surat pembaca
Gen Z Harus Melek Politik Islam
Oleh. Dea Ariska
Pilkada 2024 tinggal menghitung hari. Seperti biasa, kampanye dan tradisi menyebar "uang serangan fajar" pun tidak ketinggalan. Faktanya, masyarakat tetap saja menerima dengan senang hati meski sudah tau bahwa mereka yang memberi dengan nominal hanya cukup untuk makan sehari itu akan mengambil kembali dengan nominal yang berkali-kali lipat saat telah menjabat. Hal ini bukan tanpa alasan, tuntutan kebutuhan yang semakin tinggi yang tidak sebanding dengan pemasukan tentu menjadi persoalan utamanya.
Tak tertinggal pula sederet janji yang digunakan untuk menarik suara masyarakat, terutama Gen Z yang jumlahnya mencapai separuh penduduk di Indonesia. Sehingga keterlibatan Gen Z sangat berpengaruh pada pemilu. Sebagai sasaran utama, Gen Z dijanjikan kehidupan yang lebih baik dan akan dicintai seperti anak sendiri di bawah kepemimpinannya.
Tentu bukan lagi menjadi rahasia umum atau bahkan telah menjadi trust issue bahwa siapa pun nanti yang akan memimpin daerah, mereka juga akan melupakan janji-janji yang pernah mereka sampaikan, bahkan saat masyarakat ingin menyampaikan aspirasinya atau berniat mengingatkan jika ada yang berjalan tidak sesuai aturan, masyarakat tak mendapat ruang untuk didengarkan. Tentu kita masih ingat peristiwa RUU Pilkada yang belum lama berlalu.
Dalam sistem sekuler demokrasi, Gen Z tidak lebih dari sekedar aset ekonomi. Pemasukan negara ditekan melalui sektor pajak. Bahkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan masih harus dipotong untuk pajak dan menabung untuk membeli rumah kepada negara.
Hal ini menunjukkan perbedaan yang jelas terkait pengurusan umat melalui sistem hari ini dengan sistem Islam. Maka, untuk mencapai kesejahteraan Gen Z, perlu diterapkan sistem negara yang berlandaskan akidah yang benar. Tidak lain merupakan negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh dalam bingkai khilafah.
Pemimpin yang dipilih dalam sistem pemerintahan Islam memang berdasarkan kemampuan. Setelah terpilih, maka kedudukan pemimpin adalah sebagai pengurus rakyat. Maka, tak akan ada konflik kepentingan, termasuk politik dinasti dalam sistem pemerintahan Islam.
Saat ini, kita juga harus segera menyadari bahwa sistem yang diterapkan sudah tidak lagi relevan. Sebaliknya, Islam merupakan solusi hakiki yang perlu kita perjuangkan. Supaya kita dapat hidup sepenuhnya dan tidak hidup sekenanya yang sudah pasti akan terbawa arus dan terbajak oleh demokrasi.
Allah Swt. berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ٥٠
Artinya: "Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Maidah: 50)
Oleh karenanya, saatnya berganti arah pada jalan kebenaran untuk memperjuangkan Islam kafah.
Wallahualam bissawab. [An]
Baca juga:

0 Comments: