OPINI
Sekolah Negeri Sedang Kritis
Oleh. Mistri Ummu Qanita
(Pemerhati Umat Deli Serdang)
Baik atau tidaknya proses belajar mengajar, salah satunya tergantung dari kondisi fasilitas sekolah yang aman, bersih dan nyaman.
Fasilitas sekolah juga memiliki nilai jual terhadap kualitas pendidikan yang akan menarik minat masyarakat untuk menjadi peserta didik disekolah tersebut.
Maka, menjadi suatu keharusan bagi pihak sekolah khususnya sekolah negeri untuk senantiasa memperhatikan bagaimana kondisi sekolah terutama gedungnya.
Gedung sekolah yang rusak, hancur dan tidak terawat akan menggangu kenyamanan siswa-siswi dalam menerima pelajaran, terlebih lagi jika sekolah tidak memiliki gedung.
Sebagai contoh SMP NEGERI 60 Bandung yg tidak memiliki gedung, sehingga siswa-siswi terpaksa harus menumpang belajar di SD NEGERI 192 Ciburuy, kecamatan Regol kota Bandung sejak tahun 2018 (https//www.detik.com/jabar/berita/d-7561371).
Mereka harus terpaksa menggunakan alas terpal karna gedung SD NEGERI tak mampu menampung semua siswa-siswi, sungguh menyedihkan, apalagi saat datang hujan.
Suatu kondisi yang sangat miris dan memprihatinkan, bagaimana tidak? itu adalah sekolah SMP Negeri yang merupakan tempat pendidikan yang paling diminati mayoritas masyarakat karena biayanya yang ringan dan seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah untuk memberikan fasilitas yang memadai, namun justru pemerintah seperti buta dan tuli, berpura-pura belum mampu, sehingga menuntut masyarakat untuk memaklumi dan ini hanya satu contoh, masih banyak lagi sekolah lain yang kondisinya juga sama mirisnya.
Adapun alokasi dana anggaran pendidikan tidaklah cukup banyak, bahkan sarat akan korupsi dan salah kelola, sehingga wajarlah jika pembangunan sekolah tidak akan pernah terlaksana.
Inilah fakta rusaknya pengaturan pendidikan dalam sistem kapitalisme, dimana pendidikan yang seharusnya menjadi tanggungjawab negara untuk melahirkan generasi yang akan memajukan bangsa, tidak mendapat perhatian, mengapa? karena sistem kapitalisme melahirkan para pemimpin yang haus dan rakus akan jabatan dan kedudukan dengan menjadikan rakyat sebagai korban. Tentunya didasari oleh mahalnya nilai kepemimpinan, sehingga mereka akan fokus untuk mengembalikan modal saat berhasil meraih kursi kekuasaan. Mereka enggan menjalankan fungsinya sebagai ro'yul 'amm, khususnya dalam aspek pendidikan.
Hal ini sangat berbeda dengan pendidikan dalam sistem islam, dimana islam memandang bahwa pendidikan merupakan hak setiap individu masyarakat dan penentu masa depan peradaban yang maju dan mulia.
Sistem pendidikan islam didasarkan pada sebuah kesadaran bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu , sesuai sabda Rasulullah Saw "Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim". (HR Ibnu Adi dan Baihaqi).
Atas dasar ini, negara wajib menyediakan pendidikan yang bebas biaya dan berkualitas, baik bagi muslim maupun non muslim, baik miskin maupun kaya tanpa ada perbedaan. Biaya yang dibebaskan tidak hanya menyangkut uang sekolah (SPP), tetapi juga termasuk di dalamnya biaya pendaftaran, biaya praktikum, biaya buku, biaya pembangunan, dan di semua jenjang pendidikan, dari tingkat rendah hingga perguruan tinggi.
Negara juga wajib menyediakan sarana dan prasarana, baik sarana fisik sekolah, sarana proses belajar mengajar dan sarana penunjang lain yang di butuhkan, seperti asrama bagi pelajar, perpustakan, laboratorium, kantor, sarana administrasi, dan lain sebagainya.
Rakyat boleh saja berpartisipasi dalam penyediaan sarana dan prasarana tersebut sebagai bentuk amal jariyah, namun tidak menjadi kewajiban apalagi mengambil alih hal tersebut karena semua itu menjadi tanggung jawab negara dan seorang pemimpin akan bertanggungjawab di hadapan Allah Swt.
Pada masa kekhalifahan Abbasiyah misalnya, sekitar 3000 mesjid Khan yang di dirikan oleh gubernur Badr bin Hasanawaih al qudri (1015 M) sebagai tempat belajar sekaligus asrama bagi para penuntut ilmu.
Selain itu, bangunan baitul hikmah yang di dirikan oleh khalifah Harun Ar-rasyid yang dijadikan sebagai pusat pendidikan dan penelitian dengan fasilitas memadai sehingga melahirkan para ilmuwan terkenal seperti Al kindi, Al farabi, Al Ghazali, Al khawarizmi, dan Al Battani. Hal ini masih sebagian contoh kecil bentuk sarana prasarana pendidikan dalam Islam, yang menjadi bukti bahwa negara bertanggungjawab penuh terhadap pendidikan masyarakatnya.
Negara pasti mampu memenuhi kebutuhan anggaran karena syara' telah menetapkan sumber-sumber pendapatan sesuai dengan sistem ekonomi Islam, dimana telah ada penetapan pos anggaran pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan semuanya akan terlaksana dengan penerapan Islam secara kaffah oleh negara.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita tetap akan mempertahankan sistem pendidikan saat ini dengan sarana prasarana yang memprihatinkan karena abainya negara? Atau kita beralih kepada sistem pendidikan Islam, dimana negara pasti akan menjamin kenyamanan proses belajar mengajar demi mencetak generasi peradaban mulia sebagai bentuk tanggungjawabnya di hadapan Allah Swt.
Lalu, apa upaya yang harus kita lakukan untuk kembali kepada sistem pendidikan Islam? Tentunya melakukan aktivitas dakwah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, menjelaskan kepada umat bahwa hanya islam satu-satunya yang ∞ mampu menjamin terciptanya pendidikan yg nyaman dan berkualitas. Aktivitas dakwah ini merupakan kewajiban dari Allah Swt dalam QS. Ali-Imran ayat 104.
Tanjung Morawa, 8 Oktober 2024 [Rn]
Baca juga:

0 Comments: