Headlines
Loading...
Zero Poverty dalam Sistem Kapitalisme, Mungkihkah?

Zero Poverty dalam Sistem Kapitalisme, Mungkihkah?

Oleh. Ana Mujianah, S.Sos.I.

Zero poverty (tanpa kemiskinan) tentu menjadi harapan setiap penduduk di seluruh dunia, sebab hari ini kemiskinan merupakan momok yang sering kali menghantui masyarakat. Tidak hanya persoalan kesejahteraan, kemiskinan juga kerap menimbulkan berbagai persoalan lainnya seperti tindak kejahatan, pelecehan, kekerasan, dan berbagai persoalan sosial lainnya.

Lebih dari satu miliar orang hidup dalam kemiskinan akut di seluruh dunia. Hal itu berdasarkan laporan Program Pembangunan PBB pada hari Kamis, 17/10/2024. Mirisnya, setengah dari jumlah tersebut, yang paling merasakan dampaknya adalah anak-anak. Bahkan yang lebih mencengangkan adalah bahwa jumlah tingkat kemiskinan tersebut tiga kali lebih tinggi dari negara yang tengah berperang (beritasatu.com, 17/10/2024).

Persoalan kemiskinan sebenarnya sudah menjadi perhatian dunia sejak lama. Sejak tahun 1992, Majelis Umum PBB sendiri telah menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Pengentasan Kemiskinan Sedunia. Artinya, ada kesepakatan dari berbagai negara di dunia tentang pentingnya melakukan aksi nyata dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan ini. 

Dilansir dari mediaindonesia.com, 17/10/2024, dalam peringatan Hari Pengentasan Kemiskinan Sedunia, telah dilakukan berbagai upaya dengan harapan mampu mengentaskan kemiskinan. Di antaranya adalah aksi solidaritas berupa kampanye di media sosial dengan tagar #EndPoverty atau #FightPoverty yang membahas isu-isu kemiskinan. Tak hanya itu, penerapan kebijakan sosial bagi kelompok rentan juga menjadi perhatian yang harus dilakukan oleh pemerintah masing-masing negara. Di negara maju kebijakan itu berupa tunjangan pengangguran, asuransi kesehatan, dan jaminan perumahan bagi warga yang kurang mampu. Sedangkan di negara berkembang ada bantuan langsung tunai (BLT) yang menjadi andalan pemerintah untuk membantu rakyat miskin. 

Namun, faktanya hingga hari ini persoalan kemiskinan masih menghantui masyarakat di seluruh dunia. Resolusi PBB tampaknya tidak membuahkan hasil signifikan dalam mewujudkan kesejahteraan. Maka, perlu dicari akar persoalannya, mengapa kemiskinan seakan menjadi hal yang sulit diselesaikan hingga hari ini. 

Jika kita telisik, kemiskinan di dunia ini terjadi secara sistematik. Sistem kapitalisme yang diterapkan oleh negara-negara di dunia hari ini telah menihilkan peran negara dalam mengatur perekonomian rakyat. Dalam sistem kapitalisme, negara menyerahkan perekonomiannya kepada swasta. Masyarakat atau swasta diberikan kebebasan menjalankan kegiatan ekonominya sesuai dengan modal yang dimiliki. Maka, wajar jika kemudian jurang kemiskinan semakin menganga. Bagi mereka yang memiliki modal (kapital) besar akan semakin kaya sedangkan rakyat kecil tidak mendapatkan apa-apa.

Dalam sistem kapitalisme, swastalah yang mengatur pasar. Negara tidak bisa mengintervensi sebab negara hanya sebagai fasilitator saja. Adapun berbagai program pengentasan kemiskinan berupa tunjangan-tunjangan atau bantuan yang diberikan negara, sejatinya tidak akan bisa mengentaskan kemiskinan selama pengelolaan perekonomiannya diserahkan kepada swasta. 

Selain itu, dalam sistem kapitalisme, pendapatan negara diukur secara rata-rata, bukan dilihat dari terpenuhinya kebutuhan masyarakat per kepala. Sehingga bisa dikatakan bahwa kesejahteraan yang diperoleh sejatinya adalah kesejahteraan semu. Artinya seperti fenomena gunung es, hanya kelihatan sejahtera sebagian, tetapi sebenarnya masih banyak rakyat yang hidup dalam garis kemiskinan. Dengan tata kelola perekonomian seperti ini, maka mustahil sistem kapitalisme mampu mengentaskan kemiskinan.

Oleh karenanya butuh pengaturan yang jelas agar persoalan kemiskinan bisa diselesaikan. Negara tidak hanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat, tetapi negara juga harus hadir dalam mengelola kekayaan yang menjadi milik umum dan mengatur mekanisme pasar sehingga tidak dikuasai oleh segelintir orang.

Maka kita bisa melihat bagaimana pengaturan dalam sistem Islam ketika Islam diterapkan. Dalam Islam, negara bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Jaminan pemenuhan ini tidak diukur secara global, tetapi dipastikan bahwa setiap individu rakyat mendapatkan haknya. Sebab di dalam Islam, kesejahteraan tidak diukur secara rata-rata nasional, namun dipastikan sampai ke setiap individu per individu.

Bagaimana negara memenuhi kebutuhan tersebut? Negara mengambil perannya secara penuh sebagai ra’in (pengatur) untuk mengatur urusan rakyat. Kekayaan alam yang merupakan harta milik umum tidak diserahkan kepada swasta, tetapi dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, tidak akan terjadi penguasaan kekayaan oleh segelintir orang. Adapun swasta atau individu tidak dilarang melakukan usaha atau mencari kekayaan selama bukan penguasaan terhadap harta milik umum.

Dengan pengaturan ekonomi seperti ini, maka kemiskinan akan bisa diminimalisir sebab rakyat telah terpenuhi kebutuhannya oleh negara dan kekayaan negara tidak hanya dinikmati oleh sebagian orang. Sungguh, sistem Islam sejatinya mampu menyelesaikan berbagai persoalan termasuk kemiskinan jika diterapkan secara kafah dalam sebuah negara. 

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: