Headlines
Loading...
Oleh. D’Safira

“Hai, kids, ini aku mamamu!” Anak remaja mana yang tidak tahu kalimat tersebut yang trending beberapa bulan lalu. Rasanya hampir seluruh remaja yang melek teknologi pasti tahu dan sering melihat konten yang serupa. Konten tersebut menceritakan diri kita sebagai kreator yang kelak akan menjadi seorang ibu dan mengirimkan pesan kepada anak kita di masa depan. Konsep konten ini diikuti oleh berbagai kalangan, bahkan oleh mereka yang masih anak-anak sekalipun.

Kemajuan zaman yang saat ini terjadi memungkinan para penggunanya, termasuk para remaja, untuk mengakses dan menonton berbagai konten dan konteks viral di media sosial. Terlebih, saat ini mayoritas remaja sudah memiliki gawai dan akses internet sendiri. Anak-anak yang berselancar dan terjun di media sosial menjadi hal yang lumrah.

Jika ditelisik dari kondisi tersebut, kita dapat mengindra bahwa generasi saat ini mudah latah terhadap perkembangan tren dunia maya dan mengikutinya tanpa filter. Termasuk pada konsep video “Hai Kids, ini aku mamamu!” dan tren viral lainnya. Video challenge dan lainnya ditiru dan diunggah demi FYP. Hal ini terjadi karena mereka diliputi rasa FOMO atau fear of missing out, yaitu ketakutan terhadap ketertinggalan informasi atau momen yang sedang ramai diperbincangkan karena takut dikucilkan dan dianggap kurang update terhadap perkembangan informasi. Padahal jika dilihat, konten-konten tersebut hanya berisi hiburan yang minim edukasi, bahkan tidak jarang berdasar pada kepalsuan dan mengarah pada keburukan.

Hal tersebut tidak lepas dari pengaruh sekularisme di tengah para remaja, yang merupakan buah dari sistem kapitalisme. Kapitalisme telah mengubah standar kebahagiaan manusia dengan tolok ukur kesenangan dan kepuasan pribadi yang sejatinya hanya sementara. Asas materi yang menjadi dasar aktivitas sehari-hari ini menjadikan mereka mengabaikan standar baik-buruk dalam kehidupan, sehingga mereka tidak lagi memikirkan pahala dan dosa dalam setiap perbuatan yang dilakukan. Bagi mereka, selama tidak merugikan orang lain secara material, maka mencari dan mengunggah konten hiburan akan selalu dipersilakan.

Pemikiran material yang dibahas sebelumnya juga telah menjangkiti masyarakat secara umum. Minimnya kontrol dari keluarga, masyarakat, bahkan negara menyebabkan para remaja semakin leluasa dalam mengakses dan mengikuti tren-tren nirmanfaat. Jika dibiarkan terus-menerus, kondisi ini akan membawa dampak yang lebih luas bagi remaja dalam aspek pemikiran dan perilaku jangka panjang.

Penting bagi kita untuk mengambil langkah demi menyelamatkan generasi remaja saat ini. Dari sisi individu dan keluarga, perlu dibentuk kesadaran dan pemikiran yang tepat terhadap hakikat kehidupan manusia dengan berlandaskan pada akidah Islam yang kuat. Akidah tersebut akan menuntun remaja untuk memiliki tujuan hidup yang jelas, yaitu beribadah kepada Allah Swt. Sehingga, setiap perbuatan yang ingin dilakukan akan dikembalikan pada standar halal-haram dan pahala-dosa. Terlebih, Rasulullah saw. telah bersabda bahwa “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah). Sabda tersebut telah cukup untuk mendukung agar kita selalu memikirkan ulang manfaat yang bisa dibagikan dari setiap aktivitas. 

Dari sisi yang lebih luas, masyarakat berperan untuk saling mengingatkan dan mengajarkan pada kebaikan, sehingga segala perbuatan yang melenceng dari koridor Islam akan ditegur dan dituntun kembali pada jalan yang benar dengan cara yang makruf.

Peran yang paling besar adalah di bawah campur tangan negara. Negara harus mampu membentuk kehidupan remaja yang penuh dengan suasana haus ilmu, bukan haus kepopuleran dan kesenangan khayalan. Pemahaman mengenai akidah dan syariat beserta segala penerapannya turut menjadi hal yang wajib diurusi, salah satunya melalui pendidikan. Konten-konten yang dapat diakses hanya berisi media edukasi, sehingga pengaruh sekuler yang jauh dari nilai agama akan diminimalisasi bahkan dinihilkan. Sistem yang dapat memenuhi dan menaungi syarat-syarat tersebut adalah Khilafah Islamiyah, buah dari penerapan syariat Islam secara kafah. Wallahualam bissawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: