surat pembaca
Kriminalisasi Guru, Bukti Buruknya Sistem Pendidikan
Oleh. Maya Firdaus
(Aktivis Dakwah Muslimah)
Dunia pendidikan Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana tidak, banyak kasus yang mengkrimimalisasi guru, menjadikan guru sebagai pelaku kriminal. Guru dilaporkan melakukan kekerasan terhadap anak didiknya, hal demikian dapat melukai kehormatan guru yang sejatinya adalah seorang pendidik. Pada kenyataannya guru melakukan hal demikian sebagai upaya teguran kepada anak didik, yang sudah menjadi kewajiban sang guru.
Salah satu kasus kriminalisasi guru yaitu kasus yang dialami Supriyani di Konawe, Sulawesi Tenggara yang dituduh menganiaya anak didiknya, yang masih duduk di kelas 1 SD. Diketahui bahwa korban adalah anak dari seorang Polisi. Walaupun telah membantah tuduhan tersebut, pihak pelapor tetap meminta ganti rugi sebesar 50 juta rupiah. Hal sesuatu yang berat bagi Supriyani, disamping karena dia tidak merasa bersalah, gaji guru yang hanya 300ribu rupiah per bulan tidak akan cukup untuk mengganti rugi yang diminta.
Sebelum itu, kasus seorang guru dilaporkan juga pernah terjadi pada tahun 2023. Seorang guru bernama Akbar yang dilaporkan siswanya karena mendisiplinkan siswanya untuk salat. Serta kasus Zaharman yang mengalami kebutaan karena menghukum siswanya yang merokok. Itu hanya segelintir kasus terhadap guru, mungkin diluar sana masih banyak kasus yang melibatkan guru sebagai pelaku kriminal yang belum terekspos media.
Banyaknya kasus kriminalisasi guru, menyebabkan guru sedikit takut untuk menegur, mendisiplinkan, dan memberi sanksi terhadap anak didiknya. Sehingga dapat menjadikan guru menjadi tidak peduli dan bodoh amat terhadap kesalahan yang dilakukan oleh anak didiknya.
Faktor penyebab maraknya kasus serupa karena tidak adanya perlindungan terhadap guru, dan UU tentang perlindungan anak yang dapat dengan mudah mempidanakan guru, dimana tugas guru yang mendisiplinkan disalah artikan menjadi kekerasan. Selain itu sistem pendidikan yang menjadikan guru sibuk dengan urusan administrasi, dan berfokus pada penilaian akademik sehingga aspek moral anak didik menurun. Hal serupa terjadi karena sistem kapitalisme yang menjauhkan agama dalam kehidupan.
Sehingga tidak adanya kontrol terhadap diri dan memandang guru sebelah mata yang berdampak pada hilangnya rasa hormat terhadap guru. Sistem kapitalisme juga menilai pendidikan hanya bertujuan materi saja, misalnya mencari relasi, dan untuk memperbaiki nasib. Menganggap guru tidak lebih hanya sebagai profesi yang dimana ketika jabatan orang tua lebih tinggi bebas melaporkan dan mempidanakan guru.
Berbeda dengan Islam, yang menganggap guru sebagai profesi yang mulia, dan menempatkan guru sebagai pemilik dan pemberi ilmu. Dengan sistem Islam pula kesejahteraan guru tercapai, sehingga guru dapat memberikan pendidikan yang optimal kepada anak didik. Begitu pula dengan peran negara dalam sistem Islam yang bertugas sebagai pengatur pendidikan, dimana kurikulum pendidikan yang berdasarkan akidah Islam. Sehingga dapat menciptakan generasi emas yang berkepribadian Islam yang dapat mewujudkan peradaban gemilang. Wallahualam bissawab. [ry].
0 Comments: