Headlines
Loading...
Moderasi Agama Bukan Solusi atas Kerusakan Generasi

Moderasi Agama Bukan Solusi atas Kerusakan Generasi

Oleh. Rina Yosida

Istri presiden, Ibu Iriana Joko Widodo, istri wakil presiden, Ibu Wury Ma'ruf Amin, dan beberapa istri para menteri yang tergabung dalam Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Indonesia Maju (KIM), menggaungkan moderasi beragama kepada para pelajar di Balikpapan, Kalimantan Timur 
pada Rabu, 11 September 2024 (Kompas.com).

Kegiatan yang dihadiri 500 pelajar dari Madrasah Aliyah (MA) dan SMA se-Kota Balikpapan ini bertajuk, "Sosialisasi Moderat Sejak Dini", dengan tema "Cinta Tuhan dengan Mencintai Indonesia". Kegiatan seperti ini sudah tiga kali diadakan, sebelumnya di Bali dan Yogyakarta.

Menurut Eny Retno Yaqut, istri Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, terdapat 4 sikap moderasi beragama yang perlu disosialisasikan kepada para pelajar, yakni komitmen kebangsaan, anti   
kekerasan, sikap toleransi, dan penerimaan terhadap tradisi lokal.

"Kami (Kemenag) berkomitmen untuk terus mendorong dan memfasilitasi nilai-nilai Moderasi Beragama. Tidak hanya dalam teori tetapi juga praktik. Acara hari ini adalah sebagai bukti," ujarnya. 
(detikHikmah.com, 11 September 2024).

Program untuk menggaungkan moderasi beragama ini, antara lain: Pertama, menggabungkan ke dalam kurikulum pendidikan, seperti pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, Pancasila dan Kewarganegaraan; Kedua, pengembangan karakter melalui kegiatan keagamaan; Ketiga, dialog lintas agama atau saling mengunjungi ke tempat ibadah masing-masing.

Program ini juga menyasar guru dan orang tua dengan berbagai pelatihan dan sosialisasi. Tujuannya agar moderasi benar-benar bisa diterapkan di lingkungan sekolah dan rumah. Bahkan Menteri Agama telah mengeluarkan keputusan tentang pedoman pengangkatan guru madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat (KMA no. 1006 tahun 2021). Antara lain tahap seleksinya harus memiliki wawasan keberagaman moderat.

Mengutak-atik Definisi Beragama

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi memiliki dua arti, yaitu pengurangan kekerasan dan penghentian keekstriman. Ekstremisme sendiri banyak dipakai dalam hal politik dan agama, yang diartikan sebagai sesuatu pemikiran yang melampaui batas kebiasaan dalam membela sesuatu hingga menghalalkan segala cara, sekalipun dengan kekerasan. Betulkah?

Sedangkan radikal menurut KBBI artinya secara mendasar (sampai pada hal yang prinsip). Jika menjadikan agama sebagai dasar panduan hidup dinilai sebagai sesuatu yang salah, maka makin nyata adanya upaya pendangkalan akidah.

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
(Al-Baqarah [2]:208)

Surat Al-Baqarah ayat 208 adalah perintah bagi kaum muslim untuk ber-Islam secara totalitas, termasuk melakukan semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah Swt. Islam memiliki panduan yang sangat lengkap dan detail dalam berbuat dan berpikir. Mengapa hanya umat Islam yang taat menjalankan perintah agamanya dianggap sebagai golongan ekstremis dan radikal?

Pendangkalan Akidah

Ide moderasi telah tercantum dalam dokumen open source Rand Corporation (RC) yang berjudul Building Moderate Muslim Networks. Mereka menghendaki umat memahami Islam yang sesuai dengan ide liberal, seperti demokrasi, kesetaraan gender, hak asasi manusia (HAM), pluralisme, feminisme, childfree dan ide-ide barat lainnya. 

Kapitalisme, yang diusung oleh negara-negara barat, dengan sistem ekonominya telah memberikan kebebasan kepemilikan, sehingga para pemilik modal bisa menguasai dan mengendalikan tata kehidupan manusia yang meliputi pola pikir dan perbuatan. Bahkan sangat berpengaruh pada pemerintah dalam membuat kebijakan.

Mereka berupaya menanamkan moderasi agar generasi Islam memiliki pemikiran yang pragmatis, tidak kritis dan tidak mengenal syariat secara menyeluruh. Sehingga kekayaan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (bonus demografi) bisa terus dikuasai barat. Negara-negara muslim hanya menerima remahan saja, sebab dengan kemiskinan yang terstruktur, maka umat Islam akan mudah dikendalikan. 

Karena itulah hukum Islam adalah musuh bagi barat, sebab dalam Islam hal kepemilikan kekayaan sumber daya alam, haram dikuasai oleh swasta dan wajib dikelola negara untuk memenuhi kebutuhan warganya.

Barat telah melakukan dua pendekatan dalam menancapkan ideologinya, yaitu hard approach, seperti penjajahan secara ekonomi, dan soft approach, melalui pembuatan undang-undang di negara-negara muslim.

Semakin nyata tujuan moderasi beragama sejatinya adalah membentuk generasi Islam yang berpikiran moderat dan tunduk pada ideologi barat. Islam cukuplah hanya sebagai panduan spiritual, bukan sebagai panduan hidup. 

Paham kebebasan ini tak serta merta berlaku pada umat Islam. Seorang muslim tidak bisa bebas menjalankan syariat. Contohnya, sebuah perusahaan melarang pegawainya berpakaian yang menutupi aurat, larangan paskibraka mengenakan kerudung, larangan menyiarkan azan Maghrib di televisi saat kunjungan Paus beberapa waktu lalu, dan fakta lainnya yang menunjukkan kebebasan yang dimaksud tidak berlaku bagi kaum muslim. Tapi umat dipaksa menerima keberagaman dan bertoleransi versi sekulerisme. Begitu juga yang terjadi di negara-negara belahan dunia yang lain. 

Fakta Generasi Saat ini

Agenda moderasi agama begitu masif digaungkan, sementara kondisi generasi yang makin rusak, tak kunjung ada solusi untuk mengatasinya. Dengan banyaknya kasus kekerasan seperti perundungan, pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan lain-lain, tetapi pemerintah justru mengaruskan moderasi dan pastinya bukan solusi mengatasi kondisi generasi muda saat ini. 

Ditambah lagi dengan suguhan ala paham kebebasan, makin membuat daftar panjang efek kerusakannya pada generasi. Tak menerapkan adab terhadap orang yang lebih tua, hilangnya rasa malu, seks bebas, hamil di luar nikah, narkoba dan bisnis prostitusi.

Anehnya, dengan makin marak krisis moral dan etika, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang akan menciptakan masalah baru. Seperti pemberian alat kontrasepsi untuk pelajar (PP Kesehatan 2024 pasal 103 ayat 4) dan berbagai kegiatan yang semakin mengarahkan mereka pada kemaksiatan.

Kurikulum pendidikan bukan lagi fokus pada bidang keilmuwan, tetapi lebih menekankan pada keberagaman yang terus diulang-ulang dan mendominasi pada tiap bab beberapa pada mata pelajaran. Salah prioritas pada kebijakan pendidikan telah membuat kualitas dan daya kritis generasi sangat rendah. 

Rupanya kerusakan moral generasi saat ini tidak menjadi salah satu permasalahan serius bagi negara, tetapi justru kebangkitan Islam yang dianggap sebagai ancaman. Ini sebagai wujud penjagaan terhadap sistem buatan barat. Padahal sejatinya keberlangsungan dan kedaulatan suatu negara membutuhkan generasi penerus yang tangguh dan berpikir menyeluruh.

Islam Memiliki Solusi Tuntas

Jauh sebelum adanya agenda moderasi beragama, Islam telah lebih dulu memiliki panduan dalam hal toleransi dan menghormati umat lain tanpa mencampuradukkan akidah. Boleh berteman, menolong jika dibutuhkan dan bermuamalah, atau berhubungan dalam hal duniawi, tetapi haram hukumnya saling menolong dalam hal ibadah. Seperti perintah Allah dalam surat Al-Kafirun.

(1) “Katakanlah (Muhammad), Wahai orang-orang kafir!, (2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, (3) dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, (4) dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (5) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah, (6) untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
(QS. Al-Kafirun [109]: 1-6)

Begitu pun dengan ajakan untuk menerima keberagaman pada para pelajar, Islam pun sudah menetapkan aturannya yang terdapat dalam beberapa surat Al-Qur’an. Di antaranya tercantum dalam QS. Al-Hujurat [49]: ayat 13, yang menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal, sedangkan yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa.

Secara fitrah pemuda memiliki potensi yang sangat besar. Dengan pendidikan berlandaskan pada akidah Islam, maka akan terbentuk generasi muslim yang produktif, tangguh dan senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan, serta selalu merasa terpanggil untuk beramar makruf nahi munkar ketika melihat kemaksiatan dan kezaliman.

Seharusnya pemuda muslim menjadi duta Islam yang senantiasa disibukkan di jalan dakwah, sebab mereka memahami tujuan hidupnya adalah beribadah, yaitu melakukan semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah Swt. 

Ketika menemui masalah, mereka akan mampu mencari solusi sesuai koridor syara’, bukan berniat untuk mengambil jalan pintas mengikuti hawa nafsu sesaat. Sebab mereka memahami bahwa semua yang baik dan buruk, datangnya atas kehendak Allah Swt. untuk mengujinya.

Jadi tak perlu mengutak-atik syariat, karena semakin nyata jika meninggalkan hukum Allah maka kerusakan makin tak terkendali. Terbukti, tuduhan bahwa Islam identik dengan kekerasan merupakan narasi buatan barat untuk memojokkan dan mencegah kebangkitan Islam.

Dibutuhkan landasan akidah yang kokoh agar generasi berideologi Islam, sehingga ia tak mudah terombang-ambing mengikuti arus paham kebebasan ala barat, karena kebebasan menurut Islam adalah bebas menerapkan syariat secara sempurna. Semua ini bukan hanya menjadi tanggung jawab keluarga dan sekolah, tapi sangat dipengaruhi oleh kebijakan negara yang menerapkan sistem Islam. Wallahualam bissawab. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: