Headlines
Loading...
Oleh. Yanti Fariidah

Problem remaja merupakan satu hal yang harus tersolusi dengan tuntas. Agar para remaja selalu dalam kewarasan. Karena remaja merupakan generasi penerus bangsa. Ketika para remajanya waras, maka masa depan bangsa itu cerah.

Remaja adalah golongan muda yang energik dan produktif. Pada sistem sekarang ini, remaja yang termasuk pelajar ternyata mempunyai berbagai persoalan hidup. Seperti rusaknya moral yang makin parah. Baik berupa perundungan, seks bebas, aborsi, narkoba, kriminalitas, dan lain sebagainya. 

Kita juga tak bisa memungkiri bahwa sebagian besar planet bumi diisi oleh anak muda, menjadikan siapa saja yang menginginkan perubahan akan berfokus pada mereka. Apalagi jika melihat potensi besar generasi, semua itu dapat menjadi aset berharga untuk menyemai keberhasilan. Inilah sebabnya program moderasi beragama gencar menyasar kawula muda.

Pelajar dan Moderasi Beragama

Pelajar merupakan intelektual muda, yang mempunyai daya kreasi tinggi. Aset muda untuk masa depan bangsa. Titik awal perubahan ada di tangan pelajar. Seperti halnya perjuangan para pelajar di masa awal terbentuknya negeri ini. Inisiatif pembebasan dimulai oleh para pelajar yang sadar akan sebuah rasa kedaulatan. Dan ketika para pelajar bersatu, maka kemerdekaan itu dapat teraih.

Persoalan kerukunan negeri ini, seolah menempati hati para petingginya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menjaga kerukunan. Salah satunya yaitu dengan menggaungkan moderasi beragama. Karena menurut Kamaruddin Amin (Dirjen Bimas Islam, Sabtu, 1 April 2023), moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama yang dianut dan dipraktikkan oleh sebagian besar penduduk negeri ini, dari dulu hingga sekarang. Pemerintah pun menjadikan moderasi beragama sebagai salah satu program nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Moderasi beragama pada kalangan pelajar menjadi hangat diperbincangkan kembali. Setelah dikampanyekan ulang oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo (Jokowi) bersama Ibu Wury Ma'ruf Amin kepada kalangan pelajar di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (11/9/2024). Turut hadir para istri menteri yang tergabung dalam Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Indonesia Maju (KIM).

Tema yang diangkat "Cinta Tuhan dengan Mencintai Indonesia". Hadir sekitar 500 pelajar lintas agama dari sekolah madrasah aliah dan SMA se-Kota Balikpapan yang bernaung di bawah Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Istri menteri agama, Eny Retno memberikan sambutan, bahwa kegiatan ini sengaja menyasar kalangan pelajar sebagai upaya menanamkan nilai-nilai moderasi beragama sejak dini. Dengan menanamkan nilai-nilai moderasi sejak dini, diharapkan dapat membentuk para pelajar yang cintai damai dan toleran (republika.co.id, 11/9/2024).

Menurut Eny, terdapat empat sikap moderasi beragama yang perlu disosialisasikan kepada para pelajar, yakni komitmen kebangsaan, anti kekerasan, sikap toleransi, dan penerimaan terhadap tradisi lokal. Harapan besar, agar para pelajar yang ikut sosialisasi ini bisa menjadi duta moderasi di sekolah masing-masing. Para siswa dapat mempraktikkan nilai-nilai moderasi beragama dengan sikap saling menghargai dan menghormati.

Gaung moderasi menggema di Kota Magelang. Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Magelang menggandeng SMA Negeri 3 Kota Magelang meluncurkan gerakan Harmoni (Harapan Moderasi Sejak Dini). Gerakan ini menjadi wujud komitmen Kemenag untuk mewujudkan moderasi beragama dan toleransi sejak dini. Acara tersebut diikuti oleh _civitas akademika_ SMA Negeri 3, tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat, Selasa (21/5/2024). Hadir sebagai salah satu narasumber Wali Kota Magelang dr. Muchamad Nur Aziz. Moderasi sejak dini yang diusung ini tidak hanya dialog interaksi lintas agama di dalamnya, tetapi juga laboratorium pendidikan agama dan mengunjungi tempat ibadah yang dilakukan pelajar-pelajar SMA/SMK.

Menurut KS SMAN 3 Magelang, Rohmat Choziin, tujuan kegiatan ini untuk membekali generasi muda dengan pemahaman yang tepat tentang moderasi beragama dan toleransi, sehingga terhindar dari radikalisme dan intoleransi "Harmoni, Harapan Moderasi Sejak Dini” perlu kita tanamkan. Sebagai evaluasi dan refleksi pendidikan agama di sekolah yang kiranya mampu menumbuhkan pemahaman tentang kawasan dan wawasan keagamaan yang holistik,” jelasnya.

Kota Magelang juga meluncurkan Rela Bersiaga (Rumah Belajar Moderasi Beragama), melalui Badan Kesatuan Bangsa Politik (Kesbangpol), bertempat di TKL Ecopark Kota Magelang, Senin (21/11/2022). Rela Bersiaga menjadi wadah untuk memperkuat dan memperkokoh kerukunan antar umat beragama. Sebagai media strategis untuk menyebarluaskan nilai-nilai moderasi beragama. Dan memperkuat pemahaman wawasan kebangsaan yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kita Harus Tahu

Istilah “moderasi beragama” diperkenalkan pertama kali oleh lembaga think tank Amerika, RAND Corporation, dalam dokumennya berjudul “Building Moderate Muslim Networks” (Membangun Jaringan Islam Moderat) pada 2007. Artinya, istilah moderasi beragama bukan berasal dari para ulama.

Moderasi beragama lahir dari Barat yang memiliki pemahaman sekuler. Siapa pun yang menyetujui konsep tersebut, berarti ia telah sepakat agamanya harus disesuaikan dengan pemahaman kufur Barat. Artinya lagi, moderasi beragama sama dengan ‘beragama sesuai keinginan Barat’. Tentu ini sangat berbahaya bagi akidah umat Islam dan dapat menghadang kebangkitan Islam. Mirisnya, agenda global ini malah dipatuhi oleh negeri-negeri muslim, tidak terkecuali Indonesia. Negeri-negeri muslim menjadi pembebek sejati agenda global yang diciptakan Barat.

Kemenag telah merilis buku Pedoman Penguatan Moderasi Beragama yang menjadi panduan untuk lembaga pendidikan, baik di madrasah, sekolah, maupun perguruan tinggi dalam menerapkan nilai-nilai keagamaan yang moderat. Kemenag juga telah merombak ratusan buku yang membahas “Khilafah” atas nama program moderasi beragama. Ajaran Islam tentang “Khilafah” dianggap bertentangan dengan konsep moderasi beragama yang diciptakan Barat.

Bahkan, pengarusan moderasi beragama telah dilakukan sejak dini sebab anak PAUD dianggap rentan menerima pemikiran radikal. Ingat saat “tepuk anak saleh” dianggap bibit Islam radikal? Sefobia itulah umat Islam pada agamanya. Bahkan, Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Yogyakarta mengenalkan model parenting moderasi beragama. Sungguh nahas kaum muslim, sedari balita sudah tercekoki pemahaman kufur ini.

Selain itu, moderasi beragama pun sudah masuk pada kurikulum Program Sekolah Penggerak. Melalui pelajaran Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Satu pelajaran yang menyuarakan toleransi totalitas, yang mempelajari nilai-nilai Pancasila secara berlebihan. Karena menurut kurikulum merdeka penguatan karakter pelajar itu melalui pemahaman yang sempurna tentang Pancasila.

Bukan hanya sekolah umum, pesantren tidak luput dari program moderasi beragama yang masuk dalam UU Pesantren. Padahal, pesantren adalah markasnya umat muslim yang di sana, terdapat para santri dan ulama yang berkontribusi besar terhadap ilmu dan dakwah. Namun, lagi-lagi atas nama moderasi, ulama malah menjadi ujung tombak pemikiran sesat moderasi beragama. 

Inilah yang menggerus para pelajar. Padahal, seharusnya lingkungan pendidikan menjadi tempat yang baik untuk membina iman para pemudanya. Akan tetapi, pendidikan sekuler menjadikan para pelajar tidak mengenal agamanya sendiri. 

Saat para pemuda itu jauh dari agamanya, disodorkanlah Islam versi Barat, alias moderasi beragama. Inilah penyebab banyak pemuda “mandul” berkontribusi untuk kebangkitan Islam.

Membendung Kebangkitan Islam

Program moderasi beragama sejatinya adalah agenda Barat untuk membendung kebangkitan Islam. Terlebih bagi pemuda, yang punya potensi luar biasa untuk menggetarkan dunia, apabila kembali pada agamanya. Oleh sebab itu, Barat memiliki kepentingan yang sangat besar untuk mengurung potensi pemuda muslim.

Inilah upaya Barat dalam meredam kebangkitan Islam. Musuh Islam benar-benar paham, tatkala para pemuda kembali pada agamanya, hal demikian merupakan kekuatan besar yang dapat menghancurkan peradaban Barat.

Dengan demikian, kita harus menyelamatkan generasi dari moderasi beragama. Pemuda harus disadarkan akan bahaya moderasi Islam serta mendapat gambaran jelas mengenai Islam secara utuh, yakni Islam kafah. Tidak lain agar mereka tidak terjebak dengan upaya Barat merusak generasi.

Upaya memahamkan pemuda haruslah dari segala arah sebab jauhnya pemuda dari Islam adalah persoalan sistemis. Mulai dari lingkungan pendidikan, media, hingga keluarga, semua harus turut melindungi generasi dengan memberikan pemahaman yang benar tentang Islam. Semua ini tidak akan mungkin terlaksana jika sistem yang menaunginya adalah sistem kufur.

Khatimah

Hanya dengan menerapkan syariat Islam kafah dalam bingkai Khilafah, semua itu bisa terlaksana. Ada kisah yang telah masyhur mengenai sosok Muhammad Al-Fatih, seorang pemuda yang mampu menaklukkan Konstantinopel dengan strateginya yang luar biasa. 

Keberhasilan Muhammad Al-Fatih sejatinya karena ia telah memahami Islam kafah. Dari titik itulah, Muhammad Al-Fatih bercita-cita besar untuk menaklukkan Konstantinopel hingga Allah Swt. benar-benar menjadikannya pemenang. Masyaallah.

Rasulullah saw. bersabda, “Konstantinopel akan jatuh di tangan orang Islam. Pemimpin yang akan menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang mengikutinya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad bin Hanbal al-Musnad 4/335) [Ni]

Baca juga:

0 Comments: