OPINI
Predator Anak Marak dalam Sistem Rusak
Oleh. Yuniarti Dwiningsih
Bagaikan penyakit menular yang belum ditemukan obatnya, predator anak kian menyebar luas di negeri ini dari waktu ke waktu. Satu demi satu bermunculan berita di tengah masyarakat tentang aksi jahat para predator anak. Mereka memangsa anak-anak di bawah umur yang seharusnya dilindungi dan dijaga keselamatannya.
Inilah yang menimpa CNA, gadis cilik berusia 7 tahun yang duduk di kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah. CNA menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan usai pulang dari sekolahnya. Karena tak kunjung pulang, orang tuanya pun khawatir dan mencarinya. Ternyata gadis cilik itu ditemukan telah tewas di tengah kebun. Sepeda mini yang digunakan CNA ditemukan 200 meter dari jasadnya. (liputan6.com, 17-11-2024)
Predator Mengancam Anak
Anak-anak kini makin terancam keselamatannya. Ancaman predator anak membayangi setiap waktu. Tidak ada jaminan perlindungan yang pasti untuk anak-anak ini. Keluarga, masyarakat, dan negara bahkan tidak bisa lagi diharapkan menjadi benteng perlindungan bagi anak.
Mirisnya, tak sedikit predator anak yang justru orang terdekatnya. Bahkah parahnya, ada yang merupakan anggota keluarganya sendiri.
Aksi jahat para predator anak ini sungguh mengusik nurani. Mereka tega berbuat keji tanpa memikirkan dampaknya bagi korban. Mereka melecehkan anak-anak seakan tak punya akal. Demi memuaskan nafsu bejatnya, predator anak merusak masa depan anak bangsa. Bahkan, predator anak ini juga sampai menghabisi nyawa anak-anak yang seharusnya masih menikmati indahnya masa tumbuh kembang mereka.
Sistem yang Rusak
Perilaku jahat predator anak ini merupakan hasil dari kehidupan yang serba bebas. Dalam sistem kehidupan yang sekuler dan liberal ini, kebebasan sangat diagungkan. Manusia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Selama dia senang, maka akan dilakukan. Ia tak memedulikan orang lain. Melanggar hak orang lain pun tak masalah baginya asalkan tujuannya tercapai.
Aturan yang ada pun juga senyawa dengan spirit kebebasan. Alih-alih bisa menata dan mengarahkan manusia pada kebaikan, yang ada justru aturan menjadi legalitas untuk kebebasan tanpa batas. Bahkan, aturan bisa diubah sekehendak hati demi memuluskan tujuan.
Ini adalah dampak penerapan sistem sekuler yang merusak naluri dan akal manusia hingga mati. Akal pun menjadi tumpul untuk berfikir hal-hal ke depannya.
Negara Lalai
Negara juga tidak perduli pada urusan moral rakyatnya. Selama negara tidak dirugikan secara materi, maka bagaimana pun kondisi dan tingkah polah rakyatnya menjadi tanggung jawab dan risiko masing-masing.
Negara malah membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak merajalela. Tidak terkontrolnya tayangan-tayangan yang menampilkan tontonan tidak senonoh di tengah masyarakat sehingga merangsang naluri tanpa kendali. Peran negara sangat minim dalam melindungi anak-anak dari hal-hal yang merusak semacam itu.
Dalih kebebasan membuat manusia bertingkah laku sesukanya. Ini dibenarkan oleh aturan-aturan yang memberi manusia kebebasan dalam bertindak. HAM menjadi tameng atas kebebasan yang di luar batas.
Hal ini pun makin diperparah dengan lemahnya keimanan masing-masing individu dalam membentengi diri sendiri. Jauhnya agama dari kehidupan sehari-hari membuat setiap individu lupa akan terikatannya pada aturan agama dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Masyarakatnya juga individualis. Mereka cuek dengan keadaan sekitar. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Kepedulian dan empati menjadi makin langka. Ada yang berbuat menyimpang pun dibiarkan selama tidak menyenggol urusannya. Akhirnya, kemaksiatan dinormalkan hingga terus merajalela.
Sistem pendidikan yang berasas sekuler lebih mengedepankan materi dan kebebasan sehingga mengabaikan tentang agama. Fokus pendidikan hanya pada nilai dan pencapaian bersifat materi. Agama tidak diajarkan dengan benar. Hasilnya, generasi tidak paham agama dan tentu saja jauh dari agama yang seharusnya menjadi tuntunan hidup.
Penerapan sanksi hukum yang lemah mengakibatkan tidak adanya efek jera. Orang akan melakukan kejahatan karena melihat sanksinya yang tidak menjerakan. Hukum bahkan bisa diperjualbelikan selama ada uang. Akibatnya, kejahatan terus merajalela di tengah masyarakat.
Penerapan Islam
Bebeda halnya dengan penerapan sistem Islam dalam kehidupan. Islam mewajibkan negara untuk menjaga generasinya dalam seluruh aspek kehidupan. Negara akan menciptakan kualitas hidup, lingkungan masyarakat, dan melindungi generasi dari berbagai macam bahaya seperti kekerasan ataupun ancaman keselamatan lainnya.
Perlindungan terhadap rakyat dalam sistem Islam termasuk juga pada anak-anak, dimulai dari ketakwaan setiap individunya yang harus kuat. Peran orang tua menjadi tombak utama dalam mengenalkan anak tentang pentingnya keimanan yang kuat dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Keluarga senantiasa memupuk dan mengingatkan anak-anaknya untuk menjaga dan membentengi diri dengan ketakwaan kepada Sang Pencipta.
Kontrol dari masyarakat yang menerapkan aturan Islam juga amat sangat membantu dalam menjaga dan melindungi anak-anak dari berbagai hal yang merusak generasi. Suasana ketakwaan hidup di tengah masyarakat sehingga tumbuh sikap peduli antar anggota masyarakat. Amar makruf nahi mungkar berjalan sehingga satu sama lain akan saling menjaga dan mengingatkan dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Bibit-bibit penyimpangan akan segera terdeteksi dan dimusnahkan sehingga tidak ada tempat bagi para predator anak.
Selain itu, penegakan hukum sangat tegas dan mampu memberi efek jera. Orang tidak akan berani melanggar aturan karena hukumannya yang berat dan tanpa pandang bulu. Negara menegakkan hukum sebagaimana syariat Islam memerintahkan. Dengan begitu, keamanan dan keadilan bagi setiap jiwa dapat terwujud. [YS]
0 Comments: