OPINI
Menyoal Tanggung Jawab Negara Terhadap Jaminan Keamanan Obat dan Pangan
Oleh. Naini M.S
Latiao, jajanan viral asal Tiongkok baru-baru ini peredarannya dihentikan, karena adanya laporan keracunan di sejumlah daerah.
Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 1/11/2024, menyebutkan telah menerima laporan keracunan latiao, panganan olahan yang berasal dari Cina, dari beberapa daerah yaitu Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, dan Pamekasan. Hasil uji laboratorium ditemukan indikasi kontaminasi bakteri bacillus cereus, berdasarkan pengujian terhadap produk tersebut yang memicu KLBKP (Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan) (Kompas.com, 2/11/2024).
Masihkah kita ingat kejadian luar biasa yang pernah menghebohkan negeri ini? Di mana banyak ditemukan kasus gagal ginjal akut karena obat yang mengandung zat berbahaya di tahun 2022. Ada ratusan anak menjadi korban kasus gagal ginjal akut, dengan dugaan kuat akibat mengkonsumsi obat sirup penurun panas yang mengandung bahan kimia di luar ambang batas yang diperbolehkan. Dari Kemenkes RI, tercatat per 6 November 2022 sebanyak 324 kasus gagal ginjal akut, dengan 195 anak di antaranya meninggal dunia.
Dari kejadian tersebut di atas menunjukkan kepada kita bahwa jaminan keamanan obat dan pangan begitu lemah di negeri ini. Apalagi yang menjadi korbannya adalah anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, yang sudah seharusnya dilindungi kesehatannya.
Sudah sewajarnya tanggung jawab dalam memastikan keamanan obat dan pangan ada di tangan negara, sebagai pengurus rakyat. Negara harus bisa melindungi rakyatnya dari peredaran obat dan pangan yang berbahaya, terutama produk yang berasal dari luar negeri.
Ironisnya, negara dengan sistem sekuler kapitalis seperti yang diterapkan di negeri ini, tanggung jawab melindungi rakyat dari obat dan pangan berbahaya cenderung diabaikan, baru setelah ada kejadian luar biasa seperti keracunan obat dan pangan, para pejabat saling tuding dan saling menyalahkan, bahkan saling lempar tanggung jawab.
Hal ini terjadi karena banyaknya para pengusaha, distributor, importir dan mafia yang kongkalikong dengan pejabat nakal demi meraup keuntungan pribadi, sehingga pengawasan peredaran obat dan panganan bisa begitu bebas, meskipun mengandung zat berbahaya dan mengancam nyawa.
Bagaimana bisa BPOM yang tugasnya mengawasi peredaran obat dan makanan bisa berulang kali kecolongan? Tak dimungkiri bahkan banyak dari pengusaha-pengusaha nakal tersebut melakukan praktik suap demi bisa lolos BPOM dan mendapat izin edar produk-produknya. Lantas siapa yang patut disalahkan?
Jaminan Kemananan Obat dan Pangan dalam Islam
Islam menempatkan penguasa sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas seluruh rakyat yang dipimpinnya. Bilamana ditemukan pejabat yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, maka ia akan dikenakan sanksi tegas dan dicopot dari jabatannya.
Negara akan menjamin keamanan obat dan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan cara memberlakukan kebijakan keamanan pangan dengan mekanisme tertentu, seperti menentukan aturan regulasi untuk industri makanan dan minuman agar sesuai dengan prinsip syariat yaitu halal, tayib, dan aman tidak mengandung zat berbahaya.
Negara juga akan melakukan pengawasan dengan peran Qadhi Hisbah, yaitu lembaga negara yang akan mengawasi dan mengontrol pangan guna mencegah pelaku industri berbuat curang, menipu, mengurangi takaran dan memastikan kualitas produk obat dan pangan tetap layak dan aman dikonsumsi.
Kemudian, edukasi masyarakat melalui lembaga layanan kesehatan, media massa, dan berbagai tayangan edukatif menarik dengan harapan masyarakat memahami kriteria makanan halal, tayib, dan aman dikonsumsi.
Dan yang terakhir, menindak tegas pelaku industri dan siapa saja yang menyalahi ketentuan peredaran obat dan pangan agar sesuai standar pangan Islam, yaitu halal, tayib, dan aman.
Dengan berbekal kebijakan yang sistematis dan terintegrasi tersebut, negara akan benar-benar mewujudkan periayahan kepada masyarakat terhadap peredaran obat dan pangan yang halal, tayib, dan aman sesuai standar syariah Islam. [An]
0 Comments: