa jabatan tahun 2024-2029 ke depan, Prabowo dan Gibran mengusung agenda untuk menurunkan angka stunting yaitu dengan mencetuskan program makan bergizi dan susu gratis (MBG). Dikutip dari situs Media Center TKN, sasaran makan siang gratis ini diperuntukkan bagi ibu hamil, siswa sekolah, para santri di pondok pesantren, anak balita, serta guru yang berpenghasilan rendah. Total keseluruhan masyarakat yang akan mendapatkan makan siang dan susu gratis ini sebanyak 82,9 juta orang (Kompas.com,11/09/2024).

Di samping itu, pemerintah berencana untuk memproduksi susu ikan agar dapat memenuhi kebutuhan protein masyarakat. Akan tetapi program susu ikan ini memicu banyak polemik. Menurut Pakar Ilmu dan Teknologi Pangan, Daisy Irawan, menuturkan bahwa wacana pengadaan susu ikan ini sebaiknya dibatalkan saja, dikarenakan prosesnya yang memakan biaya cukup banyak. Selain itu, prinsip makan bergizi saat ini sudah bergeser dari empat sehat lima sempurna yang mencakup susu di dalamnya menjadi “Piringku” yang didalamnya mengatur komposisi makanan yang lebih kompleks dan lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari bagi masyarakat. 

Proses produksi susu ikan ini juga dinilai akan membutuhkan banyak bahan yang harus impor dari luar negeri. Selain itu proses pembuatan susu ikan ini membutuhkan proses hidrolisis yang membutuhkan biaya yang cukup banyak. Dalam prosesnya juga membutuhkan teknologi interaksi manusia komputer (HCI) dan zat aditif yang ditambahkan pada susu tersebut, seperti emulsi, pengental, pemanis, pengawet, dan pewarna (bbc.com,21/09/2024).

Pada hakikatnya masalah stunting di negeri ini merupakan sebuah permasalahan yang lebih kompleks daripada sekadar memberikan makan siang gratis kepada masyarakat. Perekonomian yang sulit menyebabkan kemiskinan dari tahun ke tahun yang tak kunjung selesai. Seorang ayah sulit mendapatkan pekerjaan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi keluarga. 

Sementara itu, SDA yang ada justru dijualbelikan kepada asing dan aseng. Para pejabat pemerintah yang mendapat amanah hanya menjadikan jabatannya sebagai alat untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan kondisi masyarakat yang kesulitan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ditambah lagi fasilitas kesehatan yang mahal dan kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai di daerah-daerah terpencil membuat angka stunting terus naik. Mirisnya, pemerintah seakan abai terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Yang tampak, pemerintah justru menebar janji-janji dan harapan yang sebenarnya tidak menyelesaikan permasalahan negeri ini hingga ke akarnya. 

Tak hanya itu, solusi pengadaan susu ikan masih dalam perdebatan. Mengenai kandungan dari susu ikan tersebut apakah dapat menyelesaikan permasalahan stunting ini secara efektif atau ternyata malah menambah masalah. Mengingat proses pengolahan susu ikan tersebut cukup rumit, sedangkan kandungan dari susu ikan tersebut masih diragukan. Bahkan dapat dikategorikan sebagai produk Ultra Processed Food yang sering dikaitkan dengan jenis produk pangan yang minim nilai gizi karena melalui proses yang panjang dalam pengolahannya. Kandungan yang dimiliki susu ikan tersebut juga masih dalam perdebatan apakah memiliki efek negatif atau tidak ketika dikonsumsi dalam skala panjang, karena susu ikan ini mengandung zat-zat aditif seperti pemanis dan pengawet. Alhasil, solusi masalah stunting yang digagas pemerintah ini tampaknya perlu dikaji ulang. 

Sangat berbeda dengan Islam dalam memandang masalah stunting ini. Dalam Islam, pemerintah diharuskan menyelesaikan permasalahan pokok yang dihadapi negeri ini terlebih dahulu. Yaitu dengan pengolahan sumber daya alam yang maksimal, pembukaan lapangan pekerjaan seluas-luasnya, memberikan fasilitas kesehatan yang layak dan dapat dijangkau oleh semua kalangan. Karenanya, menjadi sebuah urgensitas untuk mengembalikan kehidupan Islam di tengah-tengah masyarakat kita agar Islam dapat diterapkan secara kaffah dalam sistem pemerintahan. 

Hal itu sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan kepada manusia agar menjadikan aturan Allah sebagai hukum yang mengatur kehidupan. Bagaimana agar Islam bisa menjadi sumber hukum dalam kehidupan, maka harus diterapkan dalam sebuah institusi atau negara. Apabila Islam tidak diterapkan sebagai sumber hukum atau konstitusi maka banyak hukum-hukum Islam yang tidak dapat dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, masyarakat akan tetap menderita di bawah kungkungan sistem kapitalis yang terbukti menyengsarakan bukan membawa kebaikan. 

Wallahualam bisawab. [An]

Baca juga:

0 Comments: