Headlines
Loading...
Oleh. Indri Wulan Pertiwi 
(Aktivis Muslimah Semarang)

Kian hari rasanya semakin miris dan sedih melihat realitas yang dihadapi oleh anak-anak saat ini. Berbagai masalah serius muncul, seperti rentannya anak-anak terhadap kekerasan fisik dan emosional, pelecehan seksual, pengabaian, serta kurangnya kesejahteraan. Terbatasnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan, eksploitasi, dan masih banyak masalah lainnya turut melanda mereka.

Namun, yang menjadi fokus utama adalah kurangnya perlindungan yang diterima oleh anak-anak. Baik itu dari keluarga, masyarakat, dan negara, yang seharusnya menjadi benteng pertahanan utama bagi mereka. Namun, seringkali kelemahan sistem dan kurangnya kesadaran moralitas membuat anak-anak rentan terhadap berbagai ancaman yang mengintai.

Sebagai contoh, baru-baru ini di desa Kalibarumanis, Banyuwangi, seorang siswi Ibtidaiyah berusia 7 tahun dengan inisial CNA ditemukan meninggal secara tragis setelah diperkosa dan dibunuh. Jenazahnya ditemukan dekat sepeda merah muda yang biasa dipakainya pergi ke sekolah. Di ketahui selama 3 bulan terakhir, CNA pulang sendirian melewati jalan perkebunan, karena ibunya tengah hamil tua berusia 9 bulan. Sehingga tidak bisa menjemputnya. Namun kini sepeda pink milik CNA menjadi saksi bisu atas kejahatan keji yang menimpanya
(liputan6.com,17-11-2024).

Pada dasarnya setiap generasi berhak atas masa depan yang aman dan terjamin dari kekerasan, baik dari keluarga, masyarakat, maupun negara. Namun, pada sistem hari ini negara terlihat melepas tanggung jawabnya dalam melindungi anak-anak, sehingga orang tua dianggap bertanggung jawab penuh atas pendidikan mereka.

Data dari Institut Internasional untuk pemulihan anak-anak menunjukkan bahwa kasus pelecehan terhadap anak terus meningkat setiap tahun. Hal ini menggarisbawahi pentingnya peran negara dalam memberlakukan perlindungan efektif bagi anak-anak.

Dalam realitasnya, sistem kehidupan saat ini yang didominasi oleh kapitalisme sekuler mengesampingkan agama dan tidak memprioritaskan hukum syariah sehingga gagal melindungi hak-hak anak. Bahkan negara juga dapat dianggap sebagai sumber kekerasan. Hal itu dikarenakan, kelemahan aturan negara yang memberikan celah bagi bermunculannya kekerasan terhadap anak, contohnya dengan membiarkan tontonan yang tak layak di konsumsi masyarakat, dan kurangnya efektivitas sistem sanksi. 
Meskipun berbagai program perlindungan anak dilakukan, namun perlindungan tersebut bisa dikatakan belum optimal dan masih jauh dari tercapai.

Di sinilah Islam muncul sebagai solusi yang menyeluruh serta memberikan solusi konkrit dan holistik untuk menjaga generasi masa depan melalui prinsip-prinsip perlindungan anak yang komprehensif. Islam menekankan tanggung jawab bersama melalui 3 pilar utama yaitu individu, keluarga, masyarakat, dan negara dalam melindungi anak-anak dengan fondasi iman yang kuat.

Karena Individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan akan membentuk generasi cerdas dan takwa, yang akan menjadi contoh utama bagi anak-anak mereka dan membimbing mereka dengan nilai-nilai iman. Selain itu ada peran masyarakat dalam menerapkan amar makruf nahi mungkar sangat penting, serta menjaga lingkungan agar bebas dari kejahatan.

Negara juga memiliki tanggung jawab memberikan aturan dan hukuman yang tegas terhadap pelaku kekerasan terhadap anak. Negara juga bertanggung jawab memberikan pelayanan pendidikan, sandang, pangan, kesehatan, serta perlindungan dan keamanan kepada masyarakat.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Negara yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam mampu melindungi anak-anak dari berbagai ancaman seperti kekerasan, pelecehan, exploitasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu dengan kesadaran akan tanggung jawab bersama, kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik bagi generasi berikutnya yaitu dengan penerapan syariat Islam secara kafah. Wallahu 'alam. [ry].

Baca juga:

0 Comments: