Headlines
Loading...
Oleh. Wie Amanah 

Pemberantasan korupsi di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah penguasa saat ini. Bagaimana tidak dari tahun ke tahun kasus korupsi semakin marak, para koruptor bak jamur di musim hujan. Slogan pemerintah dalam penindakan korupsi hanya isapan jempol belaka.

Awal bulan ini ramai di media tentang  tertangkapnya mantan menteri perdagangan Tom Lembong yang terjerat kasus impor gula kristal sebanyak 105.000 ton yang merugikan negara Rp400 triliun saat menjabat periode 2015-2016 (bbcnews.com 29/10/2024).

Faktanya pengusutan dugaan korupsi impor gula dimulai dari periode tahun 2015 sampai 2023, maka seharusnya penyelidikan ini tidak berhenti pada Tom Lembong yang menjabat periode 2015 sampai 2016 saja, tetapi semua menteri yang pernah menjabat pada periode selanjutnya.

Selaras dengan Muhammad Said Didu mantan Sekretaris Kementerian BUMN, bahwa seluruh jajaran Kementerian Perdagangan seharusnya diperiksa. Nyatanya setelah Tom Lembong menjabat, masih banyak kasus korupsi terjadi dengan jumlah yang lebih besar. (tvonenews.com, 31/10/2024).

Lain halnya dengan aparatur negara lainnnya.
Saat penggrebekan rumah eks pejabat MA (Mahkamah Agung) Agung Zarof ditemukan tumpukan uang senilai Rp1 triliun dari hasil selama menjabat di MA dan dugaan suap atas kasus Ronald Tannur, namun kasusnya tidak ada kelanjutannya terkesan pemerintah menutup kasus tersebut, publik pun bertanya-tanya ada kaitan apa pemerintah dengan MA. (bbc.news.com, 4/11/2024).

Begitu juga dengan kasus ketua umum Partai Solidaritas Indonesia ( PSI ) sekaligus putra bungsu mantan Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep yang menggunakan fasilitas jet pribadi ke Amerika, menurut wakil ketua KPK Nurul Gufron, Kaesang tidak termasuk gratifikasi karena bukan penyelenggara negara dan hidup terpisah dengan orang tua.
(kompas.com 1/11/2024).

Kapitalisme-Demokrasi 

Dalam UU Tripikor pasal 12B ayat 1 menyatakan bahwa gratifikasi tidak harus berbentuk barang tetapi bisa dalam bentuk fasilitas atau jasa. Jelas dalam kasus ini seharusnya Kaesang juga mendapat sanksi karena menerima pemberian fasilitas sebagai anggota keluarga penyelenggara negara.

Ketimpangan dalam penegakan hukum dalam kasus di atas sangat kental akan praktik politisasi hukum, penindakan akan dijatuhkan kepada mereka yang berseberangan dengan penguasa, bagi yang bersekutu akan selamat bahkan kasusnya bisa dihapus. Hukum berpihak pada hubungan kepentingan yang kuat dan berkuasa yang akan menang.

Semakin rusak sistem yang diemban negara saat ini yaitu Kapitalisme-Demokrasi yang mengakibatkan masalah selalu bermunculan tanpa ada solusi. Kasus korupsi semakin merajalela dan penegakan hukum tidak merata, hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, kesejahteraan masyarakat semakin sulit diraih. Penguasa berlomba-lomba memperkaya diri dengan mengeksploitasi SDA, kekayaan alam diserahkan pengelolaan kepada pihak asing yang menguntungkan penguasa dan golongan tertentu saja.

Maka tidak mengherankan masyarakat Indonesia hidup di bawah standar kesejahteraan dan menjadi ladang empuk bagi pemodal asing yang haus akan materi. Banyak faktor Indonesia menjadi negara terkorup diantaranya:
Pertama, penyelesaian permasalahan negara yang bersifat pragmatis, solusi suatu masalah akan menimbulkan masalah baru, solusi tidak menyelesaikan masalah dari akarnya. Program pemerintah hanya formalitas belaka tidak tepat dan akhirnya rakyat berjuang sendiri dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

Kedua, negara tidak berpihak pada rakyat, semua lini kehidupan dan kebutuhannya tidak tersedia dan harga yang tinggi membuat banyak masyarakat yang hidup di bawah standar sejahtera, yang mengakibatkan masyarakat terutama pejabat melakukan kecurangan untuk sekedar memenuhi kebutuhan dan gaya hidup.

Ketiga, mekanisme yang berlaku saat ini sangat rentan menimbulkan celah untuk berlaku korupsi, birokrasi yang menyulitkan dan berbelit-belit mengakibatkan banyak kecurangan dan pungutan liar.

Keempat, hukum pidana korupsi tidak memberi efek jera, para koruptor tidak ditindak secara serius bahkan mendapat fasilitas eksklusif apabila mereka dipejara sehingga koruptor semakin marak.

Islam Solusi Hakiki Penegakan Hukum Korupsi 

Dalam Islam korupsi dipandang sebagai keharaman dan tindakan pelanggaran syariat sebagaimana firman Allah Taala di dalam QS. Ali Imran: 161 yang artinya:
“Barang siapa berbuat ghulul (haram) niscaya pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya dan mereka tidak dizalimi.”

Penerapan hukum dalam Islam sangat adil, tidak tebang pilih dalam penindakan, mampu membuat jera pelaku kejahatan sehingga tidak ada kejahatan yang terulang serta membuat yang lain tidak melakukan kejahatan yang sama.

Dalam sistem Islam seorang pemimpin akan benar-benar menjalankan tugas sesuai syariat dan menerapkan hukum Allah, bukan hukum yang lain. Jadi bisa dipastikan hukum dalam sistem Islam tidak berlandas pada hubungan persahabatan, kerabat, golongan tertentu atau kekuasaan.

Dalam pemberantasan korupsi negara melakukan pengawasan dan pencegahan terjadinya kecurangan pada jajaran pejabatnya,
Pertama, menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada pejabat dan pegawai negara yang merupakan standar utama dalam pemilihan pejabat. Dengan ketakwaan mencegah pejabat berbuat curang.

Kedua, negara memberlakukan penggajian yang layak untuk aparat negara sehingga para pejabat tidak ada niat dan celah untuk melakukan tindakan korup.

Ketiga, pengawasan dan pencatatan audit harta para pejabat secara berkala, baik sebelum atau sesudah menjabat dengan adanya batasan yang jelas serta ketentuan harta ghulul (haram) bila seorang pejabat berbuat curang, maka negara langsung bisa menindak.

Keempat, negara menerapkan hukum sesuai syari'ah sebagai tuntunan yang bisa memberikan efek jera pelaku korupsi dalam bentuk sanksi ta'zir bisa berupa denda, penjara atau hukuman mati sesuai tingkat dan dampak korupsinya.

Penerapan hukum dalam Islam sangat efektif dalam memberantas korupsi. Mengembalikan dan menerapkan sistem Islam adalah keniscayaan yang akan menjamin keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan negara. Dibutuhkan kesungguhan dari semua pihak baik individu, masyarakat, dan negara untuk mewujudkannya. Saatnya kembali pada sistem Islam kafah.
Wallahualam bissawab. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: