Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Faiha Hasna
(Pena Muslimah Cilacap)

Melansir CNNIndonesia, pada Selasa, (5/11/2024) lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengamankan sebanyak tujuh puluh enam ribu empat ratus dua puluh latiao, serta memusnahkan empat puluh sembilan latiao yang disita, karena kadaluwarsa atau tidak ada izin edar. Pencabutan itu bermula dari insiden luar biasa keracunan pangan di beberapa wilayah.

Geger! Gegara keracunan pangan ini yang menjadi korban yaitu mayoritas anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar (SD). Selain itu, melalui uji laboratorium, ditemukan bakteri Bacillus Cereus. Mirisnya lagi, bakteri tersebut bisa memicu sejumlah keluhan yang diakibatkan cemaran, seperti rasa mual, diare, muntah, sampai sesak napas. Selain menguji sampel produk, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun melakukan kegiatan lain, seperti memeriksa gudang importir dan distributor produk. BPOM menemukan adanya pelanggaran cara pangan olahan baik oleh importir dan distributor.

Ihwal keracunan pangan dan obat-obatan yang tak layak redar di pasaran ini sejatinya bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, perkara serupa juga di tahun 2022 lalu peredaran obat sirup dengan cemaran Etilen Glikol melebihi ambang batas aman telah memakan lebih dari tiga ratus dua puluh empat  anak dengan gejala yang sama yakni gagal ginjal. (Cnbcindonesia, 26/12/2022) 

Untuk itu, wajar saja jika BPOM menindaklanjuti dengan menarik izin edar terkait. Dari dua kejadian serupa ini sejatinya menunjukkan begitu lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat yang beredar di tengah masyarakat negeri ini. 

Peraturan keamanan pangan dan obat di  negeri khatulistiwa ini memang perlu banyak berkemas alias berbenah. Baik itu dari segi riset maupun birokrasinya. Hal Ini tak lain dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat selaku konsumen produk pangan dan obat yang beredar di pasaran.

Maka, memang sudah selayaknya menjadi perhatian bagi para pemimpin untuk lebih proaktif terjun ke masyarakat supaya melakukan pelayanan demi tercapainya standar keamanan pangan. Karena memastikan keamanan pangan yang beredar merupakan tanggungjawab penguasa, termasuk produk yang berasal dari luar negeri.

Kejanggalan perizinan peredaran pangan di negeri ini memang sudah ditemukan sejak lama. Betapa tidak, faktanya memang di satu sisi para pengusaha kecil dan menengah begitu sulitnya untuk memperoleh perizinan, pengawasan hingga pelatihan dari birokrasi. Sementara di sisi lain, para korporasi besar produsen pangan baik lokal maupun asing yang akan menjadi produk impor, malah dipermudah mendapatkan izin walaupun seringkali produk pangannya tidak aman. 

Ada indikasi pemerintah telah tersandera berbagai kepentingan ekonomi sebagai konsekuensi penerapan aturan ala kapitalisme di negeri ini.

Pelayan Korporasi

Inilah cerminan negara yang menjalankan sistem kapitalisme sekularisme yang abai terhadap kepentingan rakyatnya. Sebaliknya, negara justru berpihak kepada korporasi.

Sejatinya, penerapan aturan dalam kapitalisme saat ini juga telah meletakkan peran negara bukan sebagai pengurus rakyat, melainkan pelayan korporasi (corporate servant). 

Sungguh, akan sangat jauh standarnya dengan negara yang menjadikan landasan akidah Islam sebagai asas negaranya yakni Daulah Islamiyah sebagai satu-satunya pengaturan Islam baik bermasyarakat maupun bernegara, baik dalam urusan politik, ekonomi, sosial hingga kemaslahatan rakyat seperti pangan. Negara yang bersyaksiyahkan Islam memiliki mafhum ra'awiyah dalam semua urusan termasuk obat dan pangan baik dalam produksi maupun peredarannya. 

Selain itu pula, prinsip halal dan thayyib akan menjadi panduan negara dalam memastikan pangan dan obat yang beredar di pasaran.

Sejatinya, salah satu perangkat negara yang akan ditugasi untuk melakukan inspeksi peredaran pangan adalah qadhi hisbah. Qadhi hisbah bertugas mengurusi masalah penyelesaian pangan (mukhalafat) yang dapat membahayakan hak-hak masyarakat. Melalui inspeksi pasar yang dilakukan oleh qadhi hisbah atau al muhtasib, peredaran pangan dan obat akan terjaga dari zat haram dan membahayakan kesehatan serta jiwa. Apalagi qadhi hisbah memiliki wewenang memberikan putusan dalam berbagai penyimpangan secara langsung tanpa memerlukan adanya sidang pengadilan. Bentuk inspeksi pasar yang dilakukan oleh qadhi hisbah bukan hanya untuk bahan tetapi juga untuk produk-produk olahan berupa makanan, jajanan, hingga obat-obatan. Inspeksi yang dilakukan oleh qadhi hisbah tidak hanya berlaku untuk pasar tradisional, pasar modern seperti supermarket, pusat-pusat pengolahan pangan serta industri rumah tangga maupun pabrik besar milik korporasi, tetapi juga produk pangan dan obat yang diimpor negara Kh!l4f4h dari luar.

Upaya Menjaga Jiwa

Upaya negara menjamin keamanan pangan dan obat bagi warga negaranya juga tidak lepas dari pelaksanaan syariat Islam secara menyeluruh (kafah) yang menjamin penjagaan jiwa manusia. Dalam upaya menjaga jiwa manusia negara tidak hanya melakukan upaya kuratif, tetapi juga upaya preventif. Upaya preventif dilakukan negara dengan menjaga peredaran pangan dan obat yang disinyalir berbahaya. Apalagi dalam Islam ada syariat yang memerintahkan untuk memakan makanan yang halal dan thayyib saja. Thayyib disini bermakna tidak membawa kepada keburukan atau mudarat kepada tubuh manusia. Hal ini akan dikontrol dan diawasi oleh Departemen Kemaslahatan Bidang Kesehatan Negara Kh!l4f4h secara berkala atas setiap pangan dan obat yang beredar. Selain itu, negara menetapkan standar pangan dan obat yang boleh beredar di masyarakat dan harus mendapatkan izin sebelum pengedaran, baik produk lokal maupun impor. Semestinya, untuk produk impor negara lebih berhati-hati lagi dalam melakukan pengawasan yang ketat serta memastikan produk pangan dan obat yang diimpor terbukti aman dikonsumsi masyarakat.

Hanya dengan Kh!l4f4h, aturan terbaik yang akan membawa keberkahan bagi umat melakukan penjagaan secara maksimal terhadap jiwa warga negaranya dengan mekanisme yang telah ditetapkan syariat Islam. Wallahualam.

Baca juga:

0 Comments: