OPINI
Sudahkah Guru Menjadi Tempat Aman Bagi Siswa?
Oleh. Aqila Fahru
Setiap tanggal 5 Oktober seluruh dunia memperingati hari World’s Teacher Day atau Hari Guru Sedunia. Peringatan ini telah dilaksanakan semenjak tahun 1994 sebagai hari yang memperingati penandatanganan rekomendasi UNESCO/ILO 1996 mengenai status guru. Rekomendasi tersebut bertujuan untuk menetapkan hak dan tanggung jawab guru serta standar internasional untuk persiapan mereka sebagai pengajar. UNESCO berharap dengan adanya peringatan Hari Guru Sedunia dapat mengapresiasi, mendukung dan menunjukkan kepedulian dunia kepada jasa guru. Menurut UNESCO pendidikan merupakan sarana untuk mengubah kehidupan, membangun kedamaian, mengentaskan kemiskinan serta mendorong pembangunan berkelanjutan (Kompas.com, 5/10/2022).
Akan tetapi, pada faktanya kondisi pendidikan yang ada sekarang sangat jauh dengan yang diharapkan. Sebagai contoh, kasus seorang siswa SMP Negeri 1 STM Hilir yang berinisial RSS dikabarkan wafat setelah menjalani hukuman dari guru agamanya dikarenakan RSS tidak hafal ayat di kitab suci. Karena itu, RSS mendapatkan hukuman dari seorang guru honorer di sekolah tersebut dengan melakukan squat jump sebanyak 100 kali. Setelah RSS mendapatkan hukuman, RSS sempat dilarikan ke Rumah Sakit Sembiring, Kabupaten Deli Serdang. Akan tetapi kondisinya terus menurun hingga akhirnya RSS meninggal (Tirto.com, 2/10/2024).
Iman, selaku Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai bahwasannya guru-guru yang melakukan kekerasan kepada muridnya butuh untuk dikecam dengan keras. Menurutnya, salah satu faktor bahwa suburnya kekerasan yang terjadi di area sekolah menunjukkan minimnya pengetahuan guru dan siswa mengenai berbagai bentuk kekerasan. Menurut Iman ekosistem dan lingkungan sekolah saat ini belum mampu melindungi siswa dari kekerasan. Berdasarkan Permendikbud Nomor 46/2023 mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan dalam ranah pendidikan, sebenarnya telah memberikan angin segar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Akan tetapi mayoritas sekolah yang ada hanya menerapkan aturan ini secara parsial dan hanya sekadar untuk menggugurkan kewajiban (Tirto.com, 2/10/2024).
Banyak faktor yang sebenarnya mendasari banyaknya guru-guru yang belum memahami dan mengerti berbagai bentuk kekerasan dalam ranah pendidikan. Mulai dari kurangnya pengawasan, kurangnya waktu bagi para guru untuk mempelajari beleid mengenai kekerasan di sekolah, beban kewajiban administratif yang menyita banyak waktu dan tenaga para guru, belum lagi kewajiban untuk menyiapkan materi ajar di kelas. Maka tidak heran apabila para guru belum sepenuhnya memahami Permendikbud Nomor 46/2023 (Tirto.com, 2/10/2024).
Permasalahan guru di Indonesia merupakan masalah yang cukup pelik. Di balik fakta yang telah dipaparkan sebelumnya, ternyata banyak faktor yang menjadikan mayoritas guru saat ini tidak dapat menjadi tempat yang aman bagi siswa. Mulai dari faktor gaji yang tidak sesuai dengan tenaga dan waktu yang telah dikerahkan oleh guru, kurikulum yang membingungkan, tekanan hidup yang tinggi, serta jasa guru yang hanya dianggap sebagai faktor produksi. Sistem sekuler-kapitalisme pun turut andil dalam mempengaruhi jati diri seorang guru, sehingga seorang guru tega melakukan tindakan buruk kepada para siswanya. Baik berupa kekerasan fisik, kekerasan mental, maupun kekerasan seksual, dan terparah hingga menghilangkan nyawa siswanya. Sungguh miris.
Sangat kontras bila dibandingkan dengan sistem Islam. Islam merupakan agama yang tidak hanya memerintahkan dalam masalah ibadah mahdah saja. Akan tetapi Islam juga merupakan ideologi yang mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat hingga pada akarnya.
Dalam sistem Islam, keberadaaan guru sangat dihormati dan dimuliakan. Islam memerintahkan murid untuk takzim kepada gurunya dengan menunjukkan akhlak yang mulia dan adab yang luhur, negara juga menghargai jasa guru dengan memberikan gaji yang tinggi. Dr. Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani di dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah menyebutkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, gaji tahunan rata-rata untuk pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sedangkan gaji untuk periwayat hadis dan ahli fikih mencapai 4.000 dinar. Atau setara dengan Rp12,75 miliar per tahun. Sedangkan pengajar Al-Qur’an dan hadis mencapai Rp25,5 miliar per tahun. semakin tinggi tingkat keilmuan seorang ulama, gajinya makin besar. Imam Al-Waqidi, ulama ahli Al-Qur’an dan hadis paling populer pada masanya, mendapatkan gaji tahunan mencapai 40.000 dinar atau setara Rp255 miliar.
Di sisi lain Islam juga menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang bertujuan untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Sehingga, mencetak orang-orang yang tidak hanya pintar dalam keilmuan umum, tetapi juga memiliki akidah Islam yang kuat. Negara juga mendukung para guru untuk meningkatkan kualitas pengajarannya dengan tersedianya fasilitas pendidikan, pelatihan, diskusi ilmiah, dan sarana lain yang menunjang guru.dan yang terpenting adalah terdapat dukungan dari sistem lingkungan yang bersinergi antara pemerintah, guru dan orang tua, semuanya saling bahu membahu dalam mencerdaskan umat.
Pentingnya Islam diterapkan kembali dalam kehidupan kita, selain penerapan Islam kafah merupakan perintah dari Allah, juga agar masyarakat hidup dalam ketenangan dan kedamaian. Wallahualam bissawab. [Ay]
0 Comments: