Headlines
Loading...
Oleh. Waviza

Abdul Mu'ti, selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), mengikuti rapat perdana dengan Komisi X DPR RI. Dalam rapat tersebut, beliau mengungkap beberapa program prioritas melalui slogan dan semangat Kemendikdasmen, yakni mencerdaskan dan memajukan bangsa, yang katany selalu digaungkan oleh presiden Prabowo Subianto. Selain itu, beliau juga menyampaikan dalam rapat terkait program apa saja yang akan dilaksanakan. Diantaranya, pelatihan guru, penguatan pendidikan karakter, perbaikan sarana dan prasarana, hingga deep learning. Bukan perubahan kurikulum. (news.republika.co.id 09/11/24)

Adanya isu perubahan terkait deep learning, menggiring opini masyarakat pada pernyataan, "ganti menteri ganti kurikulum" atau sejalan juga dengan "ganti menteri ganti kebijakan". Tak heran jika hal ini terjadi. Melirik kembali pada tahun-tahun sebelumnya, saat pergantian menteri, memang selalu ada perubahan terkait kebijakan pendidikan. Entah itu berhubungan dengan kurikulum, materi pembelajaran atau yang terkait. Hal ini membuat persepsi masyarakat, bahwa setiap pergantian menteri pasti ganti kebijakan. 

Pergantian kurikulum maupun kebijakan setiap periode baru, menggambarkan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam sistem pendidikan di negara ini. Pasalnya, setiap menteri baru, pasti ada perubahan terkait kebijakan pendidikan. Dalihnya untuk memperbaiki pendidikan sebelumnya. Nyatanya, pergantian ini juga tidak pernah memberikan hasil yang optimal. Baik kualitas pendidikan, guru atau siswa yang dihasilkannya. 

Hal ini terjadi karena sistem pendidikan hari ini, tidak memiliki visi dan misi yang jelas mau kemana arahnya atau malah mengikuti keinginan dunia industri. Alhasil, akan selalu ada perubahan selama keinginan tersebut belum tercapai. Jadi, perubahannya bukan ke arah memperbaiki kualitas pendidikan yang menghasilkan generasi muda yang berkualitas, tetapi lebih ke arah kemauan industri hari ini. 

Selain itu, pendidikan hari ini, juga tidak akan pernah mencapai generasi emas dan unggul. Karena penerapannya, masih berlandaskan pada sistem kapitalis sekuler. Mengapa demikian? Sebab, asasnya bukan tentang menjadikan generasi penerus untuk masa depan, tetapi seberapa berpengaruh dan bermanfaatnya dalam hal materi ke depan. 

Inilah realitas hari ini. Generasi malah menjadi tumbal industri para oligarki. Mereka dibuat seolah harus mengerti semua ilmu pembelajaran yang diberikan, agar bisa menghasilkan produk secara maksimal. Miris!

Berbeda ketika sistem pendidikan yang diterapkan berasal dari Islam. Sistem yang bervisi dan misi jelas. Mereka disiapkan agar bisa menjadi generasi gemilang, yang siap dalam segala hal. Sebab, sistem pendidikan yang berjalan, berazaskan akidah Islam, yang mampu membentuk kepribadian Islam. Didukung dengan kurikulum materi pendidikan yang berkualitas, ditambah kualitas guru yang mumpuni. 

Alhasil, sistem pendidikan Islam, melahirkan kualitas generasi yang tidak kaleng-kaleng dan bermanfaat di dunia dan  akhirat. 

Wallahualam bissawab. [US]

Baca juga:

0 Comments: