Headlines
Loading...
Oleh. Ummi Fatih 

Kaum Gen Z yang terlahir antara tahun 1997-2012, saat ini pasti rata-rata sudah masuk kategori kaum balig yang harus bertanggung jawab penuh atas semua amal perbuatannya di hadapan Allah Swt. Baik perbuatan yang tampak jelas, seperti shalat dan belajar, maupun perbuatan tersembunyi dalam hati, seperti rasa ikhlas saat beramal salih dan rasa dendam tinggi saat bermasalah dengan orang lain. 

Tidak hanya itu, tangung jawab penuh akan amal perbuatannya pun tidak sekedar menyangkut kehidupan pribadinya. Namun, kehidupan sosial yang berhubungan dengan orang lain, pasti juga akan dikoreksi dan dinilai dengan teliti oleh Allah Swt. Apabila perbuatan itu baik, tidak membuat orang lain susah dan terusik, maka nilai pahala akan didapatkannya. Sebaliknya, jika perbuatan itu berpengaruh buruk bagi orang lain, sudah pasti berdosa dan harus dipertanggungjawabkan dalam neraka. 

Sebagaimana dalam nuansa pilkada yang sudah semakin dekat akan dimulai bulan ini. Andai kata tindakan pemilihan Gen Z tepat dalam memilih sosok bertakwa yang menjalankan semua petunjuk sempurna dari Allah Swt. sehingga membuat kehidupan rakyat di daerahnya sejahtera. Maka bukan hanya kenikmatan hidup dari kepemimpinan orang salih itulah yang akan dirasakan oleh Gen Z. Namun, tabungan pahala menuju surga pun pasti didapatkan oleh si Gen Z yang mengantarkan pemimpin daerah itu dalam kursi kekuasaannya. 

Sayangnya, penerapan sistem kehidupan demokrasi-sekuler di negeri ini membuat Gen Z harus berwaspada tinggi untuk memilih pemimpin. Karena dalam sistem tersebut, cara pandang para calon pemimpin daerah sudah jauh dari unsur keagamaan. Sehingga para calon pemimpin kepala daerah yang sedang semangat mempromosikan diri sambil menyebar janji istimewa ternyata hanya untuk menarik suara rakyat, termasuk para Gen Z agar memilih salah satu di antara mereka. 

Seperti hasil survei Litbang Kompas yang dirilis pada Selasa, 5 November 2024 lalu. Salah satu pasangan calon kepala daerah Jakarta, yakni Ridwan Kamil-Suswono sendiri bahkan sudah mengaku aktif mendekati anak-anak muda Jakarta melalui sosial media. Dan hal itulah yang membuatnya berhasil meraih dukungan terbesar dari golongan Gen Z yang berusia di bawah 28 tahun (megapolitan.okezone.com 7-11-2024). 

Semua itu jauh berbeda, jika sistem khilafah Islamiyah yang diterapkan di negeri ini. Nilai-nilai keagamaan Islam yang mulia pasti akan terus menguat dijalankan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk aspek politik untuk memilih pemimpin berkualitas yang bisa dipercaya. Karena dalam aspek politik Islam, seseorang justru dilarang untuk bercita-cita meminta imarah (kekuasaan) agar mereka lebih fokus menguatkan karakternya menjadi sosok cerdas dan bertakwa. Sehingga jika amanah kepemimpinan itu tiba-tiba diberikan padanya, maka ia telah siap dan dapat bertindak bijaksana dalam menjalankannya. 

Karena meski kekuasan itu berderajat tinggi di dunia, ternyata tanggung jawab besarnya dapat membuat sang pemimpin itu kecewa berat di hari kiamat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

Sungguh jabatan atau kekuasaan itu amanah dan sungguh ia menjadi kerugian dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambil amanah itu dengan benar dan menunaikan kewajiban di dalamnya.” (HR. Muslim). 

Maka dari itu, para tokoh muslim di negeri Daulah Khilafah dulu pun dikenal tidak pernah mau mengajukan dirinya untuk menjadi pemimpin. Namun, justru para rakyat sendirilah yang berteriak keras memilih mereka. Sebab, rakyat telah membuktikan sendiri karakter baik hati dan ketakwaan mereka yang dapat mengarahkan pada kesejahteraan hidup penuh berkah dari Sang Maha Pencipta alam semesta. 

Misalnya, seperti Umar bin Abdul Aziz dahulu kala. Saat rakyat tiba-tiba memilihnya menjadi pemimpin, dia pun segera menangis dan mengucapkan inna lillahi wa Inna ilaihi rojiun. Karena ia takut akan tanggung jawab besar yang akan dipikulnya. 

Namun demikian, ia tetap sabar dan bersungguh-sungguh menjalankan amanah kepemimpinan itu dengan sistem syariat Islam yang sempurna. Sehingga terbukti, kala itu Daulah Khilafah menjadi negeri adidaya dunia di bawah kepemimpinannya. 

Akhirnya, apakah para pemilih pemula Gen Z akan tetap mudah mempercayai para calon pemimpin daerah hasil sistem demokrasi-sekuler yang berani mengajukan dirinya dalam jurang politik dengan janji-janji kebaikan yang belum tentu bisa terwujud? 

Bukankah lebih baik Gen Z segera bangkit mendalami ajaran Islam yang akan membuka mata dan pikirannya dengan petunjuk yang  sempurna dari Allah? Sehingga tidak mudah tertipu rayuan politik demokrasi-sekuler yang menyulitkan di dunia dan harus bertanggung jawab besar akibat memberikan hak pilihnya pada orang yang tidak layak dipercaya. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: