OPINI
Mampukah Program Makan Bergizi Gratis Memperbaiki Generasi?
Oleh. Esti Dwi
Program makan bergizi gratis (MBG) menjadi program andalan presiden terpilih Indonesia. Program ini digadang-gadang bisa memperbaiki gizi anak sekolah dan membentuk generasi yang sehat. Berdasarkan data dari Kementerian Perencana Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Program itu akan menyasar 82,9 juta penerima selama 5 tahun ke depan dengan anggaran Rp 1,2 triliun per hari atau 400 T setahun untuk dijalankan. (detikjabar.com, 8-10-2024)
Dengan dana yang fantastis itu, wajar bila banyak pihak mempertanyakan kelangsungan program ini. Akankah berjalan mulus? Tidakkah hal ini akan membuka potensi celah korupsi yang akan merugikan negara? Benarkah rakyat benar-benar akan merasakan kebermanfaatan dari program ini?
Anggaran Disunat, Kualitas Berkurang
Latar belakang program MBG ini adalah untuk mengatasi angka stunting dan gizi buruk di Indonesia. Dana yang dibutuhkan tentu sangatlah besar. Namun, ternyata terjadi pengurangan anggaran dari semula Rp15.000/porsi menjadi Rp7.500/porsi. Mampukah makanan bergizi bisa dipenuhi dengan anggaran sekian?
Selain dari sisi anggaran yang dipotong 50%, juga terdapat perubahan menu susu sapi menjadi susu ikan. Perubahan ini tak ayal membuat banyak pihak menyayangkan karena susu ikan dianggap kurang kualitas gizinya.
Perlu diketahui bahwa susu ikan merupakan susu analog hasil dari Hidrolisat Protein Ikan (HPI) yang diolah dan disajikan menyerupai susu. Proses hidrolisis enzim protein ikan membutuhkan biaya mahal, proses panjang, dan pemanasan bersuhu tinggi untuk menghasilkan bubuk HPI. Proses pemanasan tersebut berpotensi mengurangi kandungan vitamin dan nutrisi pada ikan sehingga lebih baik mengonsumsi ikan utuh atau ikan olahan. Selain harganya terjangkau, ikan utuh juga memenuhi makan bergizi untuk anak.
Dengan proses pembuatannya yang panjang, susu ikan ini merupakan produk makanan yang terkategori ultra process food. Jika makanan yang disajikan ke generasi banyak berkurang kandungan gizinya, akan muncul masalah penyakit seperti obesitas, diabetes, jantung, dan gangguan kesehatan lainnya. Alih-alih mengonsumsi makanan sehat dan bergizi, generasi malah mengonsumsi makanan yang berpotensi membahayakan kesehatan.
Makan Bergizi Gratis Menguntungkan Pengusaha
Adanya menu susu ikan dalam program MBG dihadapkan pada kendala sedikitnya jumlah industri di Indonesia yang memproduksi bubuk HPI (susu ikan). Dibutuhkan produk susu ikan dalam jumlah besar guna mendukung program MBG. Hal ini menjadi peluang bagi industri susu atau penyedia pangan dari luar negeri untuk melakukan investasi di Indonesia. Sudah ada Jepang dan Australia yang merespons positif program ini.
Sebagai ilustrasi, kebutuhan untuk memenuhi pangan 82,9 juta anak sekolah selama satu hari dibutuhkan sekitar 4 juta kiloliter susu segar. Tinggal dihitung saja jumlah susu yang dibutuhkan dalam seminggu, sebulan, atau setahun. Tidak terbayang betapa besarnya keuntungan yang akan didapat korporasi raksasa dari produksi susu ikan ini. Sementara itu, produsen dalam negeri yang mampu menyediakan susu ikan hanya sedikit sehingga sebagian besar akan dipenuhi oleh produsen luar.
Selain itu, dikatakan bahwa program MBG ini dapat menyerap produk UMKM dan petani lokal. Namun, tidak ada jaminan di lapangan akan berjalan seperti harapan. Masalah kualitas dan harga produksi lokal yang kalah bersaing dengan produksi pangan yang dikelola korporasi pastilah menjadi pertimbangan negara untuk lebih memilih produsen pangan skala besar. Dengan kualitas yang lebih baik serta harga lebih murah, tentulah itu yang lebih dilirik untuk memaksimalkan anggaran yang ada.
Solusi Tambal Sulam ala Kapitalisme
Program MBG merupakan solusi yang tak menyelesaikan masalah secara tuntas. Dalam kasus ini, stunting dan gizi buruk merupakan dampak dari kemiskinan rakyat sehingga tidak mampu memenuhi kecukupan gizi keluarganya. Banyak yang memiliki pendapatan rendah atau bahkan tidak punya penghasilan, sementara pengeluaran sangat banyak. Mereka tentu kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya secara layak.
Kemiskinan inilah sesungguhnya yang menjadi akar masalah gizi buruk yang harus ditangani dahulu. Stunting dan gizi buruk hanyalah masalah cabang. Karena itu, menyelesaikan stunting dan gizi buruk haruslah dengan mengatasi kemiskinan yang melanda masyarakat.
Selain itu, program MBG juga berpotensi menjadi ajang korupsi dan hanya menguntungkan segelintir pengusaha besar yang mendapat ijin menyuplai kebutuhan program. Rakyat kembali gigit jari.
Sejatinya, progam semacam ini menjadi sangat lumrah dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini. Sudah menjadi bawaan, bahwa solusi yang diambil hanyalah solusi tambal sulam yang tidak mencabut akar masalahnya, melainkan sekedar solusi cabang yang akan menimbulkan masalah baru.
Islam Menjamin Kesehatan Generasi
Islam memandang bahwa seorang pemimpin ibarat penggembala yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Karena itu, ia akan memperhatikan betul gembalaannya dan melindunginya dari berbagai ancaman termasuk kemiskinan dan stunting.
Berkaitan dengan masalah kebutuhan rakyat, Islam menetapkan sejumlah mekanisme agar hal itu dapat terpenuhi. Berikut adalah mekanismenya:
1. Jaminan kebutuhan pokok. Islam telah mewajibkan laki-laki untuk memberikan nafkah kepada keluarganya. Islam juga mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya yang kekurangan. Namun, bila masih belum terpenuhi juga, negara harus mengambil alih tanggung jawab pemenuhan kebutuhan dasar warganya yang tidak mampu.
2. Negara wajib memberikan pelayanan gratis terhadap keamanan, kesehatan, dan pendidikan kepada seluruh warganya. Penguasa harus memenuhi kewajiban mereka dalam memenuhi kebutuhan keamanan, pendidikan dan kesehatan warganya. Negara tidak boleh mengabaikan atau mengalihkan tanggungjawab tersebut kepada pihak lain.
3. Negara menerapkan sistem ekonomi Islam untuk menopang anggaran pemenuhan kebutuhan warganya. Islam telah menetapkan bahwa air, hutan, dan api atau energi merupakan harta milik umum yang haram diserahkan kepada pihak swasta, baik lokal maupun asing. Pengelolaannya harus dilakukan oleh negara dan digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Dengan harta yang jumlahnya fantastis ini negara mampu memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis dan berkualitas prima. Selain pos kepemilikan umum, negara Islam juga memiliki sejumlah pos pendapatan lain yang nilainya tak kalah banyak, seperti pos zakat, fai’, ghanimah, anfal, kharaj, dan jizyah.
Dengan mekanisme ini, generasi akan terjamin kesehatannya sehingga mampu menjadi generasi unggul. Hal ini hanya bisa terwujud bila sistem Islam yang diterapkan. Inilah sistem paripurna yang diberikan Allah kepada kita hambanya untuk meraih keselamatan hakiki dunia akhirat. Sistem Islam kafah menjadi satu-satunya tumpuan kita sebagai seorang muslim sebagai konsekuensi dari keimanan kita kepada Allah Al-Khaliq Al-Mudabbir. [My]
0 Comments: