Headlines
Loading...
Oleh. Sri Suratni 

Belakangan ini sedang hangat-hangatnya pembahasan tentang kenaikan upah minimum bagi tenaga buruh. Sekilas hal itu seperti angin segar yang menjanjikan harapan baru bagi para buruh. Akankah harapan menjadi kenyataan?

Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Subchan Gatot mengungkapkan bahwa Dewan Pengupahan Nasional sudah melakukan sidang, dan ada rapat khusus membahas pengupahan. Menurut beliau pada rapat itu ada perwakilan pengusaha, serikat, dan pemerintah. Waktu pembahasan tinggal sedikit untuk memutuskan upah minimum kenaikan berdasarkan PP 51/2024 maksimum 0,3 dengan kenaikan kurang lebih 3,5 persen (cnbcindonesia.com, 7/11/2024).

Berdasarkan apa yang diungkapkan Subchan, ternyata kenaikan upah minimum buruh untuk tahun 2025 sangatlah kecil, yaitu di bawah lima persen. Hal itu tidak sepadan dengan kenaikan pajak tahun 2025.

Jika kita amati angka kebutuhan hidup masyarakat saat ini cukup tinggi. Segala sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup sangatlah mahal. Sehingga upah buruh masih sangat rendah untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Pada sistem kapitalis, tenaga yang dicurahkan oleh para buruh hanya dihargai atau dibayar dengan tingkat upah yang paling minimum. Upah yang diberikan tidak sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan. Kendati upah mereka dinaikkan namun tetap saja dibuat dengan standar upah yang seminimal mungkin. 

Tenaga buruh dianggap sebagai faktor produksi dan perusahaan akan menarik keuntungan yang sebesar-besarnya dari mereka. Sebaliknya hal tersebut membuat kehidupan buruh dalam keadaan pas-pasan karena gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Bagi masyarakat kita kondisi seperti itu tidaklah mengherankan sebab sesuai dengan regulasi di dalam sistem kapitalisme yang keberpihakannya hanya kepada pengusaha, bukan kepada buruh. Buruh hanya dianggap sebagai mesin produksi yang tidak punya posisi tawar tinggi. 

Dengan demikian harapan untuk bisa hidup sejahtera bagi buruh ibarat api jauh dari panggang. Buruh tidak mungkin sejahtera selagi sistem yang diterapkan sistem kapitalis. Di sistem ini, buruh bak sapi perah yang dimanipulasi untuk mengeruk keuntungan bagi perusahaan, sedangkan buruh sendiri nasibnya diabaikan begitu saja.

Di dalam sistem Islam, negara memberikan perhatian yang besar kepada setiap penduduknya termasuk buruh. Khalifah akan mengurusi urusan setiap penduduknya sedemikian rupa. Kemaslahatan dan kesejahteraan mereka diutamakan. Nabi saw. bersabda:

الإِÙ…َامُ رَاعٍ Ùˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Sehingga segala permasalahan yang dihadapi buruh pada hari ini, tidak akan kita jumpai pada sistem Islam. Kesejahteraan buruh dijamin oleh negara. Setiap tenaga yang dikeluarkan oleh buruh akan dibayar sesuai dengan kesepakatan. Besaran upah disesuaikan dengan kinerja yang dihasilkan. Sekiranya terjadi perselisihan mengenai upah tersebut, maka negara akan mengirimkan khubara (ahli) yang akan menetapkan besaran upah tersebut.

Perusahaan tidak akan berlaku zalim terhadap buruh, demikian juga sebaliknya. Antara pengusaha dan buruh memiliki posisi yang sama sebagai manusia yang berhak memperoleh kehidupan yang layak. Dengan demikian harapan buruh hidup sejahtera hanya ada di dalam sistem Islam.

Sahabat, marilah kita rapatkan barisan berjuang di jalan dakwah untuk menegakkan kembali kehidupan Islam di bawah naungan Daulah. Semoga Allah Swt. berkenan menurunkan nasrullah untuk tegaknya kembali Khilafah. 

Wallahualam bissawab. [Ni] 

Pekanbaru, 14 November 2024

Baca juga:

0 Comments: