OPINI
Tunjangan Rumah Dinas Anggota DPR: Beda Nasib Rakyat dan Wakil Rakyat
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
Dalam kebijakan tentang pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR yang baru dilantik, terlihat gap yang signifikan antara yang diterima oleh wakil rakyat-yang seharusnya melayani rakyat-dan rakyat itu sendiri. Di mana anggota DPR dapat menikmati tunjangan perumahan dari negara, sementara rakyat yang mereka wakili harus membayar Tapera (Tabungan Perumahan) dengan potongan gaji sebesar 3 persen di tengah kondisi yang sulit ini.
Kita harus memiliki pengertian yang jelas, bahwa anggota DPR bukan hanya merupakan pejabat politik, tetapi juga sebagai pelayan publik. Kehormatan mereka terletak pada kemampuan mereka dalam memberikan layanan terbaik bagi rakyat. Namun, masalah muncul ketika banyak orang tertarik untuk menjadi anggota DPR bukan untuk membantu rakyat, melainkan hanya karena ingin keistimewaan yang akan didapatkan saat menjabat menjadi seorang wakil rakyat, seperti gaji besar dan fasilitas lainnya.
Kendati tunjangan perumahan yang dimaksud akan diatur oleh Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR periode 2024—2029. Namun, menurut penelitian ICW, pemborosan anggaran anggota DPR dalam bentuk tunjangan perumahan diperkirakan mencapai Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun selama lima tahun ke depan.
Tentu saja hal ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, karena anggota DPR menerima berbagai tunjangan dan fasilitas negara yang sangat mewah, sedangkan rakyat terutama para pekerja/buruh yang merupakan rakyat kecil serta sangat membutuhkan, harus membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mulai tahun 2027 sebesar 3 persen dari gaji mereka sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024.
Dalam sistem Islam, terdapat juga orang-orang yang bertugas mewakili kaum muslimin dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan negara atau sering disebut dengan Majelis Umat (MU). Meskipun MU dan anggota DPR memiliki fungsi dan peran yang tidak jauh berbeda, seperti dalam melayani rakyat dengan menyampaikan aspirasi rakyat, melakukan muhasabah kepada penguasa, serta melakukan syura atau musyawarah, tapi ada perbedaan besar di antara keduanya. Yaitu MU tidak membuat peraturan ataupun hukum, sebab sebagaimana diketahui di dalam Islam hanya Allah yang berhak menetapkan hukum. Sementara tugas pemimpin negara atau Khalifah ialah menerapkan hukum tersebut dan MU bisa memberi masukan, meski sifatnya tidak mengikat.
Dengan tidak adanya kemampuan MU untuk membuat hukum ini, membuat MU tidak akan dapat terintervensi oleh pihak atau kepentingan apa pun. Selain itu, meski anggota MU mendapatkan gaji sebagaimana mestinya, tetapi mereka tidak mendapat fasilitas istimewa seperti yang diterima oleh anggota DPR saat ini. Hal ini menjadikan tujuan utama MU yaitu menjadi wakil rakyat tetap dapat terjaga dengan baik dan murni.
Selain itu terdapat pendidikan berakidah Islam dalam sistem Islam, yang akan membentuk karakter kepribadian Islam, dan menjadikan setiap individu memiliki ketakwaan, sifat amanah dan profesional, serta tumbuhnya kesadaran pada mereka, bahwa jabatan bukanlah profesi untuk memenuhi kepentingan diri sendiri, melainkan amanah besar yang kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Sehingga ketika melakukan tugasnya, para anggota MU dapat benar-benar fokus pada tugas yang diberikan oleh rakyat.
DPR hari ini, tampaknya terlalu jauh dari rakyat. Mereka memandang rakyat sebagai sekumpulan pemberi suara yang mereka perlukan lima tahun sekali. Para anggota DPR mungkin merasa mereka bukan lagi wakil dari rakyat, tetapi bos dari rakyat, hingga selalu ingin diperlakukan dengan eksklusif dan terjamin segala sesuatunya. Hingga mereka juga tak sungkan menampilkan berbagai perilaku buruk yang tidak layak dicontoh oleh rakyat.
Dalam hal ini, perbaikan dalam sistem kehidupan, baik itu ekonomi, sosial maupun politik memang sangat perlu dilakukan, agar dapat memberikan perlindungan serta rasa keadilan bagi rakyat. Selain itu, dengan penerapan sistem Islam yang menyeluruh juga akan dapat mengembalikan peran wakil rakyat seperti DPR untuk bekerja hanya untuk kepentingan rakyat, sekali lagi, karena dalam Islam jabatan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Sehingga, hal ini dapat mengembalikan peran wakil rakyat sesuai dengan maksud dan tujuan awal sebagai pelayan publik untuk melayani masyarakat. Wallahualam. [Ni]
0 Comments: